Rabu, 23 Desember 2015

Definisi Irigasi

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.    Pengertian
2.1.1        Definisi Irigasi
Pengertian irigasi pada dasarnya sama, ditinjau dari makna kata itu sendiri maupun makna secara umum. Kata irigasi berasal dari kata “irrigate“ dalam bahasa Belanda dan “ Irrigation “ dalam bahasa Inggris.
Menurut Abdullah Angoedi dalam Sejarah Irigasi di Indonesia disebutkannya bahwa dalam laporan Pemerintah Belanda irigasi didefinisikan sebagai berikut :
“ Secara teknis menyalurkan air melalui saluran-saluran pembawa ke tanah pertanian dan setelah air tersebut diambil manfaat sebesar-besarnya menyalurkannya ke saluran-saluran pembuangan terus ke sungai “ (Mawardi,1989 : 5 ).
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005, Irigasi adalah pengaturan pembagian atau pengaliran air menurut sistem tertentu untuk sawah.
Beberapa pengertian umum irigasi yang dikemukakan oleh para ahli antara lain :
1.    Menurut Gandakoesuma ( 1981 : 9 ), Irigasi adalah usaha mendatangkan air dengan membuat bangunan-bangunan dan saluran untuk mengalirkan air guna keperluan pertanian, membagi-bagikan air ke sawah-sawah atau ladang-ladang dengan cara yang teratur dan membuang air yang tidak dipergunakan lagi, setelah air dipergunakan semua tindakan yang diambil untuk memungkinkan pembatasan dari pengambilan air dari sumbernya dibawah ketempat-tempat dimana air dibutuhkan atau diperlukan serta membaginya kepada tanaman yang semuanya dinamakan irigasi.
2.    Menurut Mawardi ( 1989 : 5 ), Irigasi adalah usaha untuk memperoleh air yang menggunakan bangunan dan saluran buatan untuk memperoleh penunjang produksi pertanian.


2.1.2         Air Irigasi
Menurut Mawardi ( 1989 : 6 – 7 ), air merupakan faktor yang paling penting dalam bercocok tanam. Selain jenis tanaman, kebutuhan air bagi suatu tanaman juga dipergaruhi oleh sifat dan jenis tanah, keadaan iklim, kesuburan tanah, cara bercocok tanam, luas daerah pertanian, topografi, periode tumbuh dan sebagainya. Cara pemberian air pada tanaman padi tergantung pada umur padi yang ditanam.
Air untuk irigasi dipergunakan untuk tanaman padi, palawija termasuk tebu, buah-buahan dan rumput. Padi bukanlah tanaman air tapi untuk hidupnya dia memerlukan air. Padi gogo ditanam di ladang dan berhasil kalau banyak turun hujan.
Penentuan kebutuhan air untuk tanaman terdapat cara :
1.    Menurut tingginya air yang dibutuhkan guna sebidang tanah yang ditanam. Atau banyaknya air sama dengan tingginya air yang dibutuhkan dikalikan luas tanah.
2.    Banyaknya air yang dibutuhkan pada kesatuan luas untuk sekali penyiraman atau untuk selama pertumbuhannya.
3.    Kesatuan pengaliran air yaitu isi dalam kesatuan waktu pengalirannya untuk kesatuan luas ( liter/detik/hektar ).
4.    Menentukan luas tanaman yang dapat dialiri oleh pengaliran air yang banyaknya tertentu.
Cara ketiga yaitu yang lazim digunakan di Indonesia. Dapat memudahkan perhitungan guna menetapkan luas bidang tanah yang dapat diairi dari saluran.

2.2.   Tujuan dan Manfaat Dari Irigasi
2.2.1     Tujuan Irigasi
Secara garis besar, tujuan irigasi digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu:
1.         Tujuan langsung
      Tujuan langsung irigasi adalah untuk membasahi tanah berkaitan dengan kapasitas kandungan air dan udara ditanah sehingga dapat dicapai suatu kondisi yang sesuai dengan kebutuhanpertumbuhan tanaman.
2.         Tujuan tidak langsung
      Tujuan tidak langsung antara lain:mengangkut bahan pupuk melalui aliran air, mengatur suhu tanah, mencuci tanah yang mengandung racun, menaikkan muka air tanah, meninggikan elevasi air.
2.2.2     Manfaat irigasi
            Dengan terairi lahan pertanian akan diperoleh manfaat sebagai berikut:
1.   Pengelolahan tanah bagi pertanian akan mudah dan ringan dalam pelaksanaannya.
2.   Tananam pengganggu (gulma) akan lebih mudah diberantas.
3.   Pengaturan temperatur tanah dapat berlangsung sesuai dengan yang dikehendaki oleh tanaman.
4.   Berlangsungnya perbaikan dan peningkatan kesuburan tanah.
5.   Memperlancar proses leaching (pencucian tanah).
2.3.   Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaanya. Sercara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder. Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier. Satu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jaringan irigasi disebut dengan daerah irigasi.
2.4.   Klasifikasi Jaringan Irigasi
   Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
1.      Jaringan irigasi sederhana.
2.      Jaringan irigasi semi teknis.
3.      Jaringan irigasi teknis.

Tabel  2.1. Klasifikasi jaringan irigasi,                                              
KLASIFIKASI JARINGAN IRGASI
Teknis
Semi teknis
Sederhana
Bangunan utama
Bangunan permanen
Bangunan permanent/ semi permanen
Bangunan sementara
Kemampuan dalam mengukur dan mengatur debit
Baik
Sedang
Tidak mampu mengatur atau mengukur
Jaringann saluran
Saluran pemberi dan bembuang terpisah
Saluran pembuang dan pemberi tidak sepenuhnya terpisah
Saluran pemberi dan pembuang menjadi satu
petak tersier
ikembangkan sepenuhnya
Belum dikembangkan, dentitas bangunan tersier jarang
Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan
efisiensi secara keseluruhan
0 – 60 %
75 – 50 %
< 75 %
kurang
tak ada batasan
< 2000 hektar
< 500 hektar
Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi (KP – 01, 1986)
2.4.1.Jaringan irigasi sederhana
Jaringan  irigasi sederhana biasanya diusahkan secara mandiri oleh suatu kelompok petani pemakai air, sehingga kelengkapan maupun kemampuan dalam mengukur dan mengatur masih sangat terbatas. Air lebih akan mengalir ke selokan pembuang. Persediaan air biasanya berlimpah  dan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam dan tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembuangan air.



            Kalemahan dari jaringan irigasi sederhana yaitu :
1.    Terjadi pemborosan air kerena banyak air yang terbuang.
2.    Air yang terbuang tidak selalu mencapai lahan di sebelah bawah yang lebih subur.
3.    Bangunan penyadap bersifat sementara, sehingga tidak mampu bertahan lama.
 









Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi (KP – 01, 1986)
Gambar 2.1. Skematis contoh jaringan irigasi sederhana.
2.4.2.Jaringan irigasi semi teknis
Jaringan irigasi semi teknis memiliki bangunan sadap yang permanen ataupun semi permanen. Banguanan sadap pada umumnya sudah dilengkapi dengan bangunan pengambil dan pengukur. Jaringan saluran sudah terdapat beberapa bangunan permanen, namun sistem pembagianya belum sepenuhnya mampu mengatur dan mengukur. Kerena belum mampu mengatur dan mengukur dengan baik, sistem pengorganisasian biasanya lebih rumit. Daerah layanan lebih luas dari pada irigasi sederhana.

 









Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi (KP – 01, 1986)
Gambar 2.2. Skematis contoh jaringan irigasi semi teknis.
2.4.3. Jaringan irigasi teknis
Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang. Pengaturan dan pengukuran dilakukan dari bangunan penyadap sampai ke petak tersier. Hal ini berarti bahwa baik saluran pembawa, bangunan sadap  maupun saluran pembuang bekerja dengan fungsinya masing-masing.
Untuk memudahkan system pelayanan irigasi kepada lahan pertanian, disusun suatu organisai petak yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier, petak kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil, semua komponen dari masing-masing saluran ini di lengkapi dengan bangunan bagi sadap dan bangunan pengukur dan pengatur debit. Semua bangunan bersifat permanen.


 









Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi (KP – 01, 1986)
Gambar 2.3. Skematis contoh jaringan irigasi teknis
2.4.4.Bangunan pelengkap
1.      Bangunan  bagi.
         Bangunan bagi adalah bangunan yang terletak pada saluran primer yang membagi air ke saluran-saluran sekunder atau pada saluran sekunder yang membagi air ke saluran sekunder yang lain. Khusus untuk saluran tersier dan kuarter bangunan bagi ini masing-masing disebut boks tersier dan boks kuarter.
Sesuai dengan fungsinya maka bangunan bagi harus memenuhi syarat
1.      Pembagian air keseluruh jaringan irigasi harus dicukupi dengan teliti sesuai dengan kebutuhannya.
2.      Perlu bangunan pengontrol berupa pintu sorong atau balok sekat untuk mengontrol taraf muka air.
Untuk itu pada bangunan bagi harus terdapat bangunan pengontrol taraf muka air dan pengatur debit yang terdiri dari tiga macam yaitu:

1.   Pintu pengukur yang berfungsi untuk mengukur debit yang dilaluinya.
2.   Pintu pengatur yang berfungsi untuk mengatur taraf muka air yang dilaluainya.
3.   Kombinasi antara keduanya
2.      Bangunan sadap
Bangunan yang digunakan untuk menyadap  atau mengambil air dari saluran primer ke saluran sekunder atau tersier dan atau dari saluran sekunder ke saluran tersier.
Letak dari pada bangunan sadap :
1.      Bangunan sadap untuk menyadap aliran dari saluran primer ke saluran sekunder disebut bangunan sadap sekunder, terletak di saluran primer.
2.      Bangunan sadap untuk menyadap aliran dari saluran sekunder ke saluran tersier disebut bangunan sadap tersier, terletak di saluran sekunder.
3.      Bangunan sadap akhir terletak di bagian akhir saluran sekunder.
3.      Bangunan bagi sadap
      Bangunan ini apabila disuatu lokasi diperlukan adanya bangunan bagi dan bersamaan itu pula diperlukan bangunan sadap, maka dibuatlah bangunan bagi sadap yang merupakan kombinasi dari bangunan bagi dan bangunan sadap.
Banguna bagi-sadap adalah sebuah bangunan yang berfungsi membagikan air dan menyabang dari :
1.   Saluran primer ke saluran primer yang lain dan atau dari saluran primer ke saluran tersier.
2.   Saluran primer ke saluran sekunder dan atau saluran sekunder ke saluran tersier.
3.   Saluran sekunder yang satu ke saluran sekunder yang lain dan atau dari saluran sekunder ke saluran tersier.



4.      Bangunan pengatur muka air.
         Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan, perlu dilakukan dengan pengaturan dan pengukuran aliran di bangunan sadap (awal saluran tersier), cabang saluran jaringan primer serta bangunan sadap primer dan sekunder. Bangunan pengatur muka air dimaksudkan untuk dapat mengatur muka air sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang konstan dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Bangunan pengukur dimaksudkan untuk dapat memberikan informasi mengenai besar aliran yang dialirkan
Tabel 2.2. Beberapa jenis alat ukur debit.
Tipe Alat Ukur
Mengukur Dengan
Kemampuan Mengukur
Ambang Lebar
Parshal Flume
Cipoletti
Romijn
Crump De Gruyter
Constant Head Orifice
Bangunan Sadap Pipa Sederhana
Aliran atas
Aliran atas
Aliran atas
Aliran atas
Aliran bawah
Aliran bawah
Aliran bawah
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi (KP – 01, 1986)
2.5 Analisa Hidrologi
2.5.1.   Umum
Secara umum analisa hidrologi merupakan suatu bagian analisa awalbangunan-bangunan air. Hal ini mempunyai pengertian bahwa infor masi besaran-besaran yang diperoleh dalam analisa hidrologi merupakan masukan penting dalam analisa selanjutnya. Pada dasarnya Bangunan Air harus dirancang berdasar suatu patokan perancangan yang besar yang nantinya akan menghasilkan rancangan yang memuaskan.Di dalam analisa hidrologi, salah satu aspek analisa yang diharapkan dapat menunjang perancangan adalah peentapan besaran perancangan, baik hujan, banjir, ketersedian air maupun unsur hidrologi lainnya. Data yang dalam analisa hidrologi adalah :
1.   Data hujan diperoleh dari stasiun hujan yang terdekat disekitar lokasi proyek dan dianggap dapat mewakili Daerah Aliran Sungai (DAS). Pemelihan stasiun hujan didasarkan pada kelengkapan data hujan stasiun itu.
2.   Data klimotologi meliputi suhu atau temperatur udara, kelembapan udara, lamanya sinar matahari dan kecepatan angin.
3.   Data debit sungai.
4.   Data catchment area sungai meliputi antara lain ; luas DAS, panjang sungai, dan Kefesien pengaliran
2.5.2. Curah hujan maksimum Rencana
Untuk menghitung curah hujan maksimum rencan  dapat dihitung menggunakan analisa frekuensidan probolitas. Tujuan analisa frekuensidata hidrologi adalah berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa yangluar biasa (extrim) yang berkaitan dengan kejadiannya melalui penarapandistribusi kemungkinan.Dalam ilmu statistika dikenal beberapa macam distribusi frekuensidan empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi (Sri Harto, 1993) Adalah :
1.         Distribusi Normal
2.         Distribusi Log Normal
3.         Distribusi Log Person III dan
4.         Distribusi  Gumbel
Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisa data frekuensi yang meliputi rata-rata, simpang baku (Sx), koefisian variasi (Cv), dan koefisien skewess (Cs).
2.6  Analisa kebutuhan air untuk irigasi
Kebutuhan air irigasi adalah banyaknya air yang dibutuhkan oleh suatu jenis tanaman untuk dapat tumbuh dengan baik selama masa hidupnya. Besar kebutuhan ini sangat tergantung dari jenis dan masa pertumbuhan tanaman. Besar kebutuhan air di sawah untuk padi, ditentukan oleh faktor-faktor berikut :
1.         Pola tanam yang direncanakan
2.          Luas areal yang akan ditanami
3.          Kebutuhan air pada petak sawah
4.          Efisiensi irigasi
Analisis kebutuhan air diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan air Irigasi berdasarkan hasil perhitungan curah hujan efektif yang datanya diambil dari Stasiun Curah Hujan Kelewae.
Perhitungan kebutuhan air dilakukan dengan pola tanam Padi-Padi-Palawija, dengan jadwal mulai tanam awal Nopember.
2.6.1     Kebutuhan air di sawah
Kebutuhan air disawah adalah kebutuhan air yang diperlukan pada petakan yang terdiri dari :
1.   Kebutuhan air untuk pengolahan tanah
2.   Kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman
3.   Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air pada petakan-petakan sawah
4.   Efisiensi irigasi
            Secara umum besarnya kebutuhan air di sawah  dinyatakan dalam suatu                  persamaan berikut, (KP – 03, 1986)
NFR                = Etc + P - WLR + Re …………............……………………  2.1
Dimana :
         NFR       = Kebutuhan air di sawah (mm/hari)
         Etc          = Kebutuhan air tanaman (mm/hari)
         WLR       = penggantian lapisan air (mm/hari)
         P             = Perkolasi (mm/hari)
         Re           = Curah hujan efektif (mm)
2.6.2        Kebutuhan air irigasi untuk penyiapan lahan
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan bertujuan untuk mempermudah bajakan dan menyiapkan kelembaban tanah guna pertumbuhan tanaman. Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan air untuk penyiapan lahan, yaitu, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan dan jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat ditentukan berdasarkan kedalaman serta porositas tanah sawah.
Untuk memperkirakan kebutuhan air tersebut dapat digunakan rumus sebagai berikut (KP – 03, 1986):
PWR    =   ( Sa-Sb ) N .d   + Pd+ FI….……….....………...……………. 2.2
104
Dimana :
         PWR    =    Kebutuhan air untuk penyiapan lahan
         Sa         =    Derajat kejenuhan tanah setelah penyiapan lahan (%)
         Sb         =    Derajat kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimuali (%)
         N         =   Porositas tanah rata-rata untuk kedalaman tanah (%)
         D         =   Asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan    penyiapan
                           lahan (mm)
         Pd        =   Kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapan
                            lahan (mm)
FI        =     Kehilangan air sawah setelah satu hari (mm)
Untuk tanah bertekstur berat tanpa retak-retak, kebutuhan air untuk penyiapan lahan diambil 200 mm, ini termasuk untuk penjenuhan dan pengolahan tanah. Pada permulaan transpalasiselesai, lapisan air di bawah akan ditambah 50 mm. secara keseluruhan ini berarti bahwa lapisan air yang diperlukan menjadi 250 mm untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan air awal setelah transpalasi selesai.
Bila lahan telah dibiarkan selama jangka waktu yang cukup lama (lebih dari 2,5 bulan), maka lapisan air yang diperlukan diambil 300 mm termasuk 50 mm untuk penggenangan setelah transpalasi.
2.6.3        Kebutukan air selama penyiapan lahan.
Kebutuhan air selama penyiapan lahan dapat ditentukan secara empirissebesar 250 mm, meliputi kebutuhan untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan airawal setelah transplantasi selesai, (Kriteria Perencanaan Irigasi KP -  01, 1986). Untuk lahan yang sudah lama tidak ditanami (bero), kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat ditentukan sebesar 300 mm. Kebutuhan air untuk persemaian termasuk dalam kebutuhan air untuk penyiapan lahan.
Analisis kebutuhan air selama pengolahan lahan dapat menggunakanmetode seperti diusulkan oleh Van de Goor dan Ziljstra, (KP – 03, 1968) sebagai berikut:
IR       =   M e^k          ………………………....……………...…….   2.3
                           ( e^k) - 1﴿
 M       =  Eo + P ................................................................................  2.4   
       =   ………….....….……….………………...........……   2.5
Dimana:
IR    =   Kebutuhan air untuk pengolahan lahan (mm/hari)
M   =   Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan       perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan (mm/hari)
Eo   =  Evaporasi potensial (mm/hari)
P     =   Perkolasi (mm/hari)
K     =   Konstanta
T     =   Jangka waktu pengolahan (hari)
S     =   Kebutuhan air untuk penjenuhan (mm)
e     =   Bilangan eksponen: 2,7182
   Cara lain untuk menentukan kebutuhan air selama penyiapan lahan adalah dengan rumus sebagai berikut, (KP – 03, 1986):
WP       =   [ A .s + A .d. N - 1 ] 10  …………...….......…………….…... 2.6
                         2
         Dimana :
         Wp    =    Kebutuhan air saat pengolahan tanah (m3)
         A       =    Luas lahan
         S       =    Tebal lapisan air genangan
         d       =  Eo + P (mm)
         Eo      =    Evaporasi air terbuka (mm)
P        =    Perkolasi (mm)
N                   =    Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
2.6.4        Penggunaan konsumtif (ConsumtiveUsa)
Penggunaan konsumtif adalah kehilangan air yang disebabkan oleh evapotranspirasi (evaporasi dan transpirasi). Secara umum ada dua cara untuk menentukan besar kebutuhan air, yaitu dengan pengukuran langsung di lapangan dan dengan perhitungan pendekatan. Cara pengukuran langsung dengan melakukan percobaan lapangan merupakan cara yang terbaik, kerena diukur secara langsung sesuai dengan kebutuhan tanaman yang bersangkutan. Dua faktor yang dapat diukur secara langsung yaitu faktor evapotranspirasi dan perkolasi.
2.6.4.1  Evapotranpirasi kebutuhan air tananam.
Bila dilakukan dengan perhitungan, terlebih dahulu ditentukan harga evapotranspirasi pada tananam acuan (ETo, selanjutnya besar evapotranspirasi tanaman dimaksud (misalnya padi), adalah evapotranspirasi tanaman acuan dikalikan dengan koofisien tanaman, sehingga hubungan antara evapotranspirasi tanaman acuan dengan tanaman yang sebenarnya adalah, (Kp – 03,1986) :
         Etc          = Kc x Eto  ………………..……………....…………….…..   2.7
         Dimana :
         Etc          = Evapotranspirasi atau kebutuhan air tanaman (mm/hari)
         ETo        = Evapotranspirasi tanaman acuan (mm)
         Kc           = koefisian tanaman (Tabel  2.8)
2.6.4.2   Cara perhitungan pendekatan
Cara perhitungan pendekatan yang dapat ditentukan adalah besarnya evapotranspirasi untuk tanaman acuan (ETo) yaitu rerumputan pendek.cara yang dapat diguanakan untuk menghitung besarnya evapotranspirasi ini adalah dengan menggunakan Metode Modiffied Penman, metode ini dipengaruhi oleh variable-variabel klimatologi, yaitu temperatur , kelembaban udara, kecepatan angin dan penyinaran matahari (Radiasi)
         Rumus Modified Penman dalah sebagai berikut:
         ETo        = c [ W . Rn + (1 – W ). f(u). (ea - ed)].......................................2.8
         ed                = ea . Rh.......................................................................................2.9
         f(u)          = 0,27 (1 + 0,864 U )………...………………….…..………..2.10
         Rn           = Rns – Rn1……………………...………………….………….2.11
Rns          = (1-a).Rs……………………………………….…….....…….2.12
Rn1          = f(T) . f(ed) . f(n/N)…………………………...........………...2.13
f(ed)         = 0,34 – 0,04 ……………………………........…..……..2.14
f(n/N)      = 0,1 + 0,9 ( n/N )……………………….....……..…….…….2.15
Rs            = ( 0,25 + 0,50 n/N ) Ra……………….....…........…....….…..2.16
Dimana :
ETo       =    Evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hr)
W           =    Faktor yang berhubungan dengan suhu (T) dan elevasi
daerah
Rs           =    Radiasi gelombang pendek matahari
      Ra   = Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luas   atmosfir(ekstra terestrial pengaruh awan terhadap penyinaran matahari )
Rn           =    Radiasi bersih gelombang panjang neto
Rns         =    Radiasi gelombang pendek neto
N       =   Penyinaran matahari maksimum yang mungkin terjadi pada suatu     tempat dan waktu (jam/hri)
n           =     Penyinaran matahari terukur (jam/hri)
f(T)       =     Efek temperatur terhadap radiasi gelombang panjang
f(ed)      =     Efek tekanan uap terhadap radiasi gelombang panjang
f(n/N)    =     Efek perbandingan penyinaran matahri terukur (jam/hari
f(u)        =     Fungsi kecepatan angin pada ketinggian 2 meter (m/det)
U           =     kecepatan angin pada ketinggian 2 meter di atas muka
tanah
(ea-ed)  =     Perbedaan tekanan uap jenuh dengan uap sebenarnya
ed=ea . RH (m Bar)
Rh          =     Kelembaban udara relatif (%)
a            =     Koofisien refleksi
c            =     Angka koreksi Penman yang besarnya melihat kondisi
     siang danmalam
Prosedur perhitungan ETo berdasarkan rumus Penman modifikasi adalahsebagai berikut :
1.   Mencari data suhu rerata bulanan (t) Tabel 2.7
2.   Berdasarkan nilai (T) dicari nilai (ea),W dan (1-w) Tabel 2.3
3.   Cari data kelembaban relatif (RH)
4.   Berdasar nilai (ea) dan RH cari (ed)
5.   Berdasar nilai (ed) cari nilai f(ed) Tabel 2.8
6.  Cari letak lintang daerah yang ditinjau
7.   Berdasar letak lintang cari nilai Ra, Tabel 2.5
8.   Cari data kecerahan matahari (n/N), Tabel 2.6
9.   Berdasar nilai (Ra) dan (n/N) cari besaran (Rs)
10. Berdasar nilai (n/N) cari nilai f(n/N), Tabel 2.9
11. Cari data kecepatan angin rerata bulanan (u)
12. Berdasar nilai (u) cari besaran f(u)
13. Hitung besar Rn1 = f(t) . f(ed).f(n/N)
14. Cari besarnya angka koreksi ( c )
16.Hitung Eto



2.6.4.3  Perkolasi
Perkolasi adalah masuknya air dari daerah tidak jenuh ke daerah jenuh air. Pada proses ini air tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Laju perkolasi lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1.           Tekstur tanah
2.           Permebealitas tanah
Menurut stadar perencanaan irigasi (1986) laju perkolasi normal sesudah dilakukan penggenangan berkisar antara 1 – 3  mm/hari. Angka ini sesuai untuk tanah lempung berat dengan karakteristik pengolahan yang baik. Pada jenis-jenis tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi.





Tabel 2.3. Tekan uap air (ea) dalam mbar suhu udara rata-rata C
Temp. C
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
ea. mbar
6.1
6.6
7.1
7.6
8.1
8.7
9.3
10
10.7
11.5
12.3
13.1
14
15
16.1
17
18.2
19.4
20.6
22
Sumber : Crop Water Requirements, Food And Agriculture Organisation Revised . 1977
Temp. C
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
ea. mbar
23.4
24.9
26.4
28.1
29.8
31.7
33.6
35.7
37.8
40.1
42.2
44.9
47.6
50.3
53.2
56.2
59.4
62.8
66.3
69.9

Tabel 2.4. Harga faktor (w) untuk pengaruh radiasi pada temperatur dan ketinggian yang berbeda
Temp.C
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
32
34
36
38
40
W Pada Elv.(m)
0
500
1000
2000
3000

0.43
0.44
0.46
0.49
0.52

0.46
0.44
0.49
0.52
0.55

0.49
0.48
0.52
0.55
0.58

0.52
0.51
0.55
0.58
0.61

0.55
0.54
0.58
0.61
0.64

0.58
0.57
0.61
0.64
0.66


0.61
0.60
0.64
0.66
0.69


0.64
0.62
0.66
0.69
0.71

0.66
0.65
0.69
0.71
0.73

0.69
0.67
0.71
0.73
0.75

0.71
0.70
0.73
0.75
0.77


0.73
0.72
0.75
0.77
0.79

0.75
0.74
0.77
0.79
0.81


0.77
0.76
0.79
0.81
0.82


0.78
0.78
0.80
0.82
0.84


0.80
0.79
0.82
0.84
0.85


0.82
0.81
0.83
0.85
0.86


0.83
0.84
0.85
0.86
0.87


0.84
0.85
0.86
0.87
0.88


0.85
0.86
0.87
0.88
0.89

Sumber : Crop Water Requirements, Food And Agriculture Organisation Revised . 1977



Tabel 2.5. Besarnya Radiasi (RA) pada garis lintang yang berbeda
LS
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
17.3
17.1
16.9
16.7
16.6
16.4
16.1
15.8
15.5
15.3
15.0
16.5
16.5
16.4
16.4
16.3
16.3
16.1
16.0
15.8
15.7
15.5
15.0
15.1
15.2
15.3
15.4
15.5
15.5
15.6
15.6
15.7
15.7
13.0
13.2
13.5
13.7
14.0
14.2
14.4
14.7
14.9
15.1
15.3
11.0
11.4
11.7
12.1
12.5
12.8
13.1
13.4
13.8
14.1
14.4
10.0
10.4
10.8
11.2
11.6
12.0
12.4
12.8
13.1
13.5
13.9
10.4
10.8
11.2
11.6
12.0
12.4
12.7
13.1
13.4
13.7
14.1
12.0
12.3
12.6
12.9
13.2
13.5
13.7
14.0
14.3
14.5
14.8
13.9
14.1
14.3
14.5
14.7
14.8
14.9
15.0
15.1
15.3
15.4
15.8
15.8
15.8
15.8
15.8
15.9
15.8
15.7
15.6
15.5
15.4

17.0
16.8
16.7
16.5
16.4
16.2
16.0
15.8
15.5
15.3
15.1

17.40
17.10
16.80
16.60
16.50
16.20
16.00
15.70
15.40
15.10
14.80
Sumber : Crop Water Requirements, Food And Agriculture Organisation Revised . 1977
Table 2.6.  Lamanya penyinaran matahari rata-rata maksimum (N) yang mungkin terjadi untuk bulan dan garis lintang yang   berbeda
LS
Juli
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
Januari
Feb
Maret
April
Mey
Juni
30
25
20
15
10
5
0
10.4
11.0
11.3
11.3
11.6
11.8
12
11.1
11.5
11.6
11.6
11.8
11.9
12.0
12.0
12.0
12.0
12.0
12.0
12.0
12.0
12.9
12.7
12.6
12.5
12.3
12.2
12.0
13.6
13.3
13.1
12.8
12.6
12.3
12.0
14.0
13.7
13.3
13.0
12.7
12.4
12.0
13.9
13.5
13.2
12.9
12.6
12.3
12.0
13.2
13.0
12.8
12.6
12.4
12.3
12.0
12.4
12.3
12.3
12.2
12.1
12.1
12.0
11.5
11.6
11.7
11.8
11.8
12.0
12.0
10.6
10.9
11.3
11.4
11.6
11.9
12.0
10.2
10.6
10.9
11.2
12.5
12.8
12.0
Sumber : Crop Water Requirements, Food And Agriculture Organisation Revised . 1977

Tabel 2.7. Pengaruh temperatur f (T) pada radiasi gelombang panjang (Rnl)
TC
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
32
34
36
F(T)
11.0
11.4
11.7
12.0
12.4
12.7
13.1
13.5
13.8
14.2
14.6
15.0
15.4
15.9
16.3
16.7
17.1
17.5
17.8
Sumber : Crop Water Requirements, Food And Agriculture Organisation Revised . 1977
Tabel 2.8. Pengaruh tekanan jenuh uap air (ed) pada radiasi gelombang panjang (Rnl)
Ed mbar
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
32
34
36
F (ed)
0.23
0.22
0.20
0.19
0.18
0.16
0.15
0.14
0.13
0.12
0.12
0.11
0.10
0.09
0.08
0.08
Sumber : Crop Water Requirements, Food And Agriculture Organisation Revised . 1977
Tabel 2.9 s.Pengaruh f (n/N) pada radiasi gelombang panjang (Rnl)
n/N
0
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.45
0.50
0.55
0.60
0.65
0.70
0.75
F(n/N)
0.10
0.15
0.19
0.24
0.28
0.33
0.37
0.42
0.46
0.51
0.55
0.60
0.64
0.69
0.73
0.78

n/N
0.80
0.85
0.90
0.95
1.00
F(n/N)
0.82
0.86
0.91
0.95
1.00
Sumber : Crop Water Requirements, Food And Agriculture Organisation Revised . 197

Tabel 2.10. Harga factor (1-w) kerena pengaruh kecepatan angin dan kelembaban pada  temperature dan ketinggian yang berbeda.







Sumber : Crop Water Requirements, Food And Agriculture Organisation Revised . 1977

Tabel 2.11. Harga koefisien tanaman (kc) untuk tanaman padi        
Bulan
Nedeco / Prosida
FAO
Varietas biasa 1
Varietas unggul 2
Varietas biasa
Varietas unggul
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
1.20
1.20
1.32
1.40
1.35
1,24
1.12
0
1.20
1.27
1.33
1.30
1.30
0
1.10
1.10
1.10
1.10
1.10
1.05
0.95
0
1.10
1.10
1.05
1.05
0.95
0
Sumber : Dirtjen Pengairan DPU, 1996
Tabel 2.12. Harga Koefisien tanaman (kc) untuk tanaman palawija
Tanaman
Jangka Tumbuh
(hari)
Kc untuk setengah bulanan ke
1
2
3
4
5
6
Kedelai
85
0.50
0.75
1.00
1.00
0.82
0.45
Jagung
80
0.50
0.59
0.96
1.05
1.02
0.95
Bawang
70
0.50
0.51
0.69
0.90
0.95

Buncis
75
0.50
0.64
0.89
0.95
0.88

Rara-rata
88
0.50
0.60
0.84
0.95
0.92
0.78
Sumber : Dirtjen Pengairan DPU, 1996
2.6.5        Penggantian lapisan air
Penggantian lapisan air dilakukan sebanyak satu kali masing-masing 50 mm atau 3,3 mm/hari selama 1/2 bulan yang diberikan pada satu bulan atau dua bulan setelah transplantasi.
2.6.6        Curah hujan efektif
Untuk merencanakan kebutuhan air irigasi, curah hujan yang dipakai adalah hujan efektif, yaitu bagian hujan yang secara efektif tersedia untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Perhitungan curah hujan efektif disini didasarkan pada curah hujan tengah bulanan dengan peluang kejadian 80 %. Untuk memperoleh hujan efektif diperlukan data dari stasiun hujan terdekat. Hujan efektif harian adalah 70 % dari 80 % probabilitas untuk tanaman padi.
         Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut, (KP – 03, 1986)
 ………………………………………………………2.17                                
               Dimana :
               Re         = Curah hujan efektif
               R80         = Curah hujan andalan 80%
            Sedangkan metode yang digunakan untuk palawija didasarkan pada curah hujan tengah bulanan, dengan kemungkinan tidak terpenuhi 50 % (R50).  Palawija = R50/15
2.6.7        Efisiensi irigasi
Efisiensi irigasi didasarkan pada asumsi bahwa sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang, baik di saluran maupun di petak sawah. Besarnya kehilangan air disaluran irigasi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1.      Kegiatan eksploitasi dan penyadapan liar.
2.      Adanya resapan disepanjang saluran pembawa.
3.      Adanya  bocoran disepanjang saluan pembawa
            Besarnya efisiensi saluran irigasi ditetapkan sebagai berikut, (KP – 03, 1986)
1.      Efisiensi saluran primer           = 90 %            = 0,90
2.      Efisiensi saluran sekunder       = 90 %            = 0,90
3.      Efisiensi saluran tersier           = 80 %            = 0,80
           Total efisiensi diasumsikan sebesar  :
          Ep x Es x Et       =   0,90 x 0,90 x 0,80             = 0,65 ……….….…….……2.18
2.7     Perencanaan jaringan  irigasi
Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk mengatur air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan pembagian, pemberian dan penggunaannya. Saluran yang direncanakan adalah saluran berpenampang segi empat dengan pasangan batu kali  2 sisi + dasar.
2.7.1     Menghitung debit rencana saluran
Besarnya debit rencana pada saluran irigasi dihitung dengan menggunakan  rumus berikut, (KP – 03, 1986)

 …………………………….………….……………… 2.19
             ………………………….……………….………….....  2.20
=
            Dimana :
       =  Debit rencana (ltr/dtk)
             =  Debit saluran (ltr/dtk)
                = Koefisien pengurangan kerena adanya sistem  golongan
(c = 1)
          =  Kebutuhan air bersih disawah (lter/dtk/Ha)
                            =  Efisiensi irigasi
                            =  Luas areal (Ha)

2.7.2           Rumus-rumus aliran dan saluran
……………….……………………………..………….……….. 2.21
………………………..……...………..………………….2.22
 ………………………...…………………………..……………… 2.23
 (untuk saluran berpenampang persegi panjang)...…….................2.24
(untuk saluran berpenampang trapesium)………...............2.25
 (untuk saluran berpenampangsegi empat)……......................2.26
……..………………………………………...………..2.27
(untuk saluran berpenampang Trapesium)
Dimana :
      Q         =     Debit aliran (ltr/dtk)
      V          =      Kecepatan aliran yang diijinkan (m/dtk)
      R          =     Jari-jari hidrolis (m)
      A          =     Luas penampang saluran (m2)
      P          =     Keliling basah (m)
      I           =     Kemiringan saluran
      b          =     Lebar saluran (m)
            h          =     Tinggi air (m)
            m         =     Kemiringan talut (1 vertikal : m horizontal)
Tabel 2.13. Kecepatan aliran yang diijinkan pada saluran terbuka








Sumber : Kriteria perencanaan irigasi KP – 04, 1986)
2.7.3           Koefisien kekasaran  Strickler
Koefisien kekasaran Strickler (K) tergantung pada factor sebagai berikut :
1.   Kekasaran permukaan saluran
2.   ketidak beraturan permukaan saluran
3.   Trase saluran
4.   Vegetasi tumbuhan
5.   Sedimen
Table 2.14. Harga koefisien Strickler (K) untuk saluran irigasi.
No.
Jenis Saluran
Harga K
1




2
3
4
5
6
7
8
Saluran tanah
1.                  q < 1 m3/ dtk
2.                  1 < q < 5
3.                  5 < q < 5
4.                  q < 10
Satu sisi talut pasangan
Talut pasangan dasar tanah
Kedua talut dasar saluran pasangan
Satu sisi talut dari beton
Kedua talut dari beton dasar tanah
Kedua talut dari dasar saluran
Saluran dari pasangan dan diplester

35
40
42,5
45
42
45
60
45
50
70
75

Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi (KP – 01, 1986)
2.7.4           Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan berguna untuk :
1.      Menaikan muka air diatas tinggi muka air maksimum
2.      Mencegah kerusakan tanggul saluran
Meningginya muka air sampai diatas tinggi yang telah direncanakan bisa disebabkan oleh penutupan pintu secara tiba-tiba disebelah hilir,  variasi ini akan bertambah dengan besarnya debit. Meningginya muka air dapat pula diakibatkan oleh pengaliran air bangunan kedalam saluran. Tinggi jagaan minimum yang diberikan pada saluran primer dan sekunder dikaitkan dengan debit rencana saluaran seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 2.


Tabel 2.15. Tinggi jagaan minimum untuk saluran irigasi                 
No.
Debit (m3/dtk)
Tinggi jagaan (w)
Tanah (m)
Pasangan (m)
1
2
3
4
5
6
< 0,5
0,5-1,5
1,5-5,0
5-10
10-15
>15
0,40
0,50
0,60
0,75
0,85
1,00
0,20
0,20
0,25
0,30
0,40
0,50
Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi (KP – 01, 1986)
2.7.5           Kemiringan sisi saluran (m)
           Kemiringan saluran (talud) direncanakan securam mungkin dengan tujuan menekan biaya pembebanan dan penggalian tanah dan juga kemungkinan terjadi rembesan. Harga-harga kemiringan maksimum untuk saluran tanah yang dibuat dengan bahan-bahan kohesif yang dipadatkan dengan baik, dapat dilihat dalam Table 2.16.
Table 2.16. Kemiringan sisi saluran (1 vertikal : m horisontal).
No.
Kedalaman + tinggi jagaan D (m)
Kemiringan Maksimum Talut
1.
2
3.
D ≥  1,0
1,0  < D ≥ 2,0
D ≥  2,0
1  :  1,0
1  :  1,5
1  :   2,0
Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi (KP – 01, 1986)
Dimana :
D   = Tinggi saluran  (h + W )………………………….…………. 2.28
h    = Tinggi muka air (m)
W   = Tinggi jagaan (m)


2.7.6           Perbandingan lebar dasar saluran
Saluran kecil  di desain dengan perbandingan
b/h  = 1  b = h………………………....…………….….…….. .   2.29
Sedangkan saluran-saluran dengan debit besar didesain dengan lebar  (b) dan kedalaman (h) dengan rasio “n” hingga 10.
Nilai perbandingan dasar saluran dapat dilihat pada Tabel 2.17
Tabel 2.17. Nilai perbandingan dasar saluran
No.
Q (m3/dtk)
N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
0,15 – 0,30
0,30 – 0,50
0,50 – 0,75
0,75 – 1,00
1,00 – 1,50
1,50 – 3,00
3,00 – 4,50
4,50 – 5,00
5,00 – 6,00
6,00 – 7,50
7,50 – 9,00
9,00 – 10,00
10,00 – 11,00
11,00 – 15,00
15,00 – 25,00
25,00 – 40,00
1,0
1,0 – 1,2
1,2 – 1,3
1,3 – 1,5
1,5 – 1,8
1,8 – 2,3
2,3 – 2,7
2,7 – 2,9
2,9 – 3,1
3,1 – 3,5
3,5 – 3,7
3,7 – 3,9
3,9 – 4,2
4,2 – 4,9
4,9 – 6,5
6,5 – 9,00
Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi (KP – 01, 1986)


2.7.7           Bangunan Sadap
           Bangunan sadap berfungsi untuk mendistribusikan air dari saluran primer atau saluran sekunder kepetak-petak tersier dengan bantuan saluan tersier dan box-box tersier. Bangunan sadap terbagi menjadi dua yaitu :
1.                  Bangunan sadap sekunder
1.      Memberi air kesaluran sekunder, sehingga dapat melayani lebih dari satu petak tersier
2.      Kapasitas bangunan sadap tidak lebih sekitar 0,250 m³/ detik
Ada tiga tipe bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan sadap sekunder yaitu :
1.          A.U Romijn
2.          A.U Crump – de Gruyler
3.          Pintu aliran bawah dengan A.U ambang lebar
2.                  Bangunan sadap tersier
1.          Memberi air pada petak-petak tersier
2.          Kapisitas bangunan sadap 50 liter/ detik – 250 liter/ detik
3.          Bangunan sadapa yang paling cocok adalah A.U Romijn
Dalam perencanaannya bangunan sadap ini juga dilengkapi dengan pintu pengatur debit. Permasalah umumnya menggunakan pintu sorong pada bangunan bagi maupun sadap.
Q = K. µ. A. b  …………….(pers.3.1)
Sumber : kriteria perencanaan (KP-04)
 Dimana :
Q   = debit (m³/ detik)
K   = Faktor Aliran Tenggelam(lihat gambar)
µ    = Koefisien Debit (lihat gambar)
a    = Bukaan Pintu (m)
b    = Lebar Pintu (m)
g    = kecepatan gravitasi ( 9,8 m/ detik²)
h = Kedalaman Air diatas Ambang (m)
Lebar (b) minimum = 0,50 (m)
Persamaan umum yang dipakai dalam perhitungan pintu Romijn adalah :
Q   = Cd. Cv. ⅔ . …………(pers.3.2)
Sumber : kriteria perencanaan (KP-04)
Dimana :
Q   = Debit (m³/ detik)
Cd = Koefisian Debit
Cv = Koefisian Kecepatan Datang
Bc = Lebar Meja (m)
   = Lebar Energi Hulu di Atas Meja (m)
cd  = 0,93 + 0,10 x Hˌ/ l
Bangunan bagi dan bangunan sadap dilengkapi dengan alat ukur debit menggunakan pintu sorong.

Tabel 2.5. Besaran Debit Yang Dipakai Untuk Alat Ukur Romijn Standar.
Lebar (m)
Hˌmaks (m)
Besar Debit (m³/detik)
0,50
0,33
0-0,160
0,50
0,50
0,030 – 0,300
0,75
0,50
0,040 – 0,450
1,00
0,50
0,050 – 0,600
1,25
0,50
0,070 – 0,750
1,50
0,50
0,080 – 0,900
Sumber : Kriteria Perencanaan (KP-04) Saluran.Direktor Jenderal Pengairan Tahun 1986,   




                                                  




M.A.U
MAH

E.D.U
E.D.H
H2
a
H1
H2
                                                                                        
                                                                   





Gambar 2.2  Bangunan Sadap Yang Dilengkapi Dengan Pintu Pengatur Debit Yang  Menggunakan Pintu Sorong
Keterangan Gambar :
H1  = Tinggi Energy udik
H1  = Perubahan Tinggi Energy Udik
a    = Lebar Bukaan
H2  = Tinggi Energi Hilir








Gambar 2.3  Bangunan Bagi Yang Dilengkapi Dengan Pintu Sorong
Keterangan Gambar :
H1  = Tinggi Energy udik
H1  = Perubahan Tinggi Energy Udik
a    = Lebar Bukaan
H2  = Tinggi Energi Hilir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar