BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Pengertian
2.1.1
Definisi
Irigasi
Pengertian
irigasi pada dasarnya sama, ditinjau dari makna kata itu sendiri maupun makna
secara umum. Kata irigasi berasal dari kata “irrigate“ dalam bahasa Belanda dan “ Irrigation “ dalam bahasa Inggris.
Menurut
Abdullah Angoedi dalam Sejarah Irigasi di Indonesia disebutkannya bahwa dalam
laporan Pemerintah Belanda irigasi didefinisikan sebagai berikut :
“
Secara teknis menyalurkan air melalui saluran-saluran pembawa ke tanah
pertanian dan setelah air tersebut diambil manfaat sebesar-besarnya
menyalurkannya ke saluran-saluran pembuangan terus ke sungai “ (Mawardi,1989 :
5 ).
Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005, Irigasi adalah pengaturan pembagian
atau pengaliran air menurut sistem tertentu untuk sawah.
Beberapa
pengertian umum irigasi yang dikemukakan oleh para ahli antara lain :
1.
Menurut Gandakoesuma (
1981 : 9 ), Irigasi adalah usaha mendatangkan air dengan membuat
bangunan-bangunan dan saluran untuk mengalirkan air guna keperluan pertanian,
membagi-bagikan air ke sawah-sawah atau ladang-ladang dengan cara yang teratur
dan membuang air yang tidak dipergunakan lagi, setelah air dipergunakan semua
tindakan yang diambil untuk memungkinkan pembatasan dari pengambilan air dari
sumbernya dibawah ketempat-tempat dimana air dibutuhkan atau diperlukan serta
membaginya kepada tanaman yang semuanya dinamakan irigasi.
2.
Menurut Mawardi ( 1989
: 5 ), Irigasi adalah usaha untuk memperoleh air yang menggunakan bangunan dan
saluran buatan untuk memperoleh penunjang produksi pertanian.
2.1.2
Air Irigasi
Menurut
Mawardi ( 1989 : 6 – 7 ), air merupakan faktor yang paling penting dalam
bercocok tanam. Selain jenis tanaman, kebutuhan air bagi suatu tanaman juga
dipergaruhi oleh sifat dan jenis tanah, keadaan iklim, kesuburan tanah, cara
bercocok tanam, luas daerah pertanian, topografi, periode tumbuh dan sebagainya.
Cara pemberian air pada tanaman padi tergantung pada umur padi yang ditanam.
Air
untuk irigasi dipergunakan untuk tanaman padi, palawija termasuk tebu,
buah-buahan dan rumput. Padi bukanlah tanaman air tapi untuk hidupnya dia
memerlukan air. Padi gogo ditanam di ladang dan berhasil kalau banyak turun
hujan.
Penentuan
kebutuhan air untuk tanaman terdapat cara :
1. Menurut
tingginya air yang dibutuhkan guna sebidang tanah yang ditanam. Atau banyaknya
air sama dengan tingginya air yang dibutuhkan dikalikan luas tanah.
2.
Banyaknya air yang
dibutuhkan pada kesatuan luas untuk sekali penyiraman atau untuk selama
pertumbuhannya.
3.
Kesatuan pengaliran air
yaitu isi dalam kesatuan waktu pengalirannya untuk kesatuan luas (
liter/detik/hektar ).
4.
Menentukan luas tanaman
yang dapat dialiri oleh pengaliran air yang banyaknya tertentu.
Cara
ketiga yaitu yang lazim digunakan di Indonesia. Dapat memudahkan perhitungan
guna menetapkan luas bidang tanah yang dapat diairi dari saluran.
2.2.
Tujuan
dan Manfaat Dari Irigasi
2.2.1
Tujuan
Irigasi
Secara garis
besar, tujuan irigasi digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu:
1.
Tujuan langsung
Tujuan
langsung irigasi adalah untuk membasahi tanah berkaitan dengan kapasitas
kandungan air dan udara ditanah sehingga dapat dicapai suatu kondisi yang sesuai
dengan kebutuhanpertumbuhan tanaman.
2.
Tujuan tidak langsung
Tujuan
tidak langsung antara lain:mengangkut bahan pupuk melalui aliran air, mengatur
suhu tanah, mencuci tanah yang mengandung racun, menaikkan muka air tanah,
meninggikan elevasi air.
2.2.2
Manfaat
irigasi
Dengan terairi lahan pertanian akan
diperoleh manfaat sebagai berikut:
1.
Pengelolahan
tanah bagi pertanian akan mudah dan ringan dalam pelaksanaannya.
2.
Tananam
pengganggu (gulma) akan lebih mudah diberantas.
3.
Pengaturan
temperatur tanah dapat berlangsung sesuai dengan yang dikehendaki oleh tanaman.
4.
Berlangsungnya
perbaikan dan peningkatan kesuburan tanah.
5. Memperlancar
proses leaching (pencucian tanah).
2.3.
Jaringan
Irigasi
Jaringan
irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk
pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian,
pemberian dan penggunaanya. Sercara
hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan tersier.
Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder.
Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam
petak tersier. Satu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jaringan
irigasi disebut dengan daerah irigasi.
2.4. Klasifikasi Jaringan
Irigasi
Berdasarkan cara
pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat
dikelompokan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
1. Jaringan
irigasi sederhana.
2. Jaringan
irigasi semi teknis.
3. Jaringan
irigasi teknis.
Tabel 2.1. Klasifikasi jaringan irigasi,
KLASIFIKASI JARINGAN IRGASI
|
|||
Teknis
|
Semi teknis
|
Sederhana
|
|
Bangunan utama
|
Bangunan
permanen
|
Bangunan
permanent/ semi permanen
|
Bangunan
sementara
|
Kemampuan dalam mengukur dan
mengatur debit
|
Baik
|
Sedang
|
Tidak mampu mengatur atau mengukur
|
Jaringann saluran
|
Saluran
pemberi dan bembuang terpisah
|
Saluran
pembuang dan pemberi tidak sepenuhnya terpisah
|
Saluran
pemberi dan pembuang menjadi satu
|
petak tersier
|
ikembangkan
sepenuhnya
|
Belum
dikembangkan, dentitas bangunan tersier jarang
|
Belum ada
jaringan terpisah yang dikembangkan
|
efisiensi
secara keseluruhan
|
0 – 60 %
|
75 – 50 %
|
< 75 %
|
kurang
|
tak ada
batasan
|
< 2000
hektar
|
< 500
hektar
|
Sumber : Kriteria
Perencanaan Irigasi (KP – 01, 1986)
2.4.1.Jaringan irigasi
sederhana
Jaringan irigasi sederhana biasanya diusahkan secara
mandiri oleh suatu kelompok petani pemakai air, sehingga kelengkapan maupun
kemampuan dalam mengukur dan mengatur masih sangat terbatas. Air lebih akan
mengalir ke selokan pembuang. Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang sampai
curam dan tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembuangan air.
Kalemahan
dari jaringan irigasi sederhana yaitu :
1.
Terjadi
pemborosan air kerena banyak air yang terbuang.
2.
Air
yang terbuang tidak selalu mencapai lahan di sebelah bawah yang lebih subur.
3.
Bangunan
penyadap bersifat sementara, sehingga tidak mampu bertahan lama.
Sumber
: Kriteria Perencanaan Irigasi (KP
– 01, 1986)
Gambar 2.1. Skematis contoh jaringan irigasi sederhana.
2.4.2.Jaringan irigasi semi
teknis
Jaringan irigasi semi teknis memiliki bangunan sadap
yang permanen ataupun semi permanen. Banguanan sadap pada umumnya sudah
dilengkapi dengan bangunan pengambil dan pengukur. Jaringan saluran sudah
terdapat beberapa bangunan permanen, namun sistem pembagianya belum sepenuhnya
mampu mengatur dan mengukur. Kerena belum mampu mengatur dan mengukur dengan
baik, sistem pengorganisasian biasanya lebih rumit. Daerah layanan lebih luas
dari pada irigasi sederhana.
Sumber
: Kriteria Perencanaan Irigasi (KP
– 01, 1986)
Gambar 2.2. Skematis contoh jaringan irigasi semi teknis.
2.4.3. Jaringan irigasi teknis
Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi
teknis adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang. Pengaturan dan pengukuran dilakukan dari bangunan
penyadap sampai ke petak tersier. Hal ini berarti bahwa baik saluran pembawa,
bangunan sadap maupun saluran pembuang
bekerja dengan fungsinya masing-masing.
Untuk
memudahkan system pelayanan irigasi kepada lahan pertanian, disusun suatu
organisai petak yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier,
petak kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil, semua komponen dari
masing-masing saluran ini di lengkapi dengan bangunan bagi sadap dan bangunan
pengukur dan pengatur debit. Semua bangunan bersifat permanen.
Sumber
: Kriteria Perencanaan Irigasi (KP
– 01, 1986)
Gambar 2.3. Skematis contoh jaringan irigasi teknis
2.4.4.Bangunan pelengkap
1. Bangunan bagi.
Bangunan bagi adalah bangunan yang terletak pada saluran primer yang
membagi air ke saluran-saluran sekunder atau pada saluran sekunder yang membagi
air ke saluran sekunder yang lain. Khusus untuk saluran tersier dan kuarter
bangunan bagi ini masing-masing disebut boks tersier dan boks kuarter.
Sesuai dengan
fungsinya maka bangunan bagi harus memenuhi syarat
1.
Pembagian
air keseluruh jaringan irigasi harus dicukupi dengan teliti sesuai dengan
kebutuhannya.
2.
Perlu
bangunan pengontrol berupa pintu sorong atau balok sekat untuk mengontrol taraf
muka air.
Untuk itu pada
bangunan bagi harus terdapat bangunan pengontrol taraf muka air dan pengatur
debit yang terdiri dari tiga macam yaitu:
1.
Pintu
pengukur yang berfungsi untuk mengukur debit yang dilaluinya.
2.
Pintu
pengatur yang berfungsi untuk mengatur taraf muka air yang dilaluainya.
3. Kombinasi
antara keduanya
2. Bangunan
sadap
Bangunan yang
digunakan untuk menyadap atau mengambil
air dari saluran primer ke saluran sekunder atau tersier dan atau dari saluran
sekunder ke saluran tersier.
Letak dari
pada bangunan sadap :
1.
Bangunan
sadap untuk menyadap aliran dari saluran primer ke saluran sekunder disebut
bangunan sadap sekunder, terletak di saluran primer.
2.
Bangunan
sadap untuk menyadap aliran dari saluran sekunder ke saluran tersier disebut
bangunan sadap tersier, terletak di saluran sekunder.
3.
Bangunan
sadap akhir terletak di bagian akhir saluran sekunder.
3. Bangunan
bagi sadap
Bangunan ini
apabila disuatu lokasi diperlukan adanya bangunan bagi dan bersamaan itu pula diperlukan
bangunan sadap, maka dibuatlah bangunan bagi sadap yang merupakan kombinasi
dari bangunan bagi dan bangunan sadap.
Banguna bagi-sadap adalah sebuah
bangunan yang berfungsi membagikan air dan menyabang dari :
1.
Saluran
primer ke saluran primer yang lain dan atau dari saluran primer ke saluran
tersier.
2.
Saluran
primer ke saluran sekunder dan atau saluran sekunder ke saluran tersier.
3.
Saluran
sekunder yang satu ke saluran sekunder yang lain dan atau dari saluran sekunder
ke saluran tersier.
4. Bangunan
pengatur muka air.
Agar
pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan, perlu dilakukan dengan
pengaturan dan pengukuran aliran di bangunan sadap (awal saluran tersier),
cabang saluran jaringan primer serta bangunan sadap primer dan sekunder. Bangunan
pengatur muka air dimaksudkan untuk dapat mengatur muka air sampai batas-batas
yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang konstan dan sesuai dengan
yang dibutuhkan. Bangunan pengukur
dimaksudkan untuk dapat memberikan informasi mengenai besar aliran yang
dialirkan
Tabel 2.2. Beberapa jenis alat ukur debit.
Tipe
Alat Ukur
|
Mengukur
Dengan
|
Kemampuan
Mengukur
|
Ambang Lebar
Parshal Flume
Cipoletti
Romijn
Crump De Gruyter
Constant Head Orifice
Bangunan Sadap Pipa Sederhana
|
Aliran atas
Aliran atas
Aliran atas
Aliran atas
Aliran bawah
Aliran bawah
Aliran
bawah
|
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
|
Sumber : Kriteria
Perencanaan Irigasi (KP – 01, 1986)
2.5 Analisa
Hidrologi
2.5.1. Umum
Secara umum analisa hidrologi merupakan suatu
bagian analisa awalbangunan-bangunan air. Hal ini mempunyai pengertian bahwa
infor masi besaran-besaran yang diperoleh dalam analisa hidrologi merupakan
masukan penting dalam analisa selanjutnya. Pada dasarnya Bangunan Air harus
dirancang berdasar suatu patokan perancangan yang besar yang nantinya akan
menghasilkan rancangan yang memuaskan.Di dalam analisa hidrologi, salah satu
aspek analisa yang diharapkan dapat menunjang perancangan adalah peentapan
besaran perancangan, baik hujan, banjir, ketersedian air maupun unsur hidrologi
lainnya. Data yang dalam analisa hidrologi adalah :
1.
Data hujan
diperoleh dari stasiun hujan yang terdekat disekitar lokasi proyek dan dianggap
dapat mewakili Daerah Aliran Sungai (DAS). Pemelihan stasiun hujan didasarkan
pada kelengkapan data hujan stasiun itu.
2.
Data
klimotologi meliputi suhu atau temperatur udara, kelembapan udara, lamanya
sinar matahari dan kecepatan angin.
3.
Data debit
sungai.
4.
Data
catchment area sungai meliputi antara lain ; luas DAS, panjang sungai, dan
Kefesien pengaliran
2.5.2.
Curah hujan maksimum Rencana
Untuk menghitung curah hujan maksimum rencan dapat dihitung
menggunakan analisa frekuensidan probolitas.
Tujuan analisa frekuensidata hidrologi adalah berkaitan dengan besaran
peristiwa-peristiwa yangluar biasa (extrim) yang berkaitan dengan kejadiannya
melalui penarapandistribusi kemungkinan.Dalam ilmu statistika dikenal beberapa
macam distribusi frekuensidan empat jenis distribusi yang banyak digunakan
dalam bidang hidrologi (Sri Harto,
1993) Adalah :
1.
Distribusi
Normal
2.
Distribusi
Log Normal
3.
Distribusi
Log Person III dan
4.
Distribusi Gumbel
Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang
berkaitan dengan analisa data frekuensi yang meliputi rata-rata, simpang baku (Sx),
koefisian variasi (Cv), dan koefisien skewess (Cs).
2.6 Analisa kebutuhan air
untuk irigasi
Kebutuhan air irigasi adalah
banyaknya air yang dibutuhkan oleh suatu jenis tanaman untuk dapat tumbuh
dengan baik selama masa hidupnya. Besar
kebutuhan ini sangat tergantung dari jenis dan masa pertumbuhan tanaman. Besar
kebutuhan air di sawah untuk padi, ditentukan oleh faktor-faktor berikut :
1.
Pola tanam yang
direncanakan
2.
Luas areal yang akan ditanami
3.
Kebutuhan air pada petak sawah
4.
Efisiensi irigasi
Analisis kebutuhan air diprioritaskan
untuk memenuhi kebutuhan air Irigasi berdasarkan hasil perhitungan curah hujan
efektif yang datanya diambil dari Stasiun Curah Hujan Kelewae.
Perhitungan kebutuhan air dilakukan
dengan pola tanam Padi-Padi-Palawija,
dengan jadwal mulai tanam awal Nopember.
2.6.1
Kebutuhan
air di sawah
Kebutuhan
air disawah adalah kebutuhan air yang diperlukan pada petakan yang terdiri dari
:
1. Kebutuhan
air untuk pengolahan tanah
2. Kebutuhan
air untuk pertumbuhan tanaman
3. Kebutuhan
air untuk mengganti kehilangan air pada petakan-petakan sawah
4. Efisiensi
irigasi
Secara umum besarnya kebutuhan air
di sawah dinyatakan dalam suatu persamaan berikut, (KP – 03,
1986)
NFR = Etc + P - WLR + Re …………............…………………… 2.1
Dimana :
NFR = Kebutuhan air di
sawah (mm/hari)
Etc = Kebutuhan air
tanaman (mm/hari)
WLR = penggantian
lapisan air (mm/hari)
P = Perkolasi (mm/hari)
Re = Curah
hujan efektif (mm)
2.6.2
Kebutuhan
air irigasi untuk penyiapan lahan
Kebutuhan
air untuk penyiapan lahan bertujuan untuk mempermudah bajakan dan menyiapkan
kelembaban tanah guna pertumbuhan tanaman. Faktor-faktor yang menentukan
kebutuhan air untuk penyiapan lahan, yaitu, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan dan jumlah air yang diperlukan untuk
penyiapan lahan.
Pada umumnya jumlah air yang
dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat ditentukan berdasarkan kedalaman serta
porositas tanah sawah.
Untuk memperkirakan kebutuhan air
tersebut dapat digunakan rumus sebagai berikut (KP – 03, 1986):
PWR = ( Sa-Sb
) N .d + Pd+ FI….……….....………...……………. 2.2
104
Dimana :
PWR = Kebutuhan
air untuk penyiapan lahan
Sa
= Derajat kejenuhan tanah setelah penyiapan lahan (%)
Sb =
Derajat kejenuhan
tanah sebelum penyiapan lahan dimuali (%)
N = Porositas tanah rata-rata untuk kedalaman tanah (%)
D = Asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan penyiapan
lahan (mm)
Pd =
Kedalaman genangan
setelah pekerjaan penyiapan
lahan (mm)
FI = Kehilangan air sawah setelah satu hari
(mm)
Untuk tanah bertekstur berat tanpa retak-retak, kebutuhan
air untuk penyiapan lahan diambil 200 mm, ini termasuk untuk penjenuhan dan
pengolahan tanah. Pada permulaan transpalasiselesai, lapisan air di bawah akan
ditambah 50 mm. secara keseluruhan ini berarti bahwa lapisan air yang
diperlukan menjadi 250 mm untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan air awal
setelah transpalasi selesai.
Bila
lahan telah dibiarkan selama jangka waktu yang cukup lama (lebih dari 2,5
bulan), maka lapisan air yang diperlukan diambil 300 mm termasuk 50 mm untuk
penggenangan setelah transpalasi.
2.6.3
Kebutukan
air selama penyiapan lahan.
Kebutuhan
air selama penyiapan lahan dapat ditentukan secara empirissebesar 250 mm,
meliputi kebutuhan untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan airawal setelah
transplantasi selesai, (Kriteria Perencanaan Irigasi KP - 01, 1986). Untuk lahan yang sudah lama tidak
ditanami (bero), kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat ditentukan sebesar
300 mm. Kebutuhan air untuk persemaian termasuk dalam kebutuhan air untuk
penyiapan lahan.
Analisis
kebutuhan air selama pengolahan lahan dapat menggunakanmetode seperti diusulkan
oleh Van de Goor dan Ziljstra, (KP – 03, 1968) sebagai berikut:
IR = M e^k ………………………....……………...……. 2.3
﴾( e^k) - 1﴿
M =
Eo + P
................................................................................ 2.4
=
………….....….……….………………...........…… 2.5
Dimana:
IR = Kebutuhan air untuk pengolahan lahan
(mm/hari)
M
= Kebutuhan
air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan (mm/hari)
Eo
=
Evaporasi potensial (mm/hari)
P = Perkolasi (mm/hari)
K =
Konstanta
T = Jangka waktu pengolahan (hari)
S = Kebutuhan
air untuk penjenuhan (mm)
e
= Bilangan eksponen: 2,7182
Cara lain untuk menentukan kebutuhan air
selama penyiapan lahan adalah dengan rumus sebagai berikut, (KP – 03, 1986):
WP = [ A .s
+ A .d. N - 1
] 10 …………...….......…………….…... 2.6
2
Dimana :
Wp =
Kebutuhan air saat pengolahan tanah (m3)
A
= Luas lahan
S =
Tebal lapisan air genangan
d
= Eo +
P (mm)
Eo =
Evaporasi air terbuka (mm)
P = Perkolasi (mm)
N
= Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
2.6.4
Penggunaan
konsumtif (ConsumtiveUsa)
Penggunaan
konsumtif adalah kehilangan air yang disebabkan oleh evapotranspirasi
(evaporasi dan transpirasi). Secara
umum ada dua cara untuk menentukan besar kebutuhan air, yaitu dengan pengukuran
langsung di lapangan dan dengan perhitungan pendekatan. Cara pengukuran
langsung dengan melakukan percobaan lapangan merupakan cara yang terbaik,
kerena diukur secara langsung sesuai dengan kebutuhan tanaman yang
bersangkutan. Dua faktor yang dapat diukur secara langsung yaitu faktor
evapotranspirasi dan perkolasi.
2.6.4.1
Evapotranpirasi
kebutuhan air tananam.
Bila
dilakukan dengan perhitungan, terlebih dahulu ditentukan harga evapotranspirasi
pada tananam acuan (ETo, selanjutnya besar evapotranspirasi tanaman dimaksud
(misalnya padi), adalah evapotranspirasi tanaman acuan dikalikan dengan
koofisien tanaman, sehingga hubungan antara evapotranspirasi tanaman acuan
dengan tanaman yang sebenarnya adalah, (Kp – 03,1986) :
Etc = Kc
x Eto ………………..……………....…………….….. 2.7
Dimana :
Etc =
Evapotranspirasi atau kebutuhan air tanaman (mm/hari)
ETo = Evapotranspirasi
tanaman acuan (mm)
Kc = koefisian
tanaman (Tabel 2.8)
2.6.4.2 Cara perhitungan pendekatan
Cara perhitungan pendekatan yang dapat ditentukan adalah besarnya
evapotranspirasi untuk tanaman acuan (ETo) yaitu rerumputan pendek.cara yang
dapat diguanakan untuk menghitung besarnya evapotranspirasi ini adalah dengan
menggunakan Metode Modiffied Penman,
metode ini dipengaruhi oleh variable-variabel klimatologi, yaitu temperatur ,
kelembaban udara, kecepatan angin dan penyinaran matahari (Radiasi)
Rumus Modified Penman dalah sebagai
berikut:
ETo = c [ W .
Rn + (1 – W ). f(u). (ea - ed)].......................................2.8
ed = ea . Rh.......................................................................................2.9
f(u) = 0,27 (1
+ 0,864 U )………...………………….…..………..2.10
Rn = Rns – Rn1……………………...………………….………….2.11
Rns
= (1-a).Rs……………………………………….…….....…….2.12
Rn1 =
f(T) . f(ed) . f(n/N)…………………………...........………...2.13
f(ed) =
0,34 – 0,04
……………………………........…..……..2.14
f(n/N) =
0,1 + 0,9 ( n/N )……………………….....……..…….…….2.15
Rs
= ( 0,25 + 0,50 n/N ) Ra……………….....…........…....….…..2.16
Dimana :
ETo =
Evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hr)
W =
Faktor yang berhubungan dengan suhu (T) dan elevasi
daerah
Rs =
Radiasi gelombang pendek matahari
Ra = Radiasi gelombang pendek yang memenuhi
batas luas atmosfir(ekstra terestrial
pengaruh awan terhadap penyinaran matahari )
Rn = Radiasi
bersih gelombang panjang neto
Rns =
Radiasi gelombang pendek neto
N = Penyinaran matahari maksimum yang mungkin
terjadi pada suatu tempat dan waktu
(jam/hri)
n = Penyinaran matahari terukur (jam/hri)
f(T) = Efek temperatur terhadap radiasi gelombang
panjang
f(ed) = Efek tekanan uap terhadap radiasi
gelombang panjang
f(n/N) = Efek perbandingan penyinaran matahri
terukur (jam/hari
f(u) = Fungsi kecepatan angin pada ketinggian 2
meter (m/det)
U =
kecepatan angin pada ketinggian 2 meter di atas muka
tanah
(ea-ed) = Perbedaan tekanan uap jenuh dengan uap
sebenarnya
ed=ea . RH (m Bar)
Rh = Kelembaban udara relatif (%)
a = Koofisien refleksi
c
= Angka koreksi Penman yang besarnya melihat
kondisi
siang danmalam
Prosedur perhitungan ETo berdasarkan rumus Penman modifikasi
adalahsebagai berikut :
1. Mencari
data suhu rerata bulanan (t) Tabel
2.7
2. Berdasarkan
nilai (T) dicari
nilai (ea),W dan (1-w) Tabel 2.3
3. Cari data
kelembaban relatif (RH)
4. Berdasar
nilai (ea) dan RH cari (ed)
5. Berdasar
nilai (ed) cari nilai f(ed) Tabel 2.8
6. Cari letak
lintang daerah yang ditinjau
7. Berdasar
letak lintang cari nilai Ra, Tabel 2.5
8. Cari data
kecerahan matahari (n/N), Tabel 2.6
9. Berdasar nilai
(Ra) dan (n/N) cari besaran (Rs)
10. Berdasar nilai (n/N)
cari nilai f(n/N), Tabel 2.9
11. Cari data kecepatan angin rerata bulanan (u)
12. Berdasar nilai (u)
cari besaran f(u)
13. Hitung besar Rn1 = f(t) .
f(ed).f(n/N)
14. Cari besarnya angka koreksi ( c )
16.Hitung Eto
2.6.4.3
Perkolasi
Perkolasi
adalah masuknya air dari daerah tidak jenuh ke daerah jenuh air. Pada proses ini air tidak dapat dimanfaatkan oleh
tanaman. Laju perkolasi lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1.
Tekstur tanah
2.
Permebealitas tanah
Menurut stadar
perencanaan irigasi (1986) laju perkolasi normal sesudah dilakukan penggenangan
berkisar antara 1 – 3 mm/hari. Angka ini
sesuai untuk tanah lempung berat dengan karakteristik pengolahan yang baik. Pada
jenis-jenis tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi.
Tabel 2.3.
Tekan uap air (ea) dalam mbar suhu udara rata-rata C
Temp. C
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
13
|
14
|
15
|
16
|
17
|
18
|
19
|
ea. mbar
|
6.1
|
6.6
|
7.1
|
7.6
|
8.1
|
8.7
|
9.3
|
10
|
10.7
|
11.5
|
12.3
|
13.1
|
14
|
15
|
16.1
|
17
|
18.2
|
19.4
|
20.6
|
22
|
Sumber : Crop
Water Requirements, Food And Agriculture Organisation Revised . 1977
Temp. C
|
20
|
21
|
22
|
23
|
24
|
25
|
26
|
27
|
28
|
29
|
30
|
31
|
32
|
33
|
34
|
35
|
36
|
37
|
38
|
39
|
ea. mbar
|
23.4
|
24.9
|
26.4
|
28.1
|
29.8
|
31.7
|
33.6
|
35.7
|
37.8
|
40.1
|
42.2
|
44.9
|
47.6
|
50.3
|
53.2
|
56.2
|
59.4
|
62.8
|
66.3
|
69.9
|
Tabel 2.4. Harga faktor (w)
untuk pengaruh radiasi pada temperatur dan ketinggian yang berbeda
Temp.C
|
2
|
4
|
6
|
8
|
10
|
12
|
14
|
16
|
18
|
20
|
22
|
24
|
26
|
28
|
30
|
32
|
34
|
36
|
38
|
40
|
W
Pada Elv.(m)
0
500
1000
2000
3000
|
0.43
0.44
0.46
0.49
0.52
|
0.46
0.44
0.49
0.52
0.55
|
0.49
0.48
0.52
0.55
0.58
|
0.52
0.51
0.55
0.58
0.61
|
0.55
0.54
0.58
0.61
0.64
|
0.58
0.57
0.61
0.64
0.66
|
0.61
0.60
0.64
0.66
0.69
|
0.64
0.62
0.66
0.69
0.71
|
0.66
0.65
0.69
0.71
0.73
|
0.69
0.67
0.71
0.73
0.75
|
0.71
0.70
0.73
0.75
0.77
|
0.73
0.72
0.75
0.77
0.79
|
0.75
0.74
0.77
0.79
0.81
|
0.77
0.76
0.79
0.81
0.82
|
0.78
0.78
0.80
0.82
0.84
|
0.80
0.79
0.82
0.84
0.85
|
0.82
0.81
0.83
0.85
0.86
|
0.83
0.84
0.85
0.86
0.87
|
0.84
0.85
0.86
0.87
0.88
|
0.85
0.86
0.87
0.88
0.89
|
Sumber : Crop Water
Requirements, Food And Agriculture Organisation Revised . 1977
Tabel 2.5. Besarnya Radiasi (RA) pada garis
lintang yang berbeda
LS
|
Jan
|
Feb
|
Mar
|
Apr
|
Mei
|
Juni
|
Juli
|
Agt
|
Sep
|
Okt
|
Nop
|
Des
|
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
|
17.3
17.1
16.9
16.7
16.6
16.4
16.1
15.8
15.5
15.3
15.0
|
16.5
16.5
16.4
16.4
16.3
16.3
16.1
16.0
15.8
15.7
15.5
|
15.0
15.1
15.2
15.3
15.4
15.5
15.5
15.6
15.6
15.7
15.7
|
13.0
13.2
13.5
13.7
14.0
14.2
14.4
14.7
14.9
15.1
15.3
|
11.0
11.4
11.7
12.1
12.5
12.8
13.1
13.4
13.8
14.1
14.4
|
10.0
10.4
10.8
11.2
11.6
12.0
12.4
12.8
13.1
13.5
13.9
|
10.4
10.8
11.2
11.6
12.0
12.4
12.7
13.1
13.4
13.7
14.1
|
12.0
12.3
12.6
12.9
13.2
13.5
13.7
14.0
14.3
14.5
14.8
|
13.9
14.1
14.3
14.5
14.7
14.8
14.9
15.0
15.1
15.3
15.4
|
15.8
15.8
15.8
15.8
15.8
15.9
15.8
15.7
15.6
15.5
15.4
|
17.0
16.8
16.7
16.5
16.4
16.2
16.0
15.8
15.5
15.3
15.1
|
17.40
17.10
16.80
16.60
16.50
16.20
16.00
15.70
15.40
15.10
14.80
|
Sumber
: Crop
Water Requirements, Food And Agriculture Organisation Revised . 1977
Table 2.6.
Lamanya penyinaran matahari rata-rata maksimum (N) yang mungkin terjadi
untuk bulan dan garis lintang yang
berbeda
LS
|
Juli
|
Agust
|
Sep
|
Okt
|
Nop
|
Des
|
Januari
|
Feb
|
Maret
|
April
|
Mey
|
Juni
|
30
25
20
15
10
5
0
|
10.4
11.0
11.3
11.3
11.6
11.8
12
|
11.1
11.5
11.6
11.6
11.8
11.9
12.0
|
12.0
12.0
12.0
12.0
12.0
12.0
12.0
|
12.9
12.7
12.6
12.5
12.3
12.2
12.0
|
13.6
13.3
13.1
12.8
12.6
12.3
12.0
|
14.0
13.7
13.3
13.0
12.7
12.4
12.0
|
13.9
13.5
13.2
12.9
12.6
12.3
12.0
|
13.2
13.0
12.8
12.6
12.4
12.3
12.0
|
12.4
12.3
12.3
12.2
12.1
12.1
12.0
|
11.5
11.6
11.7
11.8
11.8
12.0
12.0
|
10.6
10.9
11.3
11.4
11.6
11.9
12.0
|
10.2
10.6
10.9
11.2
12.5
12.8
12.0
|
Sumber : Crop Water
Requirements, Food And Agriculture Organisation Revised . 1977
Tabel 2.7. Pengaruh temperatur
f (T) pada radiasi gelombang panjang (Rnl)
TC
|
0
|
2
|
4
|
6
|
8
|
10
|
12
|
14
|
16
|
18
|
20
|
22
|
24
|
26
|
28
|
30
|
32
|
34
|
36
|
F(T)
|
11.0
|
11.4
|
11.7
|
12.0
|
12.4
|
12.7
|
13.1
|
13.5
|
13.8
|
14.2
|
14.6
|
15.0
|
15.4
|
15.9
|
16.3
|
16.7
|
17.1
|
17.5
|
17.8
|
Sumber : Crop Water
Requirements, Food And Agriculture Organisation Revised . 1977
Tabel 2.8. Pengaruh tekanan
jenuh uap air (ed) pada radiasi gelombang panjang (Rnl)
Ed mbar
|
6
|
8
|
10
|
12
|
14
|
16
|
18
|
20
|
22
|
24
|
26
|
28
|
30
|
32
|
34
|
36
|
F (ed)
|
0.23
|
0.22
|
0.20
|
0.19
|
0.18
|
0.16
|
0.15
|
0.14
|
0.13
|
0.12
|
0.12
|
0.11
|
0.10
|
0.09
|
0.08
|
0.08
|
Sumber : Crop Water
Requirements, Food And Agriculture Organisation Revised . 1977
Tabel 2.9 s.Pengaruh f (n/N)
pada radiasi gelombang panjang (Rnl)
n/N
|
0
|
0.05
|
0.10
|
0.15
|
0.20
|
0.25
|
0.30
|
0.35
|
0.40
|
0.45
|
0.50
|
0.55
|
0.60
|
0.65
|
0.70
|
0.75
|
F(n/N)
|
0.10
|
0.15
|
0.19
|
0.24
|
0.28
|
0.33
|
0.37
|
0.42
|
0.46
|
0.51
|
0.55
|
0.60
|
0.64
|
0.69
|
0.73
|
0.78
|
n/N
|
0.80
|
0.85
|
0.90
|
0.95
|
1.00
|
F(n/N)
|
0.82
|
0.86
|
0.91
|
0.95
|
1.00
|
Sumber : Crop Water Requirements, Food And
Agriculture Organisation Revised . 197
Tabel
2.10. Harga factor (1-w) kerena pengaruh kecepatan angin dan
kelembaban pada temperature dan
ketinggian yang berbeda.
Sumber : Crop
Water Requirements, Food And Agriculture Organisation Revised . 1977
Tabel 2.11.
Harga koefisien tanaman (kc) untuk tanaman padi
Bulan
|
Nedeco
/ Prosida
|
FAO
|
||
Varietas
biasa 1
|
Varietas
unggul 2
|
Varietas
biasa
|
Varietas
unggul
|
|
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
|
1.20
1.20
1.32
1.40
1.35
1,24
1.12
0
|
1.20
1.27
1.33
1.30
1.30
0
|
1.10
1.10
1.10
1.10
1.10
1.05
0.95
0
|
1.10
1.10
1.05
1.05
0.95
0
|
Sumber : Dirtjen Pengairan DPU, 1996
Tabel 2.12. Harga Koefisien tanaman (kc) untuk tanaman palawija
Tanaman
|
Jangka Tumbuh
(hari)
|
Kc untuk setengah bulanan ke
|
|||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
||
Kedelai
|
85
|
0.50
|
0.75
|
1.00
|
1.00
|
0.82
|
0.45
|
Jagung
|
80
|
0.50
|
0.59
|
0.96
|
1.05
|
1.02
|
0.95
|
Bawang
|
70
|
0.50
|
0.51
|
0.69
|
0.90
|
0.95
|
|
Buncis
|
75
|
0.50
|
0.64
|
0.89
|
0.95
|
0.88
|
|
Rara-rata
|
88
|
0.50
|
0.60
|
0.84
|
0.95
|
0.92
|
0.78
|
Sumber : Dirtjen
Pengairan DPU,
1996
2.6.5
Penggantian
lapisan air
Penggantian
lapisan air dilakukan sebanyak satu kali masing-masing 50 mm atau 3,3 mm/hari
selama 1/2 bulan yang diberikan pada satu bulan atau dua bulan setelah
transplantasi.
2.6.6
Curah
hujan efektif
Untuk
merencanakan kebutuhan air irigasi, curah hujan yang dipakai adalah hujan
efektif, yaitu bagian hujan yang secara efektif tersedia untuk memenuhi
kebutuhan air tanaman. Perhitungan curah hujan efektif disini didasarkan pada
curah hujan tengah bulanan dengan peluang kejadian 80 %. Untuk memperoleh hujan
efektif diperlukan data dari stasiun hujan terdekat. Hujan efektif harian adalah
70 % dari 80 % probabilitas untuk tanaman padi.
Persamaan
yang digunakan adalah sebagai berikut, (KP – 03, 1986)
………………………………………………………2.17
Dimana :
Re =
Curah hujan efektif
R80 =
Curah hujan andalan 80%
Sedangkan
metode yang digunakan untuk palawija didasarkan pada curah hujan tengah
bulanan, dengan kemungkinan tidak terpenuhi 50 % (R50). Palawija = R50/15
2.6.7
Efisiensi
irigasi
Efisiensi
irigasi didasarkan pada asumsi bahwa sebagian dari jumlah air yang diambil akan
hilang, baik di saluran maupun di petak sawah. Besarnya kehilangan air disaluran irigasi dipengaruhi
oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1.
Kegiatan
eksploitasi dan penyadapan liar.
2.
Adanya
resapan disepanjang saluran pembawa.
3. Adanya bocoran disepanjang saluan pembawa
Besarnya
efisiensi saluran irigasi ditetapkan sebagai berikut, (KP – 03, 1986)
1. Efisiensi
saluran primer = 90 % = 0,90
2. Efisiensi
saluran sekunder = 90 % = 0,90
3. Efisiensi
saluran tersier = 80 % = 0,80
Total
efisiensi diasumsikan sebesar :
Ep x Es x Et =
0,90 x 0,90 x 0,80 = 0,65 ……….….…….……2.18
2.7
Perencanaan
jaringan irigasi
Jaringan irigasi adalah satu
kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk mengatur air irigasi, mulai
dari penyediaan, pengambilan pembagian, pemberian dan penggunaannya. Saluran yang direncanakan adalah saluran berpenampang
segi empat dengan pasangan batu kali 2
sisi + dasar.
2.7.1
Menghitung
debit rencana saluran
Besarnya debit rencana pada saluran irigasi dihitung
dengan menggunakan rumus berikut, (KP –
03, 1986)
…………………………….………….……………… 2.19
………………………….……………….…………..... 2.20
=
Dimana :
= Debit rencana (ltr/dtk)
= Debit saluran (ltr/dtk)
= Koefisien pengurangan kerena adanya sistem golongan
(c = 1)
=
Kebutuhan air bersih disawah (lter/dtk/Ha)
= Efisiensi irigasi
= Luas areal (Ha)
2.7.2
Rumus-rumus
aliran dan saluran
……………….……………………………..………….……….. 2.21
………………………..……...………..………………….2.22
………………………...…………………………..……………… 2.23
(untuk saluran berpenampang persegi
panjang)...…….................2.24
(untuk saluran berpenampang
trapesium)………...............2.25
(untuk saluran berpenampangsegi empat)……......................2.26
……..………………………………………...………..2.27
(untuk saluran
berpenampang Trapesium)
Dimana :
Q
= Debit aliran (ltr/dtk)
V =
Kecepatan aliran yang diijinkan (m/dtk)
R = Jari-jari
hidrolis (m)
A =
Luas penampang saluran (m2)
P = Keliling basah (m)
I = Kemiringan
saluran
b = Lebar saluran (m)
h = Tinggi air (m)
m = Kemiringan talut (1 vertikal : m
horizontal)
Tabel 2.13. Kecepatan aliran yang diijinkan pada saluran terbuka
Sumber : Kriteria perencanaan irigasi KP – 04,
1986)
2.7.3
Koefisien
kekasaran Strickler
Koefisien
kekasaran Strickler (K) tergantung pada factor sebagai berikut :
1. Kekasaran
permukaan saluran
2. ketidak
beraturan permukaan saluran
3. Trase
saluran
4. Vegetasi
tumbuhan
5. Sedimen
Table 2.14. Harga koefisien Strickler (K) untuk saluran irigasi.
No.
|
Jenis
Saluran
|
Harga
K
|
1
2
3
4
5
6
7
8
|
Saluran tanah
1.
q < 1 m3/
dtk
2.
1 < q < 5
3.
5 < q < 5
4.
q < 10
Satu sisi talut pasangan
Talut pasangan dasar tanah
Kedua talut dasar saluran pasangan
Satu sisi talut dari beton
Kedua talut dari beton dasar
tanah
Kedua talut dari dasar
saluran
Saluran dari pasangan dan
diplester
|
35
40
42,5
45
42
45
60
45
50
70
75
|
Sumber : Kriteria
Perencanaan Irigasi (KP – 01, 1986)
2.7.4
Tinggi
Jagaan
Tinggi
jagaan berguna untuk :
1.
Menaikan
muka air diatas tinggi muka air maksimum
2. Mencegah
kerusakan tanggul saluran
Meningginya muka air sampai diatas
tinggi yang telah direncanakan bisa disebabkan oleh penutupan pintu secara
tiba-tiba disebelah hilir, variasi ini
akan bertambah dengan besarnya debit. Meningginya muka air dapat pula
diakibatkan oleh pengaliran air
bangunan kedalam saluran. Tinggi jagaan minimum yang diberikan pada saluran primer
dan sekunder dikaitkan dengan debit rencana saluaran seperti yang diperlihatkan
dalam Tabel 2.
Tabel 2.15. Tinggi jagaan minimum untuk saluran irigasi
No.
|
Debit (m3/dtk)
|
Tinggi jagaan (w)
|
|
Tanah (m)
|
Pasangan (m)
|
||
1
2
3
4
5
6
|
<
0,5
0,5-1,5
1,5-5,0
5-10
10-15
>15
|
0,40
0,50
0,60
0,75
0,85
1,00
|
0,20
0,20
0,25
0,30
0,40
0,50
|
Sumber : Kriteria
Perencanaan Irigasi (KP – 01, 1986)
2.7.5
Kemiringan
sisi saluran (m)
Kemiringan saluran
(talud) direncanakan securam mungkin dengan tujuan menekan biaya pembebanan dan
penggalian tanah dan juga kemungkinan terjadi rembesan. Harga-harga kemiringan
maksimum untuk saluran tanah yang dibuat dengan bahan-bahan kohesif yang dipadatkan
dengan baik, dapat dilihat dalam Table 2.16.
Table 2.16. Kemiringan sisi saluran (1 vertikal : m horisontal).
No.
|
Kedalaman + tinggi jagaan D
(m)
|
Kemiringan Maksimum
Talut
|
1.
2
3.
|
D ≥
1,0
1,0
< D ≥ 2,0
D ≥
2,0
|
1 :
1,0
1 :
1,5
1 :
2,0
|
Sumber : Kriteria
Perencanaan Irigasi (KP – 01, 1986)
Dimana :
D = Tinggi saluran (h + W
)………………………….…………. 2.28
h = Tinggi muka air (m)
W = Tinggi jagaan (m)
2.7.6
Perbandingan
lebar dasar saluran
Saluran kecil di
desain dengan perbandingan
b/h = 1
b = h………………………....…………….….……..
. 2.29
Sedangkan
saluran-saluran dengan debit besar didesain dengan lebar (b) dan kedalaman (h) dengan rasio “n” hingga
10.
Nilai perbandingan dasar saluran dapat dilihat pada Tabel
2.17
Tabel 2.17.
Nilai perbandingan dasar saluran
No.
|
Q
(m3/dtk)
|
N
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
|
0,15 – 0,30
0,30 – 0,50
0,50 – 0,75
0,75 – 1,00
1,00 – 1,50
1,50 – 3,00
3,00 – 4,50
4,50 – 5,00
5,00 – 6,00
6,00 – 7,50
7,50 – 9,00
9,00 – 10,00
10,00 – 11,00
11,00 – 15,00
15,00 – 25,00
25,00 – 40,00
|
1,0
1,0 – 1,2
1,2 – 1,3
1,3 – 1,5
1,5 – 1,8
1,8 – 2,3
2,3 – 2,7
2,7 – 2,9
2,9 – 3,1
3,1 – 3,5
3,5 – 3,7
3,7 – 3,9
3,9 – 4,2
4,2 – 4,9
4,9 – 6,5
6,5 – 9,00
|
Sumber : Kriteria
Perencanaan Irigasi (KP – 01, 1986)
2.7.7
Bangunan
Sadap
Bangunan sadap
berfungsi untuk mendistribusikan air dari saluran primer atau saluran sekunder
kepetak-petak tersier dengan bantuan saluan tersier dan box-box tersier.
Bangunan sadap terbagi menjadi dua yaitu :
1.
Bangunan sadap sekunder
1.
Memberi air kesaluran
sekunder, sehingga dapat melayani lebih dari satu petak tersier
2.
Kapasitas bangunan
sadap tidak lebih sekitar 0,250 m³/ detik
Ada tiga tipe bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan sadap
sekunder yaitu :
1.
A.U Romijn
2.
A.U Crump – de Gruyler
3.
Pintu aliran bawah
dengan A.U ambang lebar
2.
Bangunan sadap tersier
1.
Memberi air pada
petak-petak tersier
2.
Kapisitas bangunan
sadap 50 liter/ detik – 250 liter/ detik
3.
Bangunan sadapa yang
paling cocok adalah A.U Romijn
Dalam perencanaannya
bangunan sadap ini juga dilengkapi dengan pintu pengatur debit. Permasalah
umumnya
menggunakan pintu sorong pada bangunan
bagi maupun sadap.
Q = K. µ. A. b
…………….(pers.3.1)
Sumber
: kriteria perencanaan (KP-04)
Dimana :
Q = debit (m³/ detik)
K = Faktor Aliran Tenggelam(lihat gambar)
µ = Koefisien Debit (lihat gambar)
a = Bukaan Pintu (m)
b = Lebar Pintu (m)
g = kecepatan gravitasi (
9,8 m/ detik²)
h
= Kedalaman Air diatas Ambang (m)
Lebar (b) minimum =
0,50 (m)
Persamaan umum yang
dipakai dalam perhitungan pintu Romijn adalah :
Q =
Cd. Cv. ⅔ .
…………(pers.3.2)
Sumber
: kriteria perencanaan (KP-04)
Dimana :
Q = Debit (m³/ detik)
Cd = Koefisian Debit
Cv = Koefisian Kecepatan Datang
Bc = Lebar Meja (m)
hˌ = Lebar Energi Hulu di Atas Meja (m)
cd = 0,93 + 0,10 x Hˌ/ l
Bangunan bagi dan bangunan sadap
dilengkapi dengan alat ukur debit menggunakan pintu sorong.
Tabel 2.5. Besaran
Debit Yang Dipakai Untuk Alat Ukur Romijn Standar.
Lebar (m)
|
Hˌmaks (m)
|
Besar Debit (m³/detik)
|
0,50
|
0,33
|
0-0,160
|
0,50
|
0,50
|
0,030
– 0,300
|
0,75
|
0,50
|
0,040
– 0,450
|
1,00
|
0,50
|
0,050
– 0,600
|
1,25
|
0,50
|
0,070
– 0,750
|
1,50
|
0,50
|
0,080
– 0,900
|
Sumber
: Kriteria Perencanaan (KP-04) Saluran.Direktor Jenderal Pengairan Tahun
1986,
M.A.U
|
MAH
|
E.D.U
|
E.D.H
|
H2
|
a
|
H1
|
H2
|
Gambar
2.2 Bangunan Sadap Yang Dilengkapi
Dengan Pintu Pengatur Debit Yang Menggunakan
Pintu Sorong
Keterangan Gambar :
H1 = Tinggi Energy udik
H1 = Perubahan Tinggi Energy Udik
a = Lebar Bukaan
H2 = Tinggi
Energi Hilir
Gambar 2.3 Bangunan Bagi Yang Dilengkapi Dengan Pintu
Sorong
Keterangan Gambar :
H1 = Tinggi Energy udik
H1 = Perubahan Tinggi Energy Udik
a = Lebar Bukaan
H2 = Tinggi Energi Hilir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar