BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejarah
merupakan uraian semua kejadian atau semua peristiwa masa lampau yang terjadi
dalam ruang dan waktu yang diperankan oleh manusia. Manusia sebagai sentral
sejarah dalam masa kininya dapat mengekspresikan sejarah itu sebagai satu dasar
realitas hidupnya sambil menyusun rencana dan berorientasi didepan untuk
mengembangkan, meningkatkan, serta menyempurnakan harkat dan martabat sebagai
makhluk yang berbudaya.
Bintarto (2007
: 1) dalam bukunya sejarah pemerintahan
desa dan kelurahan, menulis bahwa Desa adalah hasil perwujutan antara kegiatan
kelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpanduan itu adalah suatu
wujud atau penampakan dimuka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi,
sosial ekonomi, politis, dan cultural yang saling berinteraksi antar unsur
tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah lain. Jika ditanya tentang
Desa, sebagian besar orang memahaminya sebagai tempat bermukimnya penduduk
dengan peradaban yang lebih terbelakang dari pada Kota. Selain itu, orang juga
menyebutkan mata pencaharian penduduk Desa pada umumnya petani, bahkan orang
akan berpendapat bahwa Desa merupakan tempat tinggal para petani.
Dalam pemerintahan atau hal
kepemimpinan masyarakat mengenal banyak sistem pemerintah, salah satu sistem
pemerintahan adalah pemerintah Desa atau pemimpin Desa atau yang dikenal dengan
Kepala Desa. Maka dengan demikian mencerminkan sejarah perjalanan desa serta
perkembangan desa dengan seiringnya kemajuan IPTEK yang telah dicapai oleh masyarakat
Ngada, lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah,
pemerintah Desa diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
pemerintahan Desa dalam Pasal 1 Ayat 12 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
mengesahkan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sistem
pemerintahan di Desa Wolowea pada masa pemerintahan Daniel Meka merupakan suatu
landasan bagi masyarakat Desa Wolowea untuk membentuk suatu sistem pemerintahan
Desa yang sah berdasarkan asas-asas Pancasila dan UUD 1945. Menurut
Koentjaraningrat (1990 : 148-160) sosial merupakan suatu susunan atau bentuk
dari kesatuan individu yang bergaul dan berinteraksi dalam kehidupan
bermasyarakat. Selanjutnya yang membagi kesatuan sosial menjadi beberapa bagian
antara lain : kerumunan, kalangan sosial, kolektivitas, komunitas, kelompok dan
perkumpulan.
Struktur sosial sejenis Desa,
masyarakat telah menjadi institusi sosial yang mempunyai posisi yang sangat
penting. Desa merupakan institusi yang otonomi dengan tradisi, adat istiadat,
dan hukumya sendiri serta relativ mandiri. Hal ini ditunjukan dengan tingkat
keragaman yang tingi membuat Desa merupakan wujud Bangsa yang paling konkrit.
Sehingga kehidupan masyarakat Desa Wolowea pada masa pemerintahan Daniel Meka
mempunyai rasa sosial tinggi dalam kehidupan suatu kelompok karena manusia
tidak dapat hidup sendiri dan manusia saling membutuhkan. Suatu budaya
merupakan milik bersama anggota suatu masyarakat atau golongan sosial yang
pembayarannya kepada generasi berikutnya dilakukan melalui proses belajar
dengan menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk yang terucapkan.
Kebudayaan dan masyarakat merupakan satu kesatuan. Kedunya dapat dibedakan
tetapi tidak dapat dipisahkan karena itu merupakan suatu kesatuan sistem
masyarakat menunjukan pada jumlah orang yang hidup bersama secara tetap.
Sedangkan kebudayaan menunjukan pada tingkah laku aktivitas yang khas dari
manusia. Kelangsungan dan keteraturan masyarakat tergantung pada jalinan
berbagai unsur dalam masyarakat.
Peranan serta fungsi dari tiap
anggota harus diperankan continu. Secara Universal masyarakat Desa Wolowea pada
masa pemerintahan Daniel Meka makna kebudayaan sangat tinggi.
Dari gambaran
umum tentang Desa Wolowea diatas maka penulis tertarik untuk melakukan suatu
penelitian dengan judul : SEJARAH DESA
WOLOWEA KECAMATAN BOAWAE KABUPATEN NGADA PADA MASA PEMERINTAHAN DANIEL MEKA
TAHUN 1970-1980.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Bagaimana
latar belakang diangkatnya Daniel Meka sebagai Kepala Desa Wolowea Kecamatan
Boawae Kabupaten Ngada tahun 1970-1980 ?
2. Bagaimana
keadaan sosial dan ekonomi Desa Wolowea di Kecamatan Boawae Kabupaten Ngada
pada masa pemerintahan Kepala Desa Daniel Meka Tahun 1970-1980?
C.
Tujuan
dan Kegunaan
1.
Tujuan
Tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :
a. Latar
belakang diangkatnya Daniel Meka sebagai Kepala Desa Wolowea Kecamatan Boawae
Kabupaten Ngada tahun 1970-1980.
b. Keadaan
sosial dan ekonomi di Desa Wolowea Kecamatan Boawae Kabupaten Ngada pada masa
pemerintahan Kepala Desa Daniel Meka tahun 1970-1980.
2.
Kegunaan
Kegunaan dalam
penelitian ini sebagai :
a. Suatu
sumbangan pemikiran bagi aparat pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan
generasi yang akan datang untuk mengetahui nilai-nilai sejarah.
b.
Sebagai bahan
kepustakaan untuk Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas PGRI NTT.
D.
Tinjauan
Pustaka
Berdasarkan masalah penelitian
diatas maka, ada tiga konsep yang dijelaskan dalam bagian tinjauan pustaka ini
adalah sejarah, kepemimpinan dan desa.
1.
Sejarah
Gottschalk
(1969:27) kata sejarah dari bahasa Arab yaitu sajaratun yang artinya pohon dalam Bahasa Inggris history artinya masa lampau. Bahasa
Yunani historia yang berarti ilmu.
Bahasa Jerman geschicte sesuatu yang
terjadi pada masa lampau umat manusia yang harus berkembang dari tingkat yang
sederhana ketingkat yang lebih maju. Selanjutnya Hugiono dan Poerwantana
(1992:2) mengatakan bahwa sejarah adalah perubahan-perubahan, peristiwa atau
kejadian-kejadian masa lampau yang telah diberi tafsir atau alasan yang
dikaitkan sehingga membentuk suatu kejadian yang lengkap. Roeslan Abdulgani
(dalam Hugiono 1992) sejarah salah adalah salah satu bidang ilmu yang meneliti
dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta
kemanusian dimasa lampau, beserta segala kejadian-kejadiannya. Rustam. E.
Taraburaka (2002:2) sejarah ialah cerita perubahan-perubahan,
peristiwa-peristiwa atau kejadian masa lampau.
Gazalba
(1969:13) mendefenisikan sejarah sebagai gambaran tentang masa lalu tentang
manusia dan lingkungan, situasi sekitarnya sebagai makhluk sosial yang disusun
secara ilmiah dan lengkap, meliputi fakta masa tersebut dengan tafsiran dan
penjelasan yang memberi pengertian dan kepahaman tentang apa yang telah
berlalu. Sebagaimana ilmu sejarah terikat pada prosedur penelitian ilmiah
sejarah juga terikat pada pengajaran yang bersandar pada fakta. Kebenaran
sejarah terletak pada kesediaan sejarawan untuk meneliti sumber sejarah secara
tuntas, sehingga diharapkan ia akan mengungkapkan sejarah secara objektif.
Hasil akhir yang diharapkan adalah kecocokan antara pemahaman sejarahwan dengan
fakta. Dari pendapat diatas penulis dapat simpulkan bahwa, sejarah adalah salah
satu cabang ilmu pengetahuan yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis
keseluruhan perkembangan masyarakat serta gambaran tentang masa lalu manusia
dan lingkungan, situasi sekitarnya yang terjadi dimasa lampau yang disusun
secara ilmiah dan lengkap.
2.
Kepemimpinan
Kartini
Kartono (2011:55) kepemimpinan adalah suatu bakat yang diperoleh orang sebagai
kemampuan istimewa yang dibawa sejak lahir. Sedangkan Soerjono Soekanto
(2010:250) kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan seseorang (pemimpin atau
leader) untuk memengaruhi orang lain (yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya)
sehingga orang lain tersebut bertingkah-laku sebagaimana dikehendaki oleh
pemimpin tersebut. Sedangkan Yukl (dalam Danang Sunyoto dan Burhanudin 2011:86)
kepemimpinan adalah proses memengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju
dengan apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana melakukan tugas tersebut
secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kelompok
mencapai tujuan bersama/shared goal.
Greenberg
dan Baron (dalam Danang Sunyoto dan Burhanudin 2011:86) kepemimpinan adalah
proses dimana seorang pemimpin memengaruhi individu atau anggota kelompok untuk
mencapai suatu tujuan. Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi (2012:12) kepemimpinan
adalah proses memengaruhi dan menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku
pengikut untuk mencapai tujuan, memengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Dari pendapat diatas penulis dapat
simpulkan bahwa, kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memengaruhi
individu atau kelompok untuk memahami dan setuju dengan apa yang harus mereka
lakukan, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, dan bagaimana
melakukan tugas tersebut secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya
individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
3.
Desa
Bintarno
(1981:26) mengatakan bahwa, desa adalah perwujudtan atas satuan geografis yang
ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi sosial, ekonomi, politik, dan cultural
yang terdapat disuatu (suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruh timbal-balik
dengan daerah-daerah lain. HAW. Wijaya (2010:3) Desa adalah suatu kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang
bersifat istimewa. PP RI No. 72 dan 73 Thn. 2005 dan PERMENDAGRI Thn. 2007.
(2007:3) desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memilik batas-batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia.
UU
No. 32 Tahun 2004 (dalam Ruzali Abdullah 2007:167) desa atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas-batas wilayah yuridiksi, berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat, yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem pemerintahan
Nasional dan berada di Kabupaten/Kota, sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dari pendapat diatas penulis dapat simpulkan
bahwa Desa adalah suatu kesatuan masyarakat yang memiliki batas-batas yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat yang diakui dan dibentuk dalam suatu sistem pemerintahan nasional.
E. Metode
Penelitian
1.
Lokasi
Penelitian
Penelitian
ini berlokasi di Desa Wolowea Kecamatan Boawae Kabupaten Ngada. Penetapan desa
Wolowea sebagai lokasi penelitian ini dengan alasan bahwa, wilayah Desa Wolowea
ini merupakan tempat kepemimpinan Daniel Meka, juga terdapat para informan yang
dapat memberikan informasi tentang objek yang dikaji, sehingga dapat
mempermudahkan peneliti dalam melakukan penelitian.
2.
Penentuan
Informan
Penentuan
informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling. Sugiyono (2012:53) mengatakan bahwa purposive sampling adalah teknik
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu misalnya
Tokoh-tokoh masyarakat, serta masyarakat yang mempunyai pengalaman serta
kemahiran dalam menuturkan suatu kisah sejarah. Syarat informan berumur 60
tahun ke atas dan dapat mengetahui masalah yang diteliti, sehat, jasmani, dan
rohani, serta jujur dalam memberikan informasi.
3.
Sumber
Data
Untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua sumber data
yaitu :
a. Sumber data primer
Sumber
data primer adalah dokumen-dokumen atau benda-benda peninggalan Daniel Meka.
Data yang bersumber dari orang-orang atau informan yang terlibat langsung dari
peristiwa sejarah yang dikaji. Silalahi (2006:265) mengatakan bahwa data primer
adalah suatu objek atau dokumen asli yang berupa material mentah dari pelaku
utamanya yang disebut sebagai first-hand
information.
b.
Sumber sekunder
Data yang diperoleh
dari orang yang tidak mengalami kejadian yang dikaji secara langsung tetapi
mengetahui peristiwa-peristiwa sejarah yang dikaji. Silalahi (2006:265)
mengatakan bahwa data sekunder adalah data yang dikumpulkan ini berasal dari
tangan kedua atau sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian
dilakukan.
c.
Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh data dalam penelitian
ini peneliti menggunakan beberapa teknik sebagai berikut :
a. Wawancara
Wawancara merupakan
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,
sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono,
2012:72). Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara
mendalam. Wawancara dilaksanakan dalam suasana kekeluargaan dan penuh
keakrapan. Untuk memudahkan wawancara peneliti menggunakan alat penjaringan
data berupa pertanyaan yang diajukan kepada informanyang telah ditentukan
sebelumnya.
b. Observasi
Iskandar (2008:8)
mengatakan bahwa observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengamati langsung dan memahami suatu fenomena. Jadi dalam penelitian
peneliti mengadakan pengamatan langsung pada lokasi penelitian dengan menitik
beratkan pada obyek yang sangat erat kaitannya dengan masalah penelitian.
Hal-hal yang diobservasi meliputi peninggalan sejarah (bukti fisik) yang
berkaitan dengan masa kepemimpinan Daniel Meka.
c. Studi
pustaka
Peneliti melakukan
studi pustaka untuk memperolah informasi dalam literatur-literatur yang
berhubungan dengan masalah.
d. Studi
dokumen
Zuriah, (2006:191)
studi dokumen adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis,
seperti arsip termasuk juga buku tentang teori, pendapat, dalil atau hukum dan
lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.
d. Teknik
analisis data
Teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis historis. Sjamsudin
(2007:155) mengatakan bahwa teknik analisis historis memiliki empat (4)
langkah-langkah analisis data yaitu
a. Heuristik
(pengumpulan sumber data)
Yaitu mencari dan
mengumpulkan jejak-jejak atau sumber sejarah yang berkaitan dengan obyek
penelitian.
b. Verifikasi
(kritik sumber)
Yaitu upaya untuk
menjelaskan keidentikan sumber-sumber sejarah yang dikumpulkan. Kritik eksteren
untuk menilai sumber sejarah dari segi luarnya, sedangkan kritik interen
bertujuan untuk menilai keaslian sumber dari segala segi materinya.
c. Interpretasi
Yaitu upaya untuk
menghubungkan fakta yang satu dengan fakta lain sehingga membentuk suatu
rangkaian cerita yang bermakna.
d. Historiografi
(penulisan sejarah)
Historiografi merupakan
cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang
dilakukan.
BAB
II
GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
A.
Keadaan
Geografis
1.
Letak,
Batas, dan Luas Wilayah
Letak
geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan
dengan faktor alam dan budaya sekitar. Faktor alam suatu wilayah sangat penting
karena merupakan unsur pokok dalam melakukan berbagai bidang termasuk bidang
sosial.
Desa
Wolowea merupakan salah satu Desa dalam Wilayah Kecamatan Boawae dengan luas
wilayah 15.40 km² yang berbatasan dengan empat Desa tetangga dan memiliki batas-batas
wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah
Utara berbatasan dengan Desa Gero Dhere
b. Sebelah
Selatan berbatasan dengan Desa Wea Au dan Kelimado
c. Sebelah
Timur berbatasan dengan Desa Raja
d. Sebelah
Barat berbatasan dengan Desa Rega dan Ratongamobo
2.
Keadaan
Iklim dan Topografi
Wilayah Desa Wolowea mengenal dua macam
musim, yaitu musim panas (kemarau) yang terjadi berkisar bulan Mei sampai
dengan Desember, sedangkan musim dingin atau hujan terjadi berkisar bulan
Januari sampai dengan April. Dengan curah hujan yang terkesan tidak merata
berdampak pada kurang tersedianya air pada penduduk, termasuk ternak dan tumbuhan.
Walaupun demikian, diwilayah Desa Wolowea masih terdapat sumber mata air yang
cukup besar debitnya. Ada suatu kebiasaan dalam masyarakat bahwa pada saat
musim kemarau, penduduk termotifasi untuk mengolah tanah pertanian dan
berternak. Sedangkan pada musim hujan penduduk giat menanam kebunnya dengan
berbagai jenis tanaman pangan, termasuk membajak sawah untuk mengatasi
kesulitan pangan yang dihadapi oleh petani semasa terjadi kekurangan pangan.
Pada
umumnya wilayah Desa Wolowea terdiri dari tanah dataran tinggi dan lereng bukit
dengan struktur tanah rata-rata campuran perbukitan dan gunung, yang
dimanfaatkan warga sebagai lahan pertanian, peternakan dan pemukiman. Dalam setiap
tahun masyarakat menggunakan musim kemarau untuk membersihkan lahan pertanian
tersebut untuk persiapan menanam jagung, ubi-ubian, kacang-kacangan dan tanaman
lainnya dalam membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga setiap harinya, dan
hasil yang didapat cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
3.
Flora
dan Fauna
a. Flora
Diwilayah Desa Wolowea pada umumnya terdapat beraneka
ragam tanaman, ada tanaman umur panjang maupun tanaman
umur pendek yang dilestarikan oleh masyarakat
maupun jenis tanaman lain yang tumbuh di hutan. Tanaman umur panjang yang dibudidayakan oleh masyarakat diantaranya
: mahoni, kakao, cengkeh, jati
putih, jati super, beringin, kemiri, alpukat, jeruk, mangga, nangka,
kelapa, dan asam yang merupakan sumber
alam untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan mendukung jalannya program
pemerintahan dalam penghijauan. Sedangkan
tanaman umur pendek misalnya : pisang, jagung, sayuran, talas, ubi jalar, kacang-kacangan dan
lain-lain. Semua jenis tanaman tersebut
dijadikan sebagai sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok.
b.
Fauna
Perkembangan fauna disuatu wilayah akan mempengaruhi tingkat kemajuan wilayah tersebut. Di
Desa Wolowea memiliki fauna atau binatang peliharaan masyarakat, baik binatang
yang besar maupun binatang yang kecil. Jenis fauna yang hidup diwilayah Desa Wolowea terdiri dari kambing,
babi, sapi, ayam, anjing, dan berbagai jenis burung. Jenis fauna atau hewan
yang berperan dalam kehidupan masyarakat Desa Wolowea adalah babi, sapi, kerbau, anjing, bebek,
dan ayam, digunakan dalam ritual-ritual adat dan sebagai sumber mata pencaharian utama.
4.
Tranportasi
Dalam konteks
ini merupakan
kendaraan keseharian yang digunakan oleh masyarakat setempat dalam pemenuhan
kebutuhan hidup. Kendaraan yang biasa digunakan masyarakat setempat untuk
bepergian dimana saja selalu menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat
mengingat kemajuan bentuk formal kendaraan yakni jalan sudah menjangkau
aktifitas masyarakat.
B.
Keadaan
Penduduk
1. Penduduk
Penduduk
Desa Wolowea sebagian besar adalah penduduk asli, penduduk lokal yang mendiami
wilayah Desa Wolowea umumnya tinggal diwilayah perkampungan. Untuk lebih jelas
mengenai jumlah penduduk di Desa Wolowea, maka dapat dilihat pada tabel berikut
:
Tabel
1
Keadaan
Penduduk Desa Wolowea
Jenis
Kelamin
|
Jumlah
|
Wajib
Pemilih
|
|||||
L
|
P
|
Jiwa
|
Kk
|
Rumah
|
L
|
P
|
Jml
|
618
|
611
|
1.229
|
256
|
202
|
361
|
362
|
723
|
Sumber Data : Kantor Kepala Desa
Wolowea Tahun 2013
Tabel 2
Data Penduduk Menurut Dusun
No
|
Dusun
|
Jumlah
|
||||
L
|
P
|
Jiwa
|
Kk
|
Rumah
|
||
1.
|
Wolowea
A
|
284
|
285
|
569
|
116
|
91
|
2.
|
Wolowea
B
|
334
|
326
|
660
|
140
|
111
|
Jumlah
|
618
|
611
|
1.229
|
256
|
202
|
Sumber Data : Kantor Kepala Desa
Wolowea Tahun 2013
Berdasarkan
tabel 1, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk yang paling banyak di Desa Wolowea
adalah yang berjenis kelamin laki-laki 618 jiwa, sedangkan yang paling sedikit
adalah perempuan 611 jiwa. Berdasarkan table 2, dapat disimpulkan bahwa jumlah
penduduk yang paling sedikit adalah Dusun Wolowea A dengan jumlah 569 jiwa,
sedangkan jumlah penduduk yang paling banyak terdapat di Dusun Wolowea B dengan
jumlah 660 jiwa.
Berikut
adalah data jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin
Table
3
Data
Penduduk Menurut Umur dan Usia
No
|
Umur
|
Laki-Laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
1.
|
0-3
tahun
|
52
|
55
|
107
|
2.
|
4-7
tahun
|
46
|
42
|
88
|
3.
|
8-12
tahun
|
53
|
48
|
101
|
4.
|
13-16
tahun
|
42
|
43
|
85
|
5.
|
17-20
tahun
|
38
|
38
|
76
|
6.
|
21-24
tahun
|
36
|
33
|
69
|
7.
|
25-29
tahun
|
44
|
55
|
99
|
8.
|
30-34
tahun
|
45
|
58
|
103
|
9.
|
35-39
tahun
|
44
|
49
|
93
|
10.
|
40-44
tahun
|
36
|
33
|
69
|
11.
|
45-49
tahun
|
30
|
22
|
52
|
12.
|
50-59
tahun
|
45
|
43
|
88
|
13.
|
60-64
tahun
|
25
|
16
|
41
|
14.
|
65-69
tahun
|
21
|
17
|
38
|
15.
|
70-74
tahun
|
13
|
21
|
34
|
16.
|
>75
|
48
|
38
|
86
|
Total
|
618
|
611
|
1.229
|
Sumber Data : Kantor Kepala Desa
Wolowea Tahun 2013
Berdasarkan table 3, dapat
disimpulkan bahwa penduduk yang paling banyak paling banyak diusia anak-anak
dengan jumlah 101 jiwa, usia remaja dengan jumlah 99 jiwa, usia dewasa dengan
jumlah 103 jiwa, sedangkan penduduk yang lanjut usia dengan jumlah 86 jiwa.
2.
Pendidikan
Salah satu faktor penting yang menunjang
tercapainya pembangunan pada suatu bangsa adalah pendidikan. Tanpa pendidikan
suatu bangsa tidak akan dapat mencapai tujuan yang diinginkan atau yang
dicita-citakan. Pendidikan membantu manusia untuk memahami keberadaannya
sebagai makluk sosial yang tumbuh bersamaan dengan perkembangan zaman. Untuk
itu maka pendidikan merupaka salah satu prioritas pembangunan sumber daya
manusia diwilayah Desa Wolowea. Untuk
lebih jelas tentang keadaan pendidikan di Desa Wolowea, maka dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4
Keadaan Pendidikan Penduduk Desa Wolowea
Tahun 2013
No
|
Jenjang Pendidikan
|
Jumlah
|
1.
|
Buta Huruf
|
70 orang
|
2.
|
Taman Kanak-kanak
|
82 orang
|
3.
|
S D
|
636 orang
|
4.
|
S M P
|
260 orang
|
5.
|
S M A
|
150 orang
|
6.
|
D-1
|
-
|
7.
|
D-2
|
2 orang
|
8.
|
D-3
|
3 orang
|
9.
|
S-1
|
25 orang
|
T o t a l
|
1.228 orang
|
Sumber Data : Kantor Kepala Desa Wolowea
Tahun 2013
Berdasarkan
tabel 4, dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Wolowea paling banyak adalah
bertingkat pendidikan Sekolah Dasar dengan jumlah 636 orang. Sedangkan yang
paling sedikit adalah penduduk yang bertingkat pendidikan D-1 dengan jumlah 0
orang.
Berkat kerja sama semua pihak, maka fasilitas
pendidikan yang telah tersedia itu dapat digunakan sesuai dengan daya tampung
yang ada. Selain itu, atas dukungan masyarakat sebagai agen pendidikan dan
pembangunan maka lembaga-lembaga pendidikan yang ada tetap digunakan walaupun
masih banyak hambatan yang dihadapi.
3. Agama
Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 memberikan jaminan bagi
setiap warga negara untuk menganut agamanya serta beribadah menurut agama dan
kepercayaannya itu. Berdasarkan pada pasal 29 UUD 1945 tersebut maka setiap
warga Negara dengan sadar dan bertanggung jawab menganut agama yang resmi dan
diakui oleh pemerintah.
Mengenai jumlah penduduk menurut agama pada masyarakat Desa Wolowea, maka dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5
Komposisi
Penduduk Desa Wolowea Menurut Agama Tahun 2013
No
|
Agama
|
Jumlah
|
1.
|
Islam
|
2 jiwa
|
2.
|
Katholik
|
1.226 jiwa
|
T
o t a l
|
1.228 jiwa
|
Sumber
Data : Kantor Kepala Desa Wolowea Tahun 2013
Berdasarkan
tabel 5 diatas,
dapat disimpulkan bahwa Agama yang paling banyak penganutnya adalah agama Katholik,
dengan jumlah 1.226 jiwa. Sedangkan agama yang paling sedikit penganutnya
adalah Islam, dengan jumlah 2 jiwa.
C.
Keadaan
Sosial Ekonomi
1.
Keadaan
Sosial
Didalam
kehidupan sosial, manusia selalu mengadakan interaksi atau hubungan timbal
balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok
yang satu dengan yang lainnya. Masyarakat Desa Wolowea yang terdiri penduduk
asli dalam pergaulan sehari-hari mereka tidak membedakan yang satu dengan yang
lainnya tetapi sebaliknya dalam kehidupan sehari-hari mereka selalu menjaga
kerukunan antara mereka demi kepentingan bersama.
2.
Keadaan
Ekonomi
Masalah
perekonomian merupakan suatu aspek yang sangat menentukan akan kemajuan suatu
wilayah. Jika perekonomian suatu wilayah dapat terjaga dan stabil maka sudah
tentu masyarakat yang ada dalam wilayah tertentu akan merasa aman dan tentram
dan sebaliknya jika perekonomian tidak stabil maka masyarakat akan merasa
resah. Struktur perekonomian masyarakat Desa Wolowea pada umumnya adalah petani.
Dengan wilayah yang luas dan ketersediaan
lahan pertanian, sehingga pada umumnya masyarakat lebih banyak memilih bermata
pencaharian sebagai petani dibanding mata pencaharian lainnya sebab bagi mereka
lebih menjanjikan akan kesejahteraan mereka. Namun sistem pertanian yang
digunakan pada umumnya masih bersifat tradisional sehingga perlu adanya
perhatian pemerintah dalam rangkah meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Untuk
lebih jelas mengenai mata pencaharian masyarakat Desa Wolowea dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel
6
Data
Mata Pencaharian
No
|
Mata Pencaharian
|
Jenis Kelamin
|
Jumlah
|
|||
L
|
P
|
Jumlah
|
||||
1.
|
PNS
bukan Guru
|
2
|
2
|
4
|
4
|
|
2.
|
Guru PNS
|
TKK
|
-
|
-
|
-
|
11
|
SD
|
1
|
4
|
5
|
|||
SMP
|
2
|
4
|
6
|
|||
3.
|
Honor
|
TKK
|
-
|
2
|
2
|
12
|
SD
|
1
|
2
|
3
|
|||
SMP
|
4
|
3
|
7
|
|||
4.
|
Pensiunan
|
1
|
-
|
1
|
1
|
|
5.
|
Petani
|
353
|
347
|
700
|
700
|
|
Jumlah
|
363
|
365
|
728
|
728
|
Sumber
Data : Kantor Kepala Desa Wolowea Tahun 2013
Berdasarkan
tabel 6, dapat disimpulkan bahwa sebagian kecil yang mata pencaharian sebagai
PNS dan Guru berjumlah 12 orang, sedangkan yang mata pencahariannya sebagai
petani berjumlah 700 orang di Desa Wolowea.
D. Keadaan
Pemerintahan
Keadaan pemerintahan yang dimaksudkan pada uraian ini
adalah aparat pemerintah Desa. Sebagai suatu wilayah administratif, Desa
Pisan dipimpin oleh seorang Kepala
Desa (Pemimpin dalam wilayah pedesaan) yang dibantu oleh Sekretaris Desa. Semua urusan
pemerintahan dalam wilayah dapat diselesaikan oleh Kepala Desa bersama para
staf yang telah dipilih.
BAB III
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah
Terbentuknya Desa Wolowea di Kecamatan Boawae Kabupaten Ngada Pada Masa
Pemerintahan Daniel Meka Tahun 1970-1980.
Suatu tempat dimana orang bertempat tinggal pasti
memiliki arti nama sebagai bentuk gambaran untuk kehidupan kedepan.
Berdasarkan
asal suku kata, “Wolo” yang artinya “Bukit”, sedangkan “Wea” yang artinya “Emas”.
Wilayah itu disebut demikian karena pada masa pemerintahan Eduardus Ede yang
menjabat sebagai Kepala Desa pertama pada Tahun 1960-1970. Nama “Wolowea” ini telah dirumuskan dari
beberapa gagasan para tua-tua adat, tokoh masyarakat, dan aparat desa. Sebelum
Desa Wolowea terbentuk menjadi desa yang berdiri sendiri awalnya desa ini
bernama Desa Wea Zua, yang terbagi atas dua bagian, yaitu “Wea Zua” dan “Wea Au”.
Tokoh masyarakat dan tua-tua adat bersepakat untuk pemekaran dari Desa Wea Zua.
Dari hasil kesepakatan itu maka Desa Wea Zua dibagi menjadi dua bagian yaitu
Desa Wolowea dan Desa Wea Au. Desa Wolowea dibentuk oleh para tokoh masyarakat setempat saat itu
karena secara adminintasi tentang kelengkapan desa sebagai sebuah struktur norganisasi yang memiliki pemerintahan Desa Wolowea layak membentuk pemerintahan sendiri. Desa
Wolowea
pada mulanya terbentuk sebagai sebuah oerganisasi pemerintahan langsung
dipimpin oleh Daniel Meka yang melalui proses pemilihan secara demokrasi meskipun
secara tradisional.
Setelah Desa Wolowea terbentuk dan langsung dipimpin oleh kepala desa
terpilih, maka secara
layaknya Desa Wolowea wajib menjalankan organisasi pemerintahan yang
berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.
B. Latar
Belakang diangkatnya Daniel Meka Menjadi Kepala Desa Wolowea Pada Tahun
1970-1980
Daniel
Meka dilahirkan disebuah lembah kampung pegunungan wilayah Wolowea tepatnya pada tahun 1930. Pada umurnya yang ke
44 tahun dengan kepercayaan masyarakat ia dipilih langsung
menjadi Kepala Desa Wolowea pertama tahun 1970, karena masyarakat Desa
Wolowea melihat Daniel Meka adalah sosok yang
memiliki wawasan yang cukup luas, ramah, bergaul dengan siapa saja tanpa
pandang bulu sehingga Daniel Meka sanggup untuk memimpin masyarakat Desa Wolowea, dan mampu bekerja untuk kepentingan masyarakat.
Selama Daniel Meka menjabat sebagai Kepala Desa Wolowea, beliau
memiliki kharisma yang luar biasa dalam menjalankan tugasnya. Daniel
Meka sangat tegas dalam memimpin masyarakat
Desa Wolowea, beliau merupakan pemimpin
yang bertanggung jawab atas tugas yang diembankan oleh masyarakat yang ada diwilayah
Desa Wolowea
demi tercapainya suatu kehidupan yang sejahtera.
Daniel Meka merupakan pemimpin yang bisa
merangkul semua elemen masyarakat baik itu kawan maupun lawan. Beliau dapat
menjauhkan kepentingan diri sendiri dan keluarga karena menginginkan sebuah
perubahan yang lebih baik bagi masyarakatnya.
Adapun sistem pembangunan yang dilaksanakan diwilayah Desa Wolowea selama kepemimpinannya
Daniel Meka adalah sebagai berikut
:
a.
Pembangunan Jalan
Raya
Pada
tahun 1971
sampai dengan tahun 1973 Daniel Meka bersepakat dengan masyarakatnya untuk membuka jalan raya
dari
Kampung Hobopadu ke Kampung Goma dengan menggunakan alat tradisional berupa pacul,
linggis, dan peralatan lainnya. Kerja sama atau gotong royong antara masyarakat
Desa Wolowea dalam pembangunan jalan raya sangat tinggi, sehingga mereka bisa menyelesaikan tepat pada waktunya.
b.
Pembangunan
Gedung Sekolah
Atas
kerja sama yang baik antara Daniel Meka dan masyarakat Desa Wolowea
telah berhasil membangun sebuah
gedung Sekolah Dasar di
Kampung Hobopadu. Pembangunan
tersebut bersifat semi permanen karena keterbatasan dana. Sekolah tersebut
sudah digunakan oleh masyarakat sejak
sekolah itu berdiri sampai saat ini.
c.
Membuka Kebun Desa
Atas hasil kesepakatan
dan kerja sama yang baik antara Daniel Meka dengan Masyarakat Desa Wolowea
telah berhasil membuka kebun desa yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi
masyarakat.
A.
Keadaan Sosial, Ekonomi, Pemerintahan dan Budaya pada
Masa Pemerintahan Igidius Wasa Tahun 1975-1989
Sebagai sebuah desa yang berjalan di atas roda pemerintahan, Desa Wajo pada
masa pemerintahan Kepala Desa Igidius Wasa terjadi beberapa hal mendasar yang
berubah. Perubahan berbagai macam hal dalam kehidupan Desa Wajo tidak terlepas
dari peran pemimpin yang dibantu oleh beberapa bawahan yang tujuan utamanya
ingin merubah Desa Wajo ke arah yang lebih baik. Berikut dapat digambarkan
berbagai macam perubahan Desa Wajo pada masa pemerintahan Igidius Wasa tahun
1975-1989 yang mencakup dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan dan budaya.
1.
Keadaan Sosial
Adalah perkumpulan masyarakat yang
maju jika menerapkan karakter hidup bergotong royong. Bekerja sama akan
menciptakan kehidupan sosial yang baik dalam menghadapi tantangan terhadap
berbagai gejolak hidup demi tercapainya masyarakat yang rukun.
Petrus Au (75:tua adat) mengatakan
bahwa Igidius Wasa adalah salah satu
tokoh pemimpin yang menjunjung tinggi kehidupan sosial karena jiwa sosialnya
yang sangat tinggi. Masyarakat sebagai perkumpulan
kelompok manusia sangat bergantungan dengan sesama manusia sebagai induk dari
pola pelaksanaan kehidupan. Perkumpulan kelompok manusia ada masyarakat desa
disebut peguyuban. Peguyuban
pada masyarakat desa, khususnya di Desa Wajo sangat bergantungan
pada kekeluargaan dan kekerabatan. Munculnya peguyuban pada masyarakat desa
disebabkan adanya kepentingan-kepentingan tersendiri yang bervariasi untuk
penunjangan kehidupan masyarakat.
Masyarakat
pada umumnya adalah mahkluk
individu sekaligus sebagai mahkluk
social, juga manusia sebagai
subjek dan objek dalam kesehariannya di dunia ini. Dalam memberikan tanggapan
terhadap kehidupan ini, manusia membutuhkan
bantuan dan kerja sama dengan lingkungan hidupnya. Dalam kehidupan keseharian masyarakat Desa Wajo pada masa pemerintahan Kepala Desa Igidius Wasa
sangat nampak kehidupan gotong royong
yang memperaktekkan
kerja sama dalam suasana kekeluargaan.
Petrus Au (75:tua adat) mengatakan bahwa
Kepala Desa Igidius Wasa memiliki
jiwa sosial yang sangat tinggi, nampak dalam
pengorbanannya sering membantu
masyarakat miskin. Kehidupan
sosial Kepala Desa Igidius Wasa
diuraikan sebagai berikut ini.
a.
Memberikan bibit-bibit
tanaman pangan kepada masyarakat untuk ditanami. Bibit tanaman yang dibagikan yakni cengkeh, kakao yang sampai saat ini
berkembang pesat di Kecamatan Mauponggo khususnya Desa Wajo.
b.
Kepala Desa Igidius Wasa sangat prihatin dengan rakyat miskin,
sering membagi beras bagi keluarga yang kekurangan karena setidaknya adalah politik pemerintahan yang
dilakukan agar kepemimpinan tetap terjaga serta menarik perhatian masyarakat.
c.
Terus bekerja sama dengan
pihak-pihak terkait daerah agar memberikan bantuan kepada masyrakyat Desa Wajo.
d.
Membangun jalan bersama dengan masyarakat meskipun hanya sebagai
jalan setapak namun dengan ketersediaan jalan maka dapat membantu masyarakat
menjalankan berbagai macam aktifitas.
Kehidupan
sosial masyarakat menjawab tantangan yang ada yakni melalui perioritas utama
kerja sama. Desa Wajo sebagai
sebuah desa baru perlu di tata dengan baik segala
aspek masyarakat, untuk itu Igidius
Wasa sebagai kepala desa pertama peletak dasar Desa Wajo sangat
mencintai lingkungan sosial yang bersih dan sangat tertata nampaknya bahwa
melalui himbauannya mengadakan pembersihan jalan.
2.
Keadaan Ekonomi
a.
Keadaan Ekonomi Masyaarakat
Sebagai desa yang baru didirikan serta kelihatan belum
tertata dengan baik membutuhkan kerja ekstra dari pemerintah saat itu untuk
membangun masyarakatnya dari berbagai aspek kehidupan terlebih aspek ekonomi sebagai
wadah pembangunan yang paling utama. Perspektif mengenai ekonomi suatu wilayah
yang sedang dalam taraf perubahan sangat membutuhkan pola pikir yang jernih
serta jenius demi masyarakat yang makmur.
Petrus Au (75:pemerintah setempat) mengatakan bahwa
ekonomi Desa Wajo pada masa pemerintahan Kepala Desa Igidius Wasa terjadi
berbagai macam perubahan misalnya peningkatan pendapatan masyarakat lewat
membangun sebuah pasar lokal bagi masyarakatnya agar proses pasar terjadi demi
peningkatan taraf ekonomi masyarakat.
Berbagai macam masalah ekonomi yang dihadapi oleh Kepala
Desa Igidius Wasa adalah sebagai berikut ini.
1)
Masalah peningkatan
pendapatan masyarakat. Kepala Desa Igidius Wasa menghimbau masyarakatnya agar
meningkatkan kerajinan tangan demi peningkatan ekonomi.
2)
Kebiasaan hidup
boros warga menyebabkan ekonomi tidak berkembang dengan baik meskipun berbagai
macam cara dilakukan untuk menanggulangi hal tersebut namun karena sudah menjadi
kebiasaan masyarakat maka sangat sulit untuk diubah.
3)
Masyarakat kurang
memelihara ternak meskipun ada sebagian orang yang melakukannya demi
kepentingan - kepentingan budaya masyarakat.
4)
Sementara itu
masyarakat dengan pemahaman yang kurang maka sangat sulit untuk menata
kehidupan ekonomi dengan baik.
Keadaan ekonomi masyarakat saat itu sangat memprihatinkan
karena sejarah mencatat bahwa masyarakat yang kaya akan sumber daya alam dengan kehadiran
pemerintahan kolonial Belanda menghabiskan sebagian besar kekayaan lokal
masyarakat Desa Wajo.
b.
Perkembangan Perekonomian Masyarakat
Implikasi dari ekonomi sebuah wilayah tidak dengan mudah
ditanggulangi, namun dengan kejelian pemerintah yang berhati mulia pastilah
ekonomi suatu wilayah dapat ditingkatkan. Petrus Au (75: pemerintah
setempat) mengatakan bahwa perkembangan
ekonomi masyarakat sudah mulai nampak pada masa pemerintahann Igidius Wasa
karena sebagai putra wilayah yang memiliki kekuasaan dan kewibawaan tinggi
nampak berbagai macam bantuan dari pemerintah untuk peningkatan ekonomi
masyarakat.
Ekonomi merupakan aspek
pembangunan yang paling utama yang harus diperhatikan. Mengingat untuk kemajuan
suatu daerah yang menjadi prioritas pemimpin wilayah adalah perekonomian, jika
perekonomian suatu daerah tinggi dan diikuti dengan pembangunan yang baik maka
daerah tersebut akan maju. Sebaliknya
jika tidak diperhatikan maka daerah tersebut akan mandul dalam pembangunannya.
Dalam keseharian kemanusiaan kita harus menjalin kerja sama dalam segala aspek
pembangunan masyarakat terutama dalam bidang ekonomi pembangunan.
Masyarakat setempat dengan berbagai macam kerajinan
tangan yang dimiliki akan membantu pemerintah membangun ekonomi masyarakat setempat. Berikut
akan dirinci secara jelas berbagai macam mata pencaharian penduduk untuk
memenuhi kebutuhan hidup dalam keseharian di alam semesta.
a.
Peternakan
Peternakan dilakukan di Desa Wajo karena ketersediaan
lahannya cukup mendukung untuk
kebutuhan ternak. Ternak yang dipelihara akan digunakan untuk memenuh berbagai
kebutuhan hidup masyarakat. Ternak yang dipelihara berupa babi, kuda dan kerbau, sapi.
b.
Perikanan
Kebanyakan
masyarakat yang ada di pesisir pantai maupun di luar pantai menaruh
kebutuhan hidup sebagai penangkap ikan untuk dijual. Namun selain ikan laut
ada juga ikan kolam atau
ikan yang dipelihara sendiri yang nantinya digunakan entah dalam bentuk apapun.
c.
Kehutanan
Kehutanan
merupakan usaha yang dilakukan oleh masyarakat
setempat untuk memelihara kelompok tanaman umur panjang yang nantinya akan digunakan
untuk bangunan. Jenis pohon yang dipelihara
seperti mahoni dan jati.
d.
Pertanian
Penduduk
di pedesaan
bermata pencaharian sebagai petani dikarenakan ketersediaan lahan yang begitu
banyak dan datar. Masyarakat petani
dengan jiwa sosial yang sangat tinggi saling bergotong royong dalam kehidupan
pertanian. Kegiatan bertani di sini adalah berladang atau bercocok tanam, dan mengolah sawah.
Kehidupan bercocok tanam merupakan salah satu mata pencaharian yang penting.
Dalam hal bercocok tanam ini masyarakat
melaksanakan sistem perladangan berpindah. Tanah ladang diperoleh dengan
pembakaran dan penebangan hutan, setelah
ditanami 1-2 tahun ditinggalkan dan
diganti dengan pembuatan ladang yang baru. Dengan sistem ini alat yang
digunakan sangat sederhana yakni parang untuk memotong dan menebang pohon, dan
linggis untuk pengolahan tanah. Jenis tanaman yang diusahakan terutama adalah
jagung, padi, ubi kayu, ubi jalar, sayur-sayuran dan kacangan-kacangan. Hasil tanaman-tanaman
ini selain untuk dikonsumsi juga dijual ke pasar tradisional. Penghasilan yang
diperoleh dari pekerjaan masyarakat dilakukan
berdasarkan kondisi alam sehingga dapat membantu masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan keluarga setiap hari.
e.
Kerajinan
tangan
Masyarakat
Desa Wajo merupakan masyarakat desa yang memiliki
kepentingan untuk memenuhi kebutuhan,
maka pada masa pemerintahan Igidius Wasa
sudah tumbuh dan berkembang kerajinan tangan yang diwariskan dari nenek moyang
meskipun secara sederhana namun sulit untuk dijumpai saat ini. Kerajinan tangan
tersebut berupa tenun ikat, membuat periuk tanah serta pembuatan alat-alat kebutuhan
keseharian berupa parang, cangkul dan pisau.
Keadaan
ekonomi masyarakat Desa Wajo
pada masa pemerintahan Kepala Desa Igidius
Wasa tahun 1975-1985 seakan-akan mulai mewarnai
perubahan karena lebih menekankan pada peningkatan mutu pertanian ketimbang
pola bertani. Hal
tersebut terjadi karena di Desa Wajo
dibuat suatu peraturan agar setiap masyarakat menanam tanaman pisang. Barangsiapa
yang melanggar aturan tersebut dalam konteks bahwa tidak menanam tanaman pisang
jika ditemukan pada saat pemeriksaan maka akan dikenakan denda. Namun masyarakat
dengan kerja keras dan motivasi
tinggi mengindahkan perbuatan tersebut.
Perkembangan
perekonomian masyarakat terus ditingkatkan agar rakyat dengan pola hidup yang
hemat dapat menggapai kesejahteraan kelompok umum. Masyarakat sadar akan ketersediaan
pangan sangat mendukung untuk peningkatan kesejahteraan bersama. Namun hal
tersebut harus diimbangi dengan ketersediaan sumber daya manusia atau potensi
manusia yang mengaturnya. Kemajuan
suatu desa sangat ditentukan bagaimana tingkat kemajuan perekonomian masyarakat
juga menuntut kerja keras dari pemerintah dan rakyat sebagai sasaran utamanya.
Berikut ini akan dirinci berbagai cara yang dilakukan oleh Kepala Desa Igidius Wasa untuk
meningkatkan ekonomi masyarakat Desa Wajo yaitu :
1)
Usaha yang menjadi
prioritas dari kepala desa Igidius Wasa untuk
meningkatkan pendapatan masyarakatnya adalah melalui peningkatan kerajinan
tangan melalui tenun ikat yang terbuat dari kapas dan juga mengayam seperti
tikar. Kerajinan
tangan yang sangat nampak dan sampai pada saat ini menjadi tali penerus adalah pembuatan periuk tanah.
2)
Menghimbau masyarakatnya
untuk kerja bergotong royong dalam bidang pertanian nampaknya rakyat
bergotong-royong dari rumah ke rumah
untuk bekerja.
3)
Menghimbau
masyarakatnnya untuk menanam tanaman umur panjang seperti jati, mahoni, kelapa,
pinang, jambu mente, dan juga pisang.
3. Keadaan
Pemerintahan
Kehidupan
pemerintahan Desa Wajo sebelum
kepemimpinan Igidius Wasa penuh
dengan gairah yang terpadu secara
negatif dan terombang-ambingkan oleh kecurangan sendiri dari para penguasa dan
tokoh masyarakat.
Pada masa pemerintahan Igidius Wasa boleh
dibilang stabil dan mampu berjalan sesuai dengan keinginan masyarakat. Hak-hak rakyat jelata dipenuhi dan
dipertahankan, juga memberikan hukuman setimpal kepada
mereka yang melakukan pelanggaran terhadap aturan-aturan adat yang sudah disepakati
bersama. Pemberlakuan hukum adat berdasarkan kesepakatan bersama antara
pemerintah kerajaan dengan tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh adat bertujuan untuk menciptakan
masyarakat yang adil dan makmur.
Sebuah negara merdeka kita sudah mengenal
adanya pemerintahan yang bekerja untuk kesejahtraan rakyat dalam bentuk kerajaan.
Kejayaan masa lalu terukir dalam sejarah kerajaan yang pernah muncul seperti
Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit
dimana pada masa pemerintahan raja-raja sebagai pemangku tertinggi kerajaan
sudah membentuk suatu struktur organisasi pemerintahan yang bekerja untuk rakyat dan mencapai
masa keemasan.
a.
Pembentukan
Aparat Pemerintahan
Pada
awalnya, rekapan daftar dan keanggotan masing-masing instansi sudah terbentuk
sejak desa gaya baru di Indonesia mulai diterapkan.
Pembentukan aparat pemerintahan di Desa Wajo
pada masa pemerintahan Igidius Wasa
benar-benar berpedoman pada peraturan
yang ada. Namun,
kendati demikian juga tidak terlepas dari hubungan kekeluargaan dan
kekerabatan. Hal
itu terjadi dikarenakan dukungan dari berbagai
masyarakat pada saat pemilihan kepala desa.
Pembentukan
aparat pemerintahan yang lebih mementingkan keanggotaan keluarga dalam struktur
pemerintahan tidak terlepas dari masalah yang muncul akibat kecemburuan sosial.
Berikut daftar nama aparat pemerintahan Desa Wajo
pada masa pemerintahan kepala desa Igidius Wasa.
Tabel
5. Daftar nama
aparat pemerintahan Desa Wajo
No
|
Nama
|
Jenis
Kelamin
|
Jabatan
|
|
L
|
P
|
|||
1
|
Petrus Au
|
L
|
|
Sekretaris desa
|
2
|
Kristoforus Gaso
|
L
|
|
Pamong Desa
|
3
|
Elias Juma
|
L
|
|
Pamong Desa
|
b.
Pengambilan
Keputusan
Secara
umum yang menjadi kenyataan di sekitar
kita bahwa dalam hal apapun, pengambilan keputusan harus berpatokan pada
nilai-nilai luhur yang sudah menjadi santapan keseharian. Segala peraturan desa
yang dibuat berdasarkan atas kebiasaan hidup masyarakat setempat yang dipisahkan
dari pola hidup masyarakat.
Pada masa pemerintahan
Kepala Desa Igidius Wasa
keadaan pemerintahan berjalan setidaknya sesuai dengan harapan masyarakat
meskipun keanggotan struktur pemerintahan berdasarkan garis keturunan serta
dukungan dari kelompok tertentu yang menginginkan sesuatu.
Segala kebijakan yang
dibuat oleh Igidius Wasa
dapat disimpulkan bahwa peraturan
perkawinan, mengaktifkan kerja dari linmas, melakukan pembersihan jalan serta
pembuatan peraturan jaga malam. Aturan-aturan
yang dibuat tersebut harus berpedoman pada kebiasaan hidup masyarakat setempat. Dalam perkembangannya,
aturan-aturan tersebut tidaklah semuanya berjalan lancar dikarenakan adanya golongan-golongan
tertentu yang iri hati dan menolak aturan tersebut dengan alasan tertentu.
c.
Masalah-Masalah
Pemerintahan
Dalam
bidang pemerintahan Desa Wajo sering terjadi masalah-masalah yang
menimpa rakyat Desa Wajo
dikarenakan adanya pihak-pihak tertentu dengan kepentingannya ingin memprofokasi golongan-golongan
tertentu untuk menolak pemerintahan dari kepala desa terpilih Igidius Wasa.
Masalah-masalah yang
dihadapi oleh masyarakat Desa Wajo
pada masa pemerintahan Igidius Wasa tahun 1975-1989
adalah :
1)
Kepengurusan
pemerintahan Desa Wajo yang menimbulkan
iri hati dari pihak lain yang tidak
mendukung Igidius Wasa sebagai kepala
desa. Namun, dendam dan iri hati tersebut tidak
menimbulkan bahaya besar apalagi mengorbankan nyawa manusia.
2)
Aparat-aparat
pemerintah yang saat itu terpilih tidaklah menjalankan tugasnya dengan baik.
Hal itu menyebabkan
perekonomian masyarakat tidak meningkat.
Akan tetapi, meskipun hal itu terjadi namun karena lewat
hubungan pertalian darah seakan mendamaikan pihak keluarga yang bermusuhan.
Pertalian darah yang dimaksudkan bahwa Desa Wajo secara garis keturunan
memiliki hubungan darah yang sangat erat dengan sesama berdasarkan garis
keturunan.
d.
Akhir Kepemimpinan
Igidius Wasa tahun 1989
Sebagai desa yang memiliki aturan-aturan yang mengikat, maka Desa Wajo melalui peraturan pemerintah yang berlaku secara
umum akan mengadakan pemilihan pemimpin Desa Wajo
tahun 1989. Sebelumnya, akhir dari masa jabatan Igidius Wasa bukan karena
terikat dengan masalah namun lewat peraturan yang mengakhiri masa jabatannya.
Igidius Wasa sekali lagi mencalonkan diri namun kemenangan bukan di pihaknya
lagi sehingga pada tahun 1989 berakhirlah masa jabatan Igidius Wasa sebagai
kepala desa.
4.
Keadaan Budaya
Budaya
suatu daerah tidak bisa dilupakan apalagi dihilangkan karena semua peraturan
lokal yang dibuat berasal dari hukum adat yang menjadi budaya atau tradisi
lokal. Sebuah daerah yang tidak menghargai budayanya pelan-pelan daerah
tersebut akan mengalami persoalan-persoalan yang tidak mampu diatasi apalagi
dengan perkembangan zaman saat ini yang terus berkembang pesat. Budaya
masyarakat lokal harus ditingkatkan sebagai kekayaan budaya lokal. Penduduk Desa Wajo tidak terdapat suku-suku dari luar
desa, yang ada di Desa Wajo hanyalah suku asli (pribumi atau anak tanah) Desa
Wajo yang mengatur kehidupannya
turun-temurun. Sedangkan suku-suku yang datang dari luar hanya bersifat sementara
waktu karena tugas-tugas tertentu seperti PNS.
Budaya utama yang hidup berkembang di wilayah Desa Wajo antara lain seperti
berikut ini.
a.
Pemberkatan
Hasil Panen
Upacara
adat pemberkatan hasil panen sampai
saat ini masih dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada roh nenek moyang. Penghormatan
itu diadakan pada saat tanaman akan mau dipanen. Upacara
ini dilakukan oleh semua warga setempat agar hasil panennya diberkati oleh sang
pencipta lewat nenek moyang.
b.
Pernikahan
Adat
Upacara
pernikahan berlangsung secara adat mengingat bahwa masih minimnya orang yang sudah
beragama, bahkan pula pengaruh
adat yang sangat mengikat pada saat itu rakyat rata-ratanya sesudah upacara
kawin-mawin
telah selesai hanya dilakukan sebuah acara sederhana pada rumah besar bahwa
secara sah dalam hukum adatnya sudah dilangsungkan pernikahan. Kebiasaan akan
pernikahan adat tersebut sampai saat ini tidak semuanya orang melakukannya
karena sudah banyak mereka yang masuk agama dan lebih layak memilih menikah secara
agama yang di anut. Setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai kebiasaan dan adat
budaya.
Budaya lokal masyarakat harus dijaga dan diwariskan kepada generasi penerus bangsa sehingga
nilai-nilai budaya mejadi acuan bagi generasi penerus bangsa dalam
menanggapi berbagai macam perubahan.
c.
Budaya Gong Gendang
( Nggo Damba)
Dalam budaya Nagekeo
khususnya di Desa Wajo dikenal dengan nggo
damba (nggo = gong, damba = gendang), budaya ini biasanya
dipergunakan pada saat menyambut tamu baru (orang baru) serta menjelang panen
dan sesudah panen.
d.
Budaya Foe (Gotong Royong)
Budaya gotong royong merupakan suatu budaya yang hidup
dan berkembang sejak dahulu kala untuk memupuk kebersamaan dalam melaksanakan
suatu pekerjaan, orang Nagekeo lebih khususnya orang Wajo menyebutkan istilah foe. Kegiatan gotong royong atau foe yang biasa dilakukan di Desa Wajo yaitu bergotong royong dalam
membangun rumah, membuka kebun baru, menanam dan memanen padi. Gotong royong
dilakukan secara berkelompok dan bergiliran selama seminggu dalam sesama anggota
kelompok. Dalam foe ini berstruktur,
ada ketua, wakil, sekretaris, bendahara, dan anggota-anggota dan diberi nama
misalnya kelompok Karya Tani, Kelompok Ngusa Kema dan lain-lain.
Pada umumnya sistem kekerabatan yang terdapat di seluruh
wilayah Desa Pisan adalah persekutuan berdasarkan garis keturunan bapak
(patrilinial). Sistem kekerabatan seperti ini disebut dengan istilah “nonot”, yang berarti suku atau marga. Seorang istri dari
sebuah perkawinan masuk dalam marga suaminya. Unsur inti dari kehidupan masyarakat Desa Pisan adalah keluarga inti (rumah tangga). Keluarga inti ini
merupakan suatu masyarakat kecil, karena tidak dapat berdiri sendiri (lepas
hubungannya) dengan orang tua masing-masing. Mereka tinggal
bersama dengan istri dan anak di rumah orang tua mereka, dan yang memegang
pimpinan dalam keluarga inti adalah seorang bapak yang disebut amaf bagi anak-anaknya dan yang menjadi nai` (kakek) cucunya.
Pengklasifikasian dan penggolongan warga suatu masyarakat
dalam berbagai kelompok yang ada merupakan hal yang universal sifatnya
berdasarkan kaeidah atau norma yang telah membudaya. Hal ini merupakan
realisasi dari lapisan sosial yang merupakan ciri tetap dan bersifat umum dari
setiap masyarakat yang teratur serta terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan
masyarakat (Soekanto,1990). Pada masyarakat Desa Pisan stratifikasi sosial
pada umumnya tergantung pada unsur genealogis dan kedatangan suatu kelompok
masyarakat pada suatu tempat. Artinya
bahwa siapa yang terlebih dahulu tiba di suatu wilayah maka dialah yang
dianggap sebagai tuan tanah, dan mempunyai hak memutuskan persoalan-persoalan
adat istiadat dalam masyarakat. Sementara penduduk yang datang belakangan
dianggap tidak mempunyai hak atas tanah, dan tidak mempunyai hak memutuskan
sesuatu dalam perkara adat istiadat. Dalam kaitan antara penggolongan anggota
masyarakat dengan pemilihan seorang pemimpin untuk memerintah di wilayah Desa Pisan
pada zaman lampau sangat dipengaruhi oleh asal keturunan seseorang. Artinya
orang yang akan dicalonkan untuk menjadi Kepala
Desa harus berasal dari lapisan atas, hal tersebut
sudah menjadi tradisi suku Dawan pada umumnya. Masyarakat Desa Pisan juga mengenal adanya stratifikasi sosial
yang terdiri atas 3 (tiga) lapisan yaitu: kaum
bangsawan
tertinggi, rakyat biasa dan budak. Kelas bangsawan
tertinggi dipegang oleh suku
Fallo yang dianggap sebagai penguasa di wilayah tersebut. Mereka mempunyai hak istimewa untuk menguasai seluruh wilayah yang ada,
seluruh masyarakat bahkan semua kekayaan alam yang ada. Segala kebutuhan penguasa
(suku Fallo)
harus dipenuhi oleh rakyatnya. Salah satu kebiasaan
yang sering dilakukan oleh masyarakat di Desa Pisan adalah setiap tahun
rakyat mempersembahkan upeti kepada penguasa. Kelas rakyat biasa, yaitu mayoritas penduduk yang mata
pencahariannya
sehari-hari sebagai petani, pedagang dan pengrajin. Mereka hanya berhak
mengolah tanah-tanah yang telah diwariskan
oleh nenek moyang.
Mereka bekerja keras, dan sebagian hasil panennya harus dipersembahkan kepada penguasa di
atasnya sebagai upeti. Hak-hak mereka lebih sedikit
jika dibandingkan dengan kewajibannya . Disamping mempersembahkan
upeti kepada penguasa, mereka juga harus melaksanakan
segala perintah penguasa seperti kerja bakti, membayar pajak
dan sebagainya. Kehidupan mereka pada umumnya miskin walau mereka sudah bekerja
keras karena sebagian hasil jerih payahnya harus disertai sebagai upeti, pajak
dan sebagainya. Sedangkan Kelas budak, yaitu kelas yang paling sial nasibnya. Mereka ini dipenuhi
dengan segala macam kewajiban yang sangat berat, sementara hak-hak mereka
sangat sedikit.
Ketika Filmon
Fallo menjabat sebagai Kepala Desa Pisan,
kebanyakan masyarakat masih berkepercayaan kepada arwah nenek moyang,
benda-benda yang memiliki kekuatan gaib, serta tempat-tempat yang dianggap
keramat (kepercayaan animisme dan dinamisme). Semua aktifitas kemasyarakatan di wilayah Desa Pisan diawali dengan upacara berdasarkan kepercayaan mereka. Pada masyarakat Dawan umumnya, meyakini bahwa kepercayaan terhadap arwah
nenek moyang merupakan suatu hal yang
sangat sakral, karena diyakini adanya kekuatan yang melebihi kekuatan manusia
biasa. Pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan
benda-benda gaib bukan hanya berlaku dalam
rumah, tetapi juga di luar rumah.
1. Keadaan
Budaya
Adat
Istiadat merupakan aturan tentang segi kehidupan masnusia yang tumbuh sebagai
pengatur tata tertib dan tingkah laku kehidupan masyarakat selanjutnya. Pada
masyarakat Desa Pisan, budaya merupakan suatu pedoman hidup yang tidak bisa
dilanggar begitu saja. Masyarakat tersusun secara adat, dimana masyarakat
masih hidup terstruktur dan masih memegang teguh adat atau budaya yang berlaku.
Pada
masa pemerintahan Kepala Desa Filmon Fallo, kegiatan budaya yang paling
menonjol adalah budaya oko mama yang
masih tetap dipertahankan sampai sekarang. Budaya
ini dianggap sebagai salah satu budaya yang paling menonjol dibanding dengan
budaya lain karena budaya oko mama
merupakan simbol saling menghargai antara yang satu dengan lain. oko mama
juga merupakan undangan resmi bagi masyarakat Dawan
pada umumnya.
Selain
itu juga, salah satu budaya yang sering dilaksanakan oleh masyarakat Desa Pisan pada masa
pemerintahan Kepala Desa Filmon Fallo adalah pelaksanaan upacara-upacara adat. Pelaksanaan upacara adat ini dipandu oleh kaum bangsawan
(pemimpin) dan para tua adat dalam suatu wilayah. Adapun tujuan dari
pelaksanaan upacara-upacara adat, antara lain: meminta untuk dilindungi dan
diberi kesejahteraan oleh Dewa Langit (Uis
Neno) dan Dewa Bumi (Uis Pah),
melindungi hasil-hasil alam dan sebagainya.
Upacara-upacara
yang sering dilaksanakan oleh masyarakat Desa Pisan Pisan pada masa
pemerintahan Filmon Fallo adalah sebagai berikut :
a. Upacara
kelahiran
b. Upacara
pernikahan
c. Upacara
kematian
d. Upacara
minta hujan
e. Upacara
melindungi tanah, hutan dan hasil-hasilnya (saeba
banu dan sanut banu)
f. Upacara
buka lahan, tanam yang sudah didalanya upacara tolak bala
g. Upacara
makan makanan baru.
Kesenian yang paling menonjol dalam masyarakat
Desa Pisan ketika Filmon Fallo menjabat sebagai Kepala Desa adalah seni tari
antara lain tarian perang, tarian bonet, dan tarian gong. Di antara tarian
tersebut tarian bonet merupakan tarian persatuan yang sering dipentaskan pada
setiap acara adat selain itu juga tarian bonet di pentaskan saat perayaan atau
syukuran panen. Selain upacara adat masyarakat Desa Pisan juga mempunyai sistem
kepercayaan. Sebelum masuknya Agama Nazrani masuk ke Pulau Timor, masyarakat di
Timor pada umumnya masih berkeyakinan kepada suatu kepercayaan akan adanya Dewa
Langit atau Uis Neno yang dianggap sebagai pencipta alam dan pemelihara
kehidupan di dunia. Beberapa ritual upacara yang ditujukan kepada Uis Neno
terutama bermaksud untuk meminta hujan, sinar matahari, mendapatkan keturunan,
kesehatan, dan kesejahteraan. Di samping itu, masyarakat Desa Pisan juga
mempercayai adanya makhluk-makhluk gaib yang mendiami tempat-tempat tertentu,
seperti di hutan, mata air, sungai, dan pohon yang dianggap keramat. Masyarakat
Pisan juga percaya kepada roh-roh nenek moyang yang dianggap mempunyai pengaruh
yang luas kepada jalan hidup manusia. Berbagai malapetaka yang dating, dinilai
sebagai tindakan atau peringatan dari arwah leluhur terhadap mereka yang telah
lalai dan berbuat jahat. Meskipun agama Kristen yang dibawa Belanda pada
akhirnya secara formal telah diterima dan dipeluk oleh sebagian besar dari masyarakat
di Pulau Timor, namun sebagian besar dari mereka masih percaya akan adanya
dewa-dewa, makhluk-makhluk halus, roh nenek moyang, dan percaya akan ilmu
sihir.
C. Keadaan
Ekonomi Masyarakat Desa Pisan Pada Masa Pemerintahan Filmon Fallo Tahun 1970 –
1978
Keadaan ekonomi di wilayah Desa Pisan pada masa
pemeritahan Kepala Desa Filmon
Fallo berkaitan erat dengan zaman pemerintahan kerajaan tradisional.
Pada
masa pemerintahan Filmon Fallo,
yang menjadi mata pencaharian masyarakat Desa
Pisan adalah
bertani dan berternak. Sistem bertani
yang dipakai oleh masyarakat di Desa Pisan
adalah sistim bertani ladang yaitu kebiasaan menebang hutan, membakar dan
menanam. Jenis-jenis
tanaman yang ditanam oleh masayarakat Desa
Pisan
antara lain jagung, kacang-kacangan dan ubi-ubian.
Setelah selesai panen, ladang tersebut ditinggalkan dan dibersihkan tempat baru
untuk musim berikut. Kerjasama atau kelompok (gotong-royong) telah dikenal
dalam mengerjakan ladang mereka.
Selain
pertanian masyarakat Desa Pisan pada saat juga beternak. Ternak yang dipelihara
antara lain sapi, kambing, babi, kuda dan ayam. Namun pemeliharaannya masih
bersifat tradisional yaitu semua ternak dilepas di padang dan mencari makan
sendiri. Hasil dari peternakan juga tidak semua dijadikan sebagai sumber
penghasilan tetapi hasil peternakan lebih banyak dipakai dalam acara-acara
adat. Sebagian kecil saja yang dijual untuk digunakan sebagai salah satu sumber
penghasilan. Kerajinan tangan masyarakat Desa Pisan yang paling menonjol adalah
menenun dan menganyam. Menenun biasanya dilakukan oleh kaum wanita sedangkan
kaum pria bertani dan beternak. Menganyam biasanya dikerjakan oleh kaum wanita
juga kaum pria yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang. Hasil dari menenun
biasanya hanya dipakai untuk kebutuhan sendiri dan sebagian kecil dapat dijual atau ditukar dengan barang
lainnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Keadaan
ekonomi di Desa Pisan pada masa pemerintahan Filmon Fallo telah menunjukan satu
tingkat kemajuan. Hal ini disebabkan oleh tingkat kebutuhan antar setiap
masyarakat dapat terpenuhi. Peredaran
uang sebagai alat jual beli masih sangat terbatas, tetapi sistem barter atau
tukar-menukar barang telah berkembang dengan baik. Desa
Pisan pada masa pemerintahan Filmon Fallo memiliki ciri-ciri kemasyarakatan
yang sederhana, dimana petani yang berada di wilayah ini masih menggunakan
teknologi yang sederhana, dan juga masyarakat terikat dengan sistem
gotong-royong.
Mata
pencaharian penduduk di wilayah Desa Pisan
pada umumnya adalah bersumber dari
pertanian, perladangan dan peternakan. Sistem pertanian yang
dipakai adalah sistem bertani dan
berladang, dengan cara menebang hutan dan semak, membakar kemudian menanam.
Setelah selasai panen, ladang tersebut ditinggalkan dan mencari tempat baru
untuk ditanami musim berikutnya. Selain
bertani, berladang dan beternak, salah satu upaya yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Pisan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya adalah menenun dan menganyam (khusus
bagi kaum wanita). Hasil tenunan antara lain selimut, selendang dan sarung,
sedangkan hasil anyaman berupa bakul (sau),
tikar (nahe), nyiru (tupa) dan tempat sirih
(oko mama`). Hasil tenunan dan anyaman tersebut dijual untuk
memenuhi kebutuhan hidup.
Untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, masyarakat
juga melakukan kegiatan berburu di hutan dan
mencari hasil dari hutan misalnya cendana
dan makanan lain. Dalam sektor pertanian masyarakat
tetap mempertahankan sistem pengolahan tanah secara tradisional dan sistem
ladang berpindah-pindah yang
disebabkan oleh pengetahuan dan keterampilan rakyat yang sangat terbatas. Hasil
pertanian yang paling banyak yaitu jagung dan ubi yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Untuk
meningkatkan tingkat ekonomi rakyat agar lebih baik maka Kepala Desa Filmon Fallo
menghimbau rakyatnya untuk menanam tanaman produktifi seperti pisang, mangga, nangka
dan sayur-sayuran
dan lain-lain.
Kegiatan
perekonomian pada masa pemerintahan Kepala
Desa Filmon Fallo menunjukan suatu ciri-ciri
kemakmuran karena hasil pertanian dan perternakan dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain memenuhi kebutuhan, hasil panen itu juga
diharuskan untuk membayar upeti kepada penguasa (suku Fallo).
D.
Keadaan Politik Pemerintahan Masyarakat Desa
Pisan Pada Masa Pemerintahan Filmon Fallo Tahun 1970 – 1978
Pada masa pemerintahan Kepala Desa
Filmon Fallo, ia menjalin kerjasama dengan desa-desa tetangganya yaitu dalam bidang ekonomi dalam hal ini
pedagang dari Desa Pisan bisa pergi mengambil barang dagangan dari Desa lain
demikian sebaliknya . Desa tetangga yang
dimaksudkan antara lain: Desa
Mnela Anen, Desa Kaeneno, Desa Teluk, Desa Nunuh Eno, dan Desa Oe`Ekam. Tujuan diadakannya kerjasama dengan
desa-desa
tetangga adalah untuk melawan
penjajahan yang dilakukan oleh pihak dari luar melalui berbagai cara.
Dalam menjalankan roda pemerintahannya, Kepala
Desa Filmon Fallo sangat disegani
oleh rakyatnya karena ia memerintah dengan bijaksana,
berwibawa dan penuh tanggung
jawab dalam menjalankan roda pemerintahannya sebagai kepala
desa. Selain itu juga, ketika ia menjabat sebagai kepala
desa ia berhasil mensejahterakan rakyat yang berada dalam
wilayah Desa Pisan. Sebagai kepala desa, ia memberi mandat kepada para
bawahannya untuk turut memperhatikan kehidupan
rakyat dalam wilayah tersebut.
E.
Sistem Pemerintahan Yang Diterapkan Oleh Filmon
Fallo Ketika Menjabat Sebagai Kepala desa Pisan Tahun 1970 -1978
Sistem
pemerintahan yang dianut di Desa Pisan pada masa
pemerintahan Filmon Fallo tahun 1970-1978
adalah sistem pemerintahan yang masih bersifat tradisional. Dalam sistem pemerintahan ini, ada 2 (dua) kelompok
penting yaitu pihak penguasa dan pihak yang dikuasai. Pihak penguasa muncul
dari kalangan orang-orang yang berstatus sosial atas, tetapi jumlah mereka
sangat sedikit jika dibanding dengan pihak yang dikuasai. Hal tersebut
merupakan suatu fakta sejarah yang ada pada setiap organisasi sosial. Sedangkan
pola pelaksanaan pemerintahan yang diterapkan oleh Kepala
Desa Filmon allo di wilayah Desa Pisan
adalah pola pemerintahan vertikal. Artinya bahwa kegiatan pemerintahan dilaksanakan
berdasarkan struktur yang ada atau dengan kata lain
perintah yang di laksanakan berdasarkan perintah dari atasan. Perangkat-perangkat menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya masing-masing. Aturan yang berlaku bagi semua komponen di dalam
wilayah tersebut adalah aturan pemerintah dan aturan adat. Aturan pemerintah
dibuat oleh pemerintah atasan, sedangkan aturan adat dibuat oleh penguasa
(Kepala Desa) dan semua bawahannya beserta para tua adat dan tokoh masyarakat
setempat. Dalam menjalankan tugasnya, tidak selamanya Kepala Desa harus turun
langsung ke masyarakat di seluruh wilayah kekuasaannya. Ia memberi mandat
kepada setiap kepala lopo (sekarang
disebut Kepala Dusun) untuk menjalankan roda pemerintahan. Pada masa
pemerintahan Filmon Fallo, wilayah Desa Pisan dibagi atas 4 (empat) wilayah lopo, (ketemukungan kecil) yaitu:
1. Lopo
Bakilinah : Thofilus Manu
2. Lopo
Kone : Soba Manu
3. Lopo
Tesi : Le`u Manu
4. Lopo
Timu : Teni Nubatonis
Pembagian tugas dan
tanggung jawab dalam wilayah Desa Pisan mengikuti pola atau garis struktur yang
telah ditetapkan. Kepala Desa dan seluruh stafnya mempunyai tugas atau perannya
masing-masing. Tugas utama Kepala Desa bersama seluruh stafnya diwujudkan dalam
urusan pemerintahan, pembangunan masyarakat, pembangunan wilayah dan urusan
berbagai kegiatan yang dilakukan dalam wilayahnya. Tiap perangkat dapat bekerja
sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang telah dipercayakan.
BAB IV
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan uraian pada
Bab III, maka penulis dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Sejarah
terbentuknya Desa Pisan
Desa Pisan terbentuk atas kesepakatan antara
Temukung besar Pisan yang bernama Kornelis Fallo bersama adiknya Hanok Fallo.
Kata “Pisan” berarti bertobat dan
tidak terulang lagi. Pada masa pemerintahan Filmon Fallo, keadaan sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat mengalami perkembangan walaupun masih bersifat
tradisional. Stratifikasi sosial pada umumnya tergantung pada unsur genealogis
dan struktur sosial masyarakat Desa Pisan terdiri dari kaum penguasa, rakyat
biasa dan budak. Dalam kehidupan sehari-hari, interaksi yang dilakukan selalu
berpedoman pada norma kesopanan, yaitu saling menghargai dan menghormati.
2. Pada masyarakat Desa Pisan stratifikasi sosial
pada umumnya tergantung pada unsur geneologis (garis keturunan ayah) dan
kedatangan suatu kelompok masyarakat pada suatu tempat. Artinya bahwa siapa yang
terlebih dahulu tiba di suatu wilayah, dialah yang berkuasa di wilayah
tersebut. Pada masa pemerintahan Kepala Desa Filmon Fallo, kegiatan budaya yang
paling menonjol adalah budaya oko mama
yang masih tetap dipertahankan sampai sekarang.
3. Pada
masa pemerintahan Filmon Fallo,
yang menjadi mata pencaharian masyarakat Desa
Pisan adalah bertani dan berternak. Kegiatan
perekonomian pada masa pemerintahan Kepala
Desa Filmon Fallo menunjukan suatu ciri
kemakmuran karena hasil pertanian dan perternakan dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain memenuhi kebutuhan, hasil panen itu juga
diharuskan untuk membayar upeti kepada penguasa.
4. Pada masa pemerintahan Kepala Desa
Filmon Fallo, ia menjalin kerjasama dengan desa-desa tetangganya. Desa tetangga yang
dimaksudkan antara lain: Desa
Mnela Anen, Kaeneno, Teluk, Nunuh Eno, dan Desa Oe`Ekam dengan tujuan agar pelaksanaan pemerintahan di
wilayahnya dapat berjalan lancar.
5. Sistem pemerintahan yang dianut di Desa
Pisan pada masa pemerintahan Filmon Fallo tahun 1970-1978 adalah sistem pemerintahan
yang masih bersifat tradisional. Dalam sistem pemerintahan ini, ada
dua kelompok
penting yaitu pihak penguasa dan pihak yang dikuasai.
B.
Saran
Adapun beberapa saran yang penulis
sampaikan antara lain:
1. Kepada
Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Daerah Tingkat II
Kabupaten Timor Tengah Selatan dalam hal ini Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga dan Dinas Pariwisata mendokumentasikan Peristiwa-peristiwa dan tradisi
bersejarah sebagai bahan pembelajaran bagi generasi penerus.
2. Kepada
Pewaris masyarakat Desa Pisan, tokoh-tokoh masyarakat dan tua-tua adat agar mempertahankan
nilai-nilai sejarah daerah yang ada sehingga bermanfaat bagi kearifan budaya
lokal untuk daerah maupun bangsa.
3. Kepada
seluruh masyarakat di Desa Pisan khusus generasi penerus bangsa agar menjaga
dan melestarikan budaya dan tradisi yang ada sebagai bentuk perlindungan
tradisi yang sangat sakral bagi masyarakat umumnya dan lebih khususnya di
wilayah Desa Pisan.
4. Kepada
kita semua bagaimana kita menjaga, memelihara dan mengembangkan budaya atau
tradisi yang telah diwariskan oleh leluhur kita.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, R. Moh,
1963. Pengantar Ilmu Sedjarah Indonesia.
Bhatara,Djakarta.
Basri, M. S.
2006. Metodologi Penelitian Sejarah, Restu Agung, Jakarta.
Busroh,
H. A. D, 1989. Sistem Pemerintahan
Republik Indonesia, Bina Aksara, Jakarta
Burhan,
Bungin, 2006. Sosiologi Komunikasi.
Kencana, Jakarta.
Damsar,
2009. Pengantar Sosiologi, Ekonomi.
Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Doko
I. H. 1973. Nusa Tenggara Timur Dalam
Kancah Kemerdekaan Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Eilers,
Frans J, 1987. Berkomunikasi Antara
Budaya. Nusa Indah, Jakarta.
Gazalba,
Sidi. 1988.Pengantar Sejarah Sebagai
Suatu Ilmu.Jakarta: Pustaka Anata
Hugiono,
dan Poerwantana, P. K, 1992. Pengantar
Ilmu Sejarah. Rineka Cipta, Semarang.
Kansil, C.S.T. 2002. Sistem Pemerintah Indonesia. Jakarta: Gramedia.Kuntowijoyo, 2003. Metodologi Sejarah. Tiara wacana,
Yogyakarta.
Koentjaraningrat,
1975. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia,
Balai Pustaka, Jakarta.
Koten,
Benediktus Kada. Sejarah Perkembangan Swapraja Larantuka Skripsi Jurusan Sejarah Budaya Fakultas
Keguruan Undana Kupang.
Ndraha,
Taliziduhu. 2003. Kybernologi.
Jakarta: Djambatan.
Sitanggas,
H, 1996. Ekologi Pemerintahan.
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Syafiie,
Inu Kencana. 2003. Ilmu Pemerintahan.
Mandar Maju, Bandung.
Tamburaka,
E. Rustam.2002. Pengantar Ilmu Sejarah
Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat & Iptek. Jakarta: Rineka
Cipta.Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar