Selasa, 22 Desember 2015

PENGADAAN BAHAN BAKU



MODUL  II

PENGADAAN BAHAN BAKU

Oleh :

N.G.F. Katipana, dan Erna Hartati




1.  PENDAHULUAN



Pengadaan bahan baku baik kontinuitas ketersediaanya maupun harga dan kualitas bahan baku sangat penting bagi perkembangan suatu industri pakan.  Modul ini mencoba menjelaskan bagaimana pengandaan bahan baku baik yang berasal dari luar negeri maupun yang berasal dari dalam negeri, strategi pengadaan dan penyaluran bahan baku serta beberapa organisasi atau lembaga yang terlibat dalam pengadaan bahan baku bagi industri pakan.  Dalam modul I, telah dijelaskan bahwa unit pengadaan bahan baku merupakan suatu unit yang mutlak harus ada dalam industri pakan, karena unit ini sangat menentukan keberlanjutan usaha industri tersebut.    Dalam mempelajari modul ini mahasiswa harus membayangkan dirinya sebagai seorang pelaksana pengadaan bahan baku bagi  industri pakan, sehingga dengan mudah dapat menguasai modul ini. Di samping itu, mahasiswa perlu membuat ringkasan modul ini, menguasai modul ini dengan jalan menghafal  dan kemudian berdiri di depan kaca dan menjelaskan ringkasan materi modul ini kepada  bayangan anda di dalam kaca seolah-olah anada alahah dosen yang sedang menjelaskan kepada mahasiswa.  Cara ini diulang-ulang beberapa kali tanpa melihat catatan, maka anda sudah dapat menguasai modul ini dengan baik.     
            Kompetensi khusus dari modul ini adalah :
a.       Mahasiswa mampu menjelaskan bagaimana hubungan pengadaan bahan baku dengan perkembangan suatu industri pakan.
b.      Mahasiswa mampu menjelaskan bagaimana caranya pengadaan bahan baku yang berasal dari luar negeri dan dalam negeri.
c.       Mahasiswa mampu menyebutkan bahan baku apa saja yang masih diimpor dari luar negeri.
d.      Mahasiswa mampu menjelaskan bagaimana caranya untuk mendapatkan bahan baku yang dibutuhkan suatu industri pakan tetapi harus diimpor dari luar negeri.
e.       Mahasiswa mampu menyebutkan lembaga-lembaga yang berperan dalam penyediaan bahan baku dan mampu menjelaskan bagaiman peran lem,baga-lembaga tersebut dalam penyediaan bahan baku.

2.  MATERI  KULIAH
2.1. PENGADAAN BAHAN BAKU DARI LUAR NEGERI

            Sebagian bahan baku kebutuhan industri pakan masih dipasok dari luar negeri, sehingga untuk mendapatkan bahan baku tersebut  industri pakan membutuhkan jasa pedagang perantara  atau broker. Pedagang perantara atau broker ini bisa berasal dari dalam negeri tempat industri pakan berada atau bisa juga dari luar negeri di tempat bahan baku pakan itu berada atau di negara lain yang berdekatan dengan negara atau daerah penghasil bahan baku pakan.   Di Indonesia,  biasanya pemerintah menunjuk beberapa perusahaan sebagai pedagang perantara dalam menyediakan bahan baku yang dibutuhkan industri pakan.  Pada umumnya pedagang perantara adalah orang-orang yang sudah ahli dalam bidangnya,  yakni mengetahui dengan pasti kapan suatu bahan baku (bahan pakan) yang dibutuhkan tersedia, berapa harganya, berapa biaya pengangkutannya, peraturan-peraturan yang berlaku dan sebagainya.  Pedagang perantara membeli dan mengirim bahan baku pakan yang diminta oleh industri pakan, dan pembayaran dilakukan secara kontan.
            Di luar negeri, pihak-pihak yang terlibat dalam jual beli bahan baku pakan melaku kan kegiatannya dalam suatu pasar umum yakni pasar biji-bijian.  Di pasar tersebut produsen pakan atau petani penghasil bahan pakan menawarkan hasil panennya berupa biji-bijian kepada pedagang perantara. Letak pasar ini biasanya berlokasi di daerah-daerah atau negara-negara penghasil biji-bijian   Aktifitas jual beli di pasar tersebut diatur oleh sejumlah aturan yang dibuat oleh pasar itu sendiri tetapi aturan-aturan tersebut harus mendapat izin dari departemen pertanian di negara tempat pasar itu berada.  Dalam kegiatan jual beli bahan baku pakan terdapat dua cara pembelian yang berlaku yaitu pembelian dilakukan secara kontan atau cash dan pembelian dilakukan secara kredit.  Pedagang perantara membeli bahan baku pakan yang dibayar secara sistem kontan, kemudian menjualnya ke industri pakan yang membutuhkan bahan baku tersebut.      

2.2.   PENGADAAN BAHAN BAKU DI DALAM NEGERI

            Pada mulanya industri pakan di dalam negeri berkembang karena adanya usaha ternak unggas, khususnya ayam potong dan petelur. Saat ini industri pakan telah berkembang tidak saja karena adanya usaha peternakan unggas tetapi karena adanya usaha peternakan babi, itik, sapi dan ikan. Namun demikian keberlanjutan usaha industri pakan juga bergantung pada kuantitas dan kualitas pakan yang dihasilkannya.  Jumlah industri pakan di Indonesia setiap tahun bertambah jumlahnya baik yang berskala kecil maupun yang berskala menengah dan skala besar.  Sampai tahun 2004 jumlah industri pakan yang berada di Indonesia berjumlah 56 buah perusahaan. Sesuai dengan hukum ekonomi, usaha industri pakan skala kecil akan kalah bersaing dengan usaha industtri skala menengah dan skala besar dalam hal penyediaan bahan baku dan produknya berupa ransum konsentrat atau pakan komplit.  Untuk menanggulangi hal tersebut maka pemerintah menugaskan BULOG, yaitu suatu badan usaha yang dibentuk pemerintah untuk menjamin penyediaan  bahan baku pakan ternak bagi industri pakan baik yang berskala kecil maupun menengah dan besar,  membendung pengaruh fluktuasi harga pada tingkat pasaran internasional sehingga tidak berpengaruh terhadap harga di dalam negeri, mengendalikan penggunaan devisa, dan menjamin keberlanjutan pemasaran bahan baku pakan ternak di dalam negeri.
            Sampai saat ini, diantara bahan-bahan baku pakan ternak yang masih ditangani BULOG dalam hal penyediaan dan penyalurannya adalah tepung ikan, jagung dan bungkil kedele.








a.  Strategi Pengadaan dan Penyaluran Bahan Pakan Tepung Ikan.

            Tepung ikan merupakan salah satu dari komponen utama dalam ransum ternak, khususnya ransum untuk unggas.  Jumlah tepung ikan dalam ransum berkisar dari 7%-15%.   Sampai saat ini tepung ikan masih diimpor dari Thailand, Chili, dan Peru. 
            Pada waktu lalu pemenuhan kebutuhan tepung ikan untuk industri pakan khususnya industri pakan unggas  ditangani oleh PT. Cipta Niaga  Dalam pelaksanaan impor tepung ikan, PT Cipta Niaga mendapat keuntungan hanya pada fee dari industri pakan atau dealer.  Dalam mendapatkan fee tersebut ada dua cara yang dilakukan yaitu (1). Cara Khusus. Dalam cara ini beberapa industri pakan dan dealer mengajukan kebutuhan tepung ikan pada PT Cipta Niaga dengan membayar fee sebesar 17.5% dari harga impor, dan (2) Cara Umum.  Dalam cara ini, ada tujuh perusahaan yang bertindak sebagai dealer mengajukan kebutuhan tepung ikannya pada PT Cipta Niaga untuk melakukan pembukuan impornya, dan mendapatkan mendapatkan keuntungan berupa fee sebesar Rp 100,-/kg.  Dari cara kerja PT Cipta Niaga tersebut di atas, tampak bahwa terdapat kelemahan yang kurang mendukung program stabilitas harga dan kontinuitas pengadaan tepung ikan tersebut.  Hal ini dapat dimengerti bahwa mekanisme yang dilakukan masih terbatas pada penyediaan tepung ikan bagi industri pakan dealer bahan pakan yang membutuhkannya dalam jumlah yang sesuai dengan permintaan tanpa adanya pengawasan terhadap penyaluran bahan pakan tersebut ke pasaran.  Oleh karena itu industri pakan dan dealer mempunyai  peluang untuk mengadakan spekulasi harga, terlebih lagi produksi tepung ikan sifatnya musiman sehingga dapat mengganggu kelancaran ke pasar dan pada akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga yang tajam dan fluktuatif.
            Berdasarkan kondisi di atas maka presiden mengeluarkan instruksi presiden tanggal 12 Maret 1985 menunjuk BULOG untuk melaksanakan pengadaan dan penyaluran tepung ikan kepada BULOG menggantikan PT Cipta Niaga.  Adanya pengalihan wewenang impor tepung ikan dari PT Cipta Niaga ke BULOG  diharapkan penyediaan tepung ikan tetap berlanjut seperti juga dengan tepung jagung dan bungkil kedele, penyalurannya lancar, dan stabilitas harga tepung ikan dalam negeri dapat terjamin.   Realisasi impor tepung ikan sebelum ditangani BULOG sebesar 48-60 ribu ton  per tahun atau rata-rata 5000 ribu ton per bulan.  Setelah impor tepung ikan ditangani BULOG realisasi impor sebesar 27.634 ton pada thaun 1985 dan 53.930 ton pada tahun 1986. 
            Berdasarkan perkembangan harga tepung ikan di luar negeri dan di dalam negeri yang disajikan pada Tabel 1 tampak bahwa harga tepung ikan yang diimpor BULOG  semakin baik dan stabil.  Di sisi lain, bila dilihat dari ratio harga harga penjualan tepung  ikan dalam negeri dan harga pembelian di luar negeri antara tahun 1980-1984 ternyata berkisar antara 1.15-1.27, berarti tingkat imbangannya cukup tinggi.  Ini berarti tidak menguntungkan bagi peternak yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil-hasil ternak, khususnya unggas.  Meskipun jumlah pemakaian tepung ikan dalam ransum hanya berkisar 7-15% dari total ransum, tetapi karena harga tepung ikan yang tinggi  akan memberikan pengaruh yang besar terhadap harga pakan jadi yang akhirnya dapat mempengaruhi keuntungan peternak, khususnya peternak unggas.

Tabel 2.  Perkembangan Ratio Harga Tepung Ikan Dalam Negeri (DN) Terhadap
               Harga Luar Negeri (LN) Selama Tahun 1980-1984) 

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 
Tahun
Harga (Rp/ton)
Ratio Harga DN/LN

LN*
DN

1980
196.000
225.000
1.15
1981
263.000
310.000
1.18
1982
313.000
360.000
1.15
1983
389.000
495.000
1.27
1984
418.000
510.000
1.22
* = Harga C&F hasil konversi.
Sumber : Perunggasan Indonesia, 1987.            


            Ratio harga beli tepung ikan di luar negeri dan harga jual di dalam negeri setelah diimpor BULOG pada tahun 1985 dan 1986 yang disajikan pada Tabel 2 tampak ada penurunan imbangan  antara harga beli di luar negeri dan harga jual di dalam negeri, yakni  dari  1.19-1.21  menjadi  1.07-1.08.   Ini berarti BULOG dapat menekan harga beli
Tabel 3. Perkembangan Ratio Harga Beli Di Luar Negeri Dengan Harga Jual
              Dalam Negeri Pasda Tahun 1985 dan 1986.


Tahun
Harga Tepung Ikan (Rp/ton)
Ratio Harga

Luar Negeri
Feed Mill
ASBIMTI
Feed Mill
ASBIMTI
1985
434.220
525.000
515.000
1.21
1.19
1986
528.140
560.000
555.000
1.08
1.07


tepung ikan di luar negeri dan harga jual di dalam negeri, dan telah dapat melakukan pengawasan penyaluran tepung ikan ke pasaran sehingga tidak terdapat peluang bagi pelaku pasar untuk melakukan spekulasi harga, karena BULOG mempunyai stock yang sewaktu-waktu dapat dilepaskan ke pasar untuk menghindari hal-hal yang tidak diingini seperti peningkatan harga jual di pasar.   Jika dihubungkan antara harga beli di luar negeri dan harga jual di dalam negeri tampak bahwa jumlah impor tepung ikan sedikit sehingga menunjukkan adanya keseriusan BULOG untuk meningkatkan efektifitas penyaluran tepung ikan, menghemat penggunaan devisa dan menghindari resiko kerusakan akibat kelebihan suplai.
            BULOG menggunakan dua sistem dalam penyaluran tepung ikan dalam negeri, yaitu melalui industri pakan (feed mill) dan melalui ASBIMTI.  Harga jual tepung ikan dari BULOG ke ASBIMTI lebih murah dari harga jual ke industri pakan tidak lain hanya untuk membantu industri pakan skala kecil yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lemah.   Dalam penyaluran tepung ikan BULOG menghadapi beberapa hambatan antara lain adanya fluktuasi harga tepung ikan di pasaran dunia karena pangaruh musim menyebabkan BULOG sulit dalam penanganannya,  dan BULOG membeli tepung ikan dengan harga tinggi tetapi menjualnya dalam negeri dengan harga yang relatif tetap dengan kontinuitas pengadaan yang terjamin. 
            Gambaran impor tepung ikan dari tahun 1974 sampai tahun 1986 disajikan pada Tabel 4 berikut ini.


Tabel 4. Impor Tepung Ikan Dari Tahun 1974-1986

Tahun
Jumlah  (kg)
1974
18.000.000
1975
1.292.120
1976
4..756.552
1977
9.701.059
1978
18.948.293
1979
27.957.406
1980
34.193.724
1981
53.033.299
1982
72.087.709
1983
51.592.534
1984
41.852.878
1985
47.792.147
1986
44.107.377
            Sumber : BPS, 1987.  

b.  Strategi Pengadaan dan Penyaluran Bahan Pakan Jagung.

Pada tahun 1972 terjadi kemarau panjang sehingga terjadi krisis pangan  di dalam negeri, menyebabkan BULOG ikut serta dalam menanggulangi masalah pengadaan pangan dengan jalan menyimpan jagung sebanyak 140.000 ton.  Keikutsertaan BULOG pada saat itu sifatnya hanya membantu maka pengadaan jagung yang dilakukan BULOG sifatnya adalah crash program.  Kemudian pada tahun 1977 BULOG diberi tugas oleh pemerintah untuk mengendalikan impor jagung baik untuk keperluan pangan maupun untuk keperluan pakan.  Sejak saat ini yakni tahun 1977, pemerintah dan BULOG mulai merumuskan langkah-langkah untuk menerapkan harga dasar jagung pada tingkat petani penghasil dan pada tahun 1978 BULOG mulai dengan program pengadaan jagung di Jawa Timur dan mulai menerapkan mekanisme buffer stock untuk pengadaan jagung.
Kebutuhan jagung baik untuk pangan maupun untuk pakan diperoleh BULOG dari hasil produksi dalam negeri dan impor dari luar negeri.  Penyediaan jagung dalam negeri yang dilakukan BULOG adalah melalui kerja sama dengan KUD yang dikenal dengan pengadaan secara konvensional, dan menerapkan pola kerjasama antara BULOG dan industri pakan  melalui KUD dan non-KUD.  Pola kerjasama antara BULOG dengan industri pakan melalui KUD dan non-KUD dimaksudkan agar :
a.       Mendekatkan industri pakan pada sentra produksi
b.      Menerapkan sistem tanggung renteng dalam pembayaran
c.       Maksimasi pemanfaatan produksi dalam negeri untuk stabilisasi harga
d.      Menekan biaya penanganan
Perkembangan pengadaan dan produksi jagung sejak tahun 1978 sampai tahun 1986 disajikan pada Tabel  4, memperlihatkan pengadaan jagung yang dilakukan BULOG hanya rata-rata sebesar 0.88% dari total produksi dalam negeri.  Tabel 4 juga memperlihatkan produksi jagung terus meningkat tetapi angka pengadaan jagung oleh BULOG terus menurun dari tahun ke tahun, berarti jumlah pengadaan jagung yang dilakukan BULOG menurun tetapi pembelian yang dilakukan oleh industri pakan secara langsung dari pasar bebas terus meningkat.
Penyediaan jagung dari luar negeri yang dilakukan oleh BULOG sifatnya adalah suplemen terhadap penyediaan dalam negeri dan hanya dilakukan setelah memper timbangkan harga dan produksi dalam negeri.  Perkembangan impor jagung yang dilakukan BULOG sejak tahun 1978 sampai  tahun  1982  disajikan  pada  Tabel 5.   Data
Pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa impor jagung berfluktuasi dari tahun ke tahun tergantung pada produksi dan harga jagung dalam negeri.
            Sejak tahun 1984,  dalam perdagangan internasional BULOG menerapkan sistem kebijakan ganda, yaitu mengadakan impor dan ekspor pada tahun yang sama.  Hal ini didadasari bahwa di beberapa daerah yang jauh dari sentra industri pakan seperti Sulawesi Utara dan Sumatera Utara pada suatu saat mengalami surplus jagung.  Setelah dilakukan perhitungan ekonomis bahwa ekspor jagung menguntungkan maka dilakukanlah ekspor meskipun untuk memenuhi kebutuhan di daerah konsumen harus dilakukan impor.  Pemerintah melalui BULOG mengadakan impor jagung selalu dikaitkan langsung dengan kebutuhan riel dari industri pakan, yang dilakukan dengan sistem indent, yaitu suatu sistem dimana industri pakan dengan dananya sendiri diizinkan melakukan impor jagung melalui BULOG dengan catatan jumlah dan waktu pemasukkan



Tabel 5. Perkembangan Pengadaan dan Produksi Jagung Dari Tahun 1978
              Sampai Tahun 1986 di Indonesia.

Tahun
Pengadaan (Ton)
Produksi (Ton)
% Pengadaan




1978
25.063
4.029.000
0.62
1979
0
3.305.000
0
1980
36.186
3.991.000
0.91
1981
129.082
4.509.000
2.86
1982
55.251
3.234.000
1.71
1983
56.096
5.132.000
1.09
1984
27.723
5.288.000
0.52
1985
2.262
4.099.000
0.10
1986
8.217
5.931.000
0.14
Rata-rata                                                                                               0.88
           Sumber : Perunggasan Indonesia, 1987.

Tabel 6. Impor Jagung (ton) sejak Tahun 1978 Sampai Tahun 1986 Yang
              Dilakukan BULOG


Tahun
Jumlah Impor Jagung (ton)


1978
20.000
1979
25.927
1980
19.828
1981
0
1982
                                 196.992
1983
50.991
1984
58.951
1985
49.334
1986
60.590
Sumber : Perunggasan Indonesia, 1987.
ditentukan oleh BULOG.  Walaupun adanya sistem indent namun impor jagung sifatnya tetap suplemen, artinya impor hanya dilakukan jika produksi dalam negeri tidak mencukupi.
            Dalam hal penyaluran jagung ke industri pakan yang dilakukan BULOG sifatnya juga suplemen, artinya BULOG hanya menyalurkan jagung sesuai dengan kemampuan industri pakan dalam menghimpun jagung dari pasar dalam negeri.  Pada musim panen, industri pakan bebas membeli jagung dari pasar umum asal harganya melebihi harga dasar yang telah ditetapkan pemerintah.  Jika harga beli dibawa harga dasar maka industri pakan akan bersaing dengan BULOG dalam melakukan transaksi pembelian jagung dari produksen jagung.
Jika produksi jagung dalam negeri normal maka permintaan jagung dari BULOG oleh industri pakan adalah dua bulan produksi, tetapi bila produksi dalam negeri mengalami gangguan maka permintaan meningkat dua kali lipat.  Ini berarti produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan industri pakan sehingga BULOG perlu melepaskan stocknya atau mengimpor jagung dari luar negeri.  Perkembangan jumlah pengeluaran jagung oleh BULOG sejak tahun 1978 sampai tahun 1986 disajikan pada Tabel 6. Perkembangan penyaluran jagung tersebut ada kaitannya dengan  perkembangan
peternakan unggas di Indonesia.  Dalam kurun waktu 1978 sampai 1985 produksi ayam pedaging di Indonesia meningkat dengan laju 20.57% per tahun dan produksi telur meningkat dengan laju 15.28% per tahun.  Dalam kurun waktu yang sama, produksi jagung dalam negeri meningkat dengan laju 3.95% per tahun dan penyaluran jagung oleh BULOG untuk industri pakan meningkat rata-rata 20.07% per tahun.














Tabel 7. Jumlah Penyaluran Jagung Oleh Bulog Sejak tahun 1978 Sampai
              Tahun 1986.


Tahun
Jumlah Penyaluran (Ton)


1978
17.341
1979
11.764
1980
30.195
1981
34.330
1982
182.280
1983
75.975
1984
126.778
1985
50.752
1986
52.538
Sumber : Perunggasan Indonesia, 1987.




c.  Strategi Pengadaan dan Penyaluran Bahan Pakan Bungkil Kedele.

Sampai saat ini pengadaan bahan baku bungkil kedele untuk industri pakan masih didatangkan atau impor dari luar negeri.   Impor bungkil kedele dilakukan oleh industri pakan skala besar dan oleh importir.  Industri pakan skala besar hanya mengimpor bungkil kedele untuk memenuhi kebutuhannya sedangkan impor yang dilakukan oleh importir ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bungkil kedele bagi industri pakan skala kecil.  Pembagian pasar yang demikian ditengah-tengah fluktuasi harga bungkil kedele tingkat internasional menyebabkan tingginya fluktuasi harga bungkil kedele di dalam negeri sehingga harga pada tingkat industri pakan sudah cukup tinggi.  Mengingat dalam pakan jadi atau konsentrat bungkil kedele menduduki tempat kedua setelah jagung maka harga bungkil kedele yang tinggi akan menyebabkan harga pakan jadi atau konsentrat menjadi tinggi pula.
Berdasarkan kondisi di atas maka pemerintah melalui surat keputusan menteri perdagangan no 90/M/III/82 tanggal 6 Maret 1982   menetapkan BULOG sebagai badan yang menangani secara penuh pengadaan dan penyaluran bungkil kedele untuk menjamin kestabilan harga.  Untuk pengadaan dan penyaluran bungkil kedele BULOG tidak mengubah pola yang sudah ada  yakni untuk industri skala besar langsung mendapat jatah dari BULOG sesuai dengan kebutuhan industri tersebut sedangkan untuk importer yang mengimpor dan menyediakan bungkil kedele untuk industri skala kecil dikumpulkan dalam satu wadah yaitu Assosiasi Bahan Baku Impor Makanan Ternak Indonesia (ASBIMTI).  Ini berarti ada dua mekanisme penyaluran bahan baku bungkil kedele yang dilakukan BULOG yakni yang pertama ke industri pakan skala besar dan kedua melalui ASBIMTI untuk industri pakan skala kecil seperti disajikan pada  Bagan 1 berikut ini.
Pengikutsertaan industri pakan skala besar dalam penyaluran bungkil kedele  sesuai dengan kemampuannya dalam menentukan harga diarahkan untuk mengontrol harga dengan menjamin kelancaran pengadaan sedangkan penyaluran melalui ASBIMTI dimaksudkan sebagai pengontrolan harga terhadap harga bungkil kedele di pasaran bebas.   Untuk menjamin agar harga bungkil kedele tetap terkontrol maka BULOG menyalurkan bungkil kedele kepada ASBIMTI dengan harga yang lebih murah dari harga


                                    Industri Pakan
                                    Skala Besar



Impor          BULOG                                              Pakan Jadi/                      Agen/Peternak
                                                                                Konsentrat
 


                                                ASBIMTI             Industri Pakan
                                                                             Skala Kecil

           Bagan 1. Mekanisme Penyaluran Bungkil Kedele Oleh BULOG
yang diberikan ke industri pakan skala besar, seperti yang disajikan pada Tabel 8.  Data pada Tabel 7 memperlihatkan  stabilitas harg bungkil kedele setelah ditangani BULOG sejak tahun 1983 makin mantap.  Harga bungkil kedele sebelum tahun 1982 cendrung meningkat dngan kenaikkan rata-rata 13.7% per tahun tetapi setel;ah ditangani BULOG kecendrungan kenaikkan harga tersebut hanya sebesar 3.2% per tahun

Tabel 8. Harga Bungkil Kedele di Luar Negeri dan Dalam Negeri Sejak Tahun
               1977–1988.


Tahun
Harga (Rp/kg)
Margin %

Luar Negeri
Dalam  Negeri



Industri Pakan

ASBIMTI







1977
116.8

170

45.5
1978
123.5

220

78.1
1979
179.8

250

39.0
1980
187.1

270

44.3
1981
200.9

305

51.8
1982





1983
227.6
258.5

233.5
11.4
1984
270.2
292.0

287.0
6.2
1985
252.4
243.5

238.6
5.5
1986
287.8
305.0

300.0
12.0






Sumber : Suriadiarto dan Koentjoko, 1990.





2.3.   PRAKTEK PENGADAAN BAHAN BAKU DI LAPANGAN

Dari penjelasan di atas tampak bahwa pengadaan bahan baku pakan khususnya jagung, tepung ikan dan bungkil kedele setelah ditangani BULOG ketersediaan dan harganya menjadi semakin mantap. Namun demikian apakah kondisi tersebut berjalan tanpa hambatan  dan tidak merugikan semua pihak yang terlibat dalam pengadaan dan penyaluran bahan baku tersebut.    Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa kibijakan yang ditempuh BULOG masih saja disalahgunakan oleh beberpa pihak khususnya dari para industri pakan itu sendiri.  Industri pakan skala kecil dalam persaingannya dengan industri pakan skala besar selalu berada di pihak yang lemah karena kekurangan modal.  Kondisi ini memaksa pihak industri pakan skala kecil menjual jatahnya kepada industri pakan skala besar dan industri pakan skala besar menerimanya dengan senang hati.  Akibatnya industri pakan skala kecil mengalami kerugian, sebab pada waktu mereka membutuhkan bahan baku mereka harus membeli kembali dari industri pakan skala besar dengan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan harga sewaktu mereka menjualnya ke industri skala besar.  Praktek demikian telah berlangsung lama sehingga harga jual pakan jadi atau konsentrat oleh industri pakan skala kecil akan jauh lebih mahal dari harga pakan jadi atau konsentrat yang ditawarkan oleh industri pakan skala besar.  Oleh karena itu industri pakan pakan skala kecil ditinjau dari segi pengadaan bahan baku sulit untuk mengembangkan usahanya sehingga industri pakan skala besar saja yang akan bertahan hidup dalam usahanya.


3.   PENUTUP

3.1. Rangkuman.

            Ketersediaan bahan baku pakan khususnya jagung, tepung ikan, dan bungkil kedele di dalam negeri masih belum mencukupi kebutuhan.  Untuk pengadaan dan penyaluran ke tiga jenis bahan pakan tersebut ditangani langsung oleh pemerintah melalui suatu badan yang ditunjuk pemerintah yaitu BULOG   untuk menjaga stabilitas harga dan kontinuitas pengadaannya.  Tampaknya pengadaan bahan pakan setelah ditangani BULOG menjadi semakin mantap baik dari segi kelancaran pengadaannya maupun dari segi stabilitas harga  namun perlu adanya peningkatan usaha-usaha untuk mengadakan substitusi terhadap penggunaan ke tiga bahan pakan tersebut.

3.2.  Latihan.
a.       Diskusikan peranan BULOG pada saat ini.
b.      Diskusikan ketersediaan jagung untuk pabrik pakan di Indonesia dari luar negeri mengingat adanya kebutuhan jagung untuk produksi etanol.
c.       Diskusikan kenapa produksi jagung dalam negeri mampu mensuplai kebutuhan industri pakan tetapi pada kenyataannya tidak demikian.

3.3. Tes dan Kunci Jawaban
  1. Tes :
1.      Dimanakah di luar negeri pedagang dapat membeli bahan baku industri pakan.?
2.      Apa saja yang harus diketahui oleh seorang pedagang perantara dalam menyediakan bahan baku untuk industri pakan.
3.      Berapa jumlah industri pakan di Indonesia sejak tahun 2001-2004?
4.      Pada waktu lalu kebutuhan tepung ikan untuk Industri Pakan ditangani oleh perusahaan apa ?
5.      Dari tahun 1978-1986 pengadaan jagung oleh BULOG terus berkurang.  Untuk apa BULOG melakukan hal demikian ?

  1. Kunci Jawaban :

    1. Di Pasar Biji-bijian.


    1. Yang harus diketahui oleh seorang pedagang perantara adalah :
a.       Kapan bahan baku yang dibutuhkan industri pakan tersedia.
b.       Berapa harga bahan baku yang akan dibeli.
c.       Berapa biaya transportasi
d.      Peraturan-peraturan yang berlaku di pasar bahan baku tersebut
e.       Peraturan-peraturan tentang penjualan bahan baku untuk industri pakan yang berlaku di negara dimana pasar bahan baku industri pakan berada.
    1. 56 buah.
    2. PT Cipta Niaga.
    3. Memberikan kemungkinan agar industri pakan dapat langsung membeli jagung dari pasar bebas.

DAFTAR PUSTAKA

Bebb, D.L. 1990. Mechanized Livestock Feeding. BSP Professional Book., Oxford,  London.

McEllhiney, R.R. 1985.  Feed Manufacturing Technology III. American Feed Industry Association, Inc., Virginia, USA.

Perry, T.W.  1984.  Animal Life-Cycle Feeding and Nutrition.  Academic Prss. New York.

Surisdiarto dan Koentjoko. 1990. Industri Makanan Ternak. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakanan Universitas Brawidjaja., Nuffic – Universitas Brawidjaja., Malang.

Trobos No. 86 November 2006 Tahun ke VII.




SENARAI

Asbimti adalah asosiasi bahan baku impor makanan ternak Indonesia
Broker adalah pedagang perantara yang menjembatani antara industri pakan dengan produksen bahan baku pakan.

BULOG adalah suatu badan usaha yang dibentuk pemerintah untuk menjamin bahan baku pakan bagi industri pakan baik yang berskala kecil maupun yang berskala menengah dan besar, menjamin kestabilan harga, dan menjamin keberlanjutan bahan baku pakan di dalam negeri.

Konsentrat adalah ransum yang terbuat dari campuran beberapa bahan pakan dengan kandungan serat kasar tidak boleh melebihi 18%.

Kualitas adalah mutu bahan baku pakan, yang harus memenuhi criteria tertentu yang dikeluarkan oleh Depertemen Pertanian suatu negara.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar