MODUL II
PENGADAAN BAHAN BAKU
Oleh :
N.G.F. Katipana, dan Erna Hartati
1. PENDAHULUAN
Pengadaan bahan baku baik kontinuitas ketersediaanya
maupun harga dan kualitas bahan baku
sangat penting bagi perkembangan suatu industri pakan. Modul ini mencoba menjelaskan bagaimana
pengandaan bahan baku baik yang berasal dari luar negeri maupun yang berasal
dari dalam negeri, strategi pengadaan dan penyaluran bahan baku
serta beberapa organisasi atau lembaga yang terlibat dalam pengadaan bahan baku bagi industri
pakan. Dalam modul I, telah dijelaskan
bahwa unit pengadaan bahan baku merupakan suatu unit yang mutlak harus ada
dalam industri pakan, karena unit ini sangat menentukan keberlanjutan usaha
industri tersebut. Dalam mempelajari
modul ini mahasiswa harus membayangkan dirinya sebagai seorang pelaksana
pengadaan bahan baku
bagi industri pakan, sehingga dengan
mudah dapat menguasai modul ini. Di samping itu, mahasiswa perlu membuat ringkasan
modul ini, menguasai modul ini dengan jalan menghafal dan kemudian berdiri di depan kaca dan
menjelaskan ringkasan materi modul ini kepada
bayangan anda di dalam kaca seolah-olah anada alahah dosen yang sedang
menjelaskan kepada mahasiswa. Cara ini
diulang-ulang beberapa kali tanpa melihat catatan, maka anda sudah dapat
menguasai modul ini dengan baik.
Kompetensi khusus dari modul ini adalah :
a.
Mahasiswa mampu menjelaskan
bagaimana hubungan pengadaan bahan baku dengan perkembangan suatu industri
pakan.
b.
Mahasiswa mampu menjelaskan
bagaimana caranya pengadaan bahan baku yang berasal dari luar negeri dan dalam
negeri.
c.
Mahasiswa mampu menyebutkan
bahan baku apa saja yang masih diimpor dari luar negeri.
d.
Mahasiswa mampu menjelaskan
bagaimana caranya untuk mendapatkan bahan baku yang dibutuhkan suatu industri
pakan tetapi harus diimpor dari luar negeri.
e.
Mahasiswa mampu menyebutkan
lembaga-lembaga yang berperan dalam penyediaan bahan baku
dan mampu menjelaskan bagaiman peran lem,baga-lembaga tersebut dalam penyediaan
bahan baku.
2. MATERI KULIAH
2.1. PENGADAAN BAHAN BAKU DARI LUAR NEGERI
Sebagian bahan baku kebutuhan industri pakan masih dipasok dari luar
negeri, sehingga untuk mendapatkan bahan baku
tersebut industri pakan membutuhkan jasa
pedagang perantara atau broker. Pedagang
perantara atau broker ini bisa berasal dari dalam negeri tempat industri pakan
berada atau bisa juga dari luar negeri di tempat bahan baku pakan itu berada
atau di negara lain yang berdekatan dengan negara atau daerah penghasil bahan baku pakan. Di Indonesia, biasanya pemerintah menunjuk beberapa
perusahaan sebagai pedagang perantara dalam menyediakan bahan baku yang dibutuhkan industri pakan. Pada umumnya pedagang perantara adalah
orang-orang yang sudah ahli dalam bidangnya,
yakni mengetahui dengan pasti kapan suatu bahan baku (bahan pakan) yang dibutuhkan tersedia,
berapa harganya, berapa biaya pengangkutannya, peraturan-peraturan yang berlaku
dan sebagainya. Pedagang perantara
membeli dan mengirim bahan baku pakan yang diminta oleh industri pakan, dan
pembayaran dilakukan secara kontan.
Di luar negeri,
pihak-pihak yang terlibat dalam jual beli bahan baku pakan melaku kan kegiatannya dalam
suatu pasar umum yakni pasar biji-bijian.
Di pasar tersebut produsen pakan atau petani penghasil bahan pakan
menawarkan hasil panennya berupa biji-bijian kepada pedagang perantara. Letak
pasar ini biasanya berlokasi di daerah-daerah atau negara-negara penghasil
biji-bijian Aktifitas jual beli di
pasar tersebut diatur oleh sejumlah aturan yang dibuat oleh pasar itu sendiri
tetapi aturan-aturan tersebut harus mendapat izin dari departemen pertanian di
negara tempat pasar itu berada. Dalam
kegiatan jual beli bahan baku pakan terdapat dua cara pembelian yang berlaku
yaitu pembelian dilakukan secara kontan atau cash dan pembelian dilakukan
secara kredit. Pedagang perantara
membeli bahan baku pakan yang dibayar secara sistem kontan, kemudian menjualnya
ke industri pakan yang membutuhkan bahan baku
tersebut.
2.2. PENGADAAN
BAHAN BAKU DI
DALAM NEGERI
Pada mulanya
industri pakan di dalam negeri berkembang karena adanya usaha ternak unggas,
khususnya ayam potong dan petelur. Saat ini industri pakan telah berkembang
tidak saja karena adanya usaha peternakan unggas tetapi karena adanya usaha
peternakan babi, itik, sapi dan ikan. Namun demikian keberlanjutan usaha
industri pakan juga bergantung pada kuantitas dan kualitas pakan yang
dihasilkannya. Jumlah industri pakan di
Indonesia setiap tahun bertambah jumlahnya baik yang berskala kecil maupun yang
berskala menengah dan skala besar.
Sampai tahun 2004 jumlah industri pakan yang berada di Indonesia
berjumlah 56 buah perusahaan. Sesuai dengan hukum ekonomi, usaha industri pakan
skala kecil akan kalah bersaing dengan usaha industtri skala menengah dan skala
besar dalam hal penyediaan bahan baku
dan produknya berupa ransum konsentrat atau pakan komplit. Untuk menanggulangi hal tersebut maka
pemerintah menugaskan BULOG, yaitu suatu badan usaha yang dibentuk pemerintah
untuk menjamin penyediaan bahan baku
pakan ternak bagi industri pakan baik yang berskala kecil maupun menengah dan
besar, membendung pengaruh fluktuasi
harga pada tingkat pasaran internasional sehingga tidak berpengaruh terhadap
harga di dalam negeri, mengendalikan penggunaan devisa, dan menjamin
keberlanjutan pemasaran bahan baku pakan ternak di dalam negeri.
Sampai saat ini,
diantara bahan-bahan baku pakan ternak yang masih ditangani BULOG dalam hal
penyediaan dan penyalurannya adalah tepung ikan, jagung dan bungkil kedele.
a. Strategi Pengadaan dan Penyaluran Bahan Pakan
Tepung Ikan.
Tepung ikan
merupakan salah satu dari komponen utama dalam ransum ternak, khususnya ransum
untuk unggas. Jumlah tepung ikan dalam
ransum berkisar dari 7%-15%. Sampai
saat ini tepung ikan masih diimpor dari Thailand, Chili, dan Peru.
Pada waktu lalu
pemenuhan kebutuhan tepung ikan untuk industri pakan khususnya industri pakan
unggas ditangani oleh PT. Cipta
Niaga Dalam pelaksanaan impor tepung
ikan, PT Cipta Niaga mendapat keuntungan hanya pada fee dari industri pakan
atau dealer. Dalam mendapatkan fee
tersebut ada dua cara yang dilakukan yaitu (1). Cara Khusus. Dalam cara ini
beberapa industri pakan dan dealer mengajukan kebutuhan tepung ikan pada PT
Cipta Niaga dengan membayar fee sebesar 17.5% dari harga impor, dan (2) Cara
Umum. Dalam cara ini, ada tujuh
perusahaan yang bertindak sebagai dealer mengajukan kebutuhan tepung ikannya
pada PT Cipta Niaga untuk melakukan pembukuan impornya, dan mendapatkan
mendapatkan keuntungan berupa fee sebesar Rp 100,-/kg. Dari cara kerja PT Cipta Niaga tersebut di
atas, tampak bahwa terdapat kelemahan yang kurang mendukung program stabilitas
harga dan kontinuitas pengadaan tepung ikan tersebut. Hal ini dapat dimengerti bahwa mekanisme yang
dilakukan masih terbatas pada penyediaan tepung ikan bagi industri pakan dealer
bahan pakan yang membutuhkannya dalam jumlah yang sesuai dengan permintaan
tanpa adanya pengawasan terhadap penyaluran bahan pakan tersebut ke
pasaran. Oleh karena itu industri pakan
dan dealer mempunyai peluang untuk
mengadakan spekulasi harga, terlebih lagi produksi tepung ikan sifatnya musiman
sehingga dapat mengganggu kelancaran ke pasar dan pada akhirnya akan
menyebabkan kenaikan harga yang tajam dan fluktuatif.
Berdasarkan kondisi
di atas maka presiden mengeluarkan instruksi presiden tanggal 12 Maret 1985
menunjuk BULOG untuk melaksanakan pengadaan dan penyaluran tepung ikan kepada
BULOG menggantikan PT Cipta Niaga. Adanya
pengalihan wewenang impor tepung ikan dari PT Cipta Niaga ke BULOG diharapkan penyediaan tepung ikan tetap
berlanjut seperti juga dengan tepung jagung dan bungkil kedele, penyalurannya
lancar, dan stabilitas harga tepung ikan dalam negeri dapat terjamin. Realisasi impor tepung ikan sebelum
ditangani BULOG sebesar 48-60 ribu ton
per tahun atau rata-rata 5000 ribu ton per bulan. Setelah impor tepung ikan ditangani BULOG
realisasi impor sebesar 27.634 ton pada thaun 1985 dan 53.930 ton pada tahun
1986.
Berdasarkan
perkembangan harga tepung ikan di luar negeri dan di dalam negeri yang
disajikan pada Tabel 1 tampak bahwa harga tepung ikan yang diimpor BULOG semakin baik dan stabil. Di sisi lain, bila dilihat dari ratio harga
harga penjualan tepung ikan dalam negeri
dan harga pembelian di luar negeri antara tahun 1980-1984 ternyata berkisar
antara 1.15-1.27, berarti tingkat imbangannya cukup tinggi. Ini berarti tidak menguntungkan bagi peternak
yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil-hasil ternak, khususnya unggas. Meskipun jumlah pemakaian tepung ikan dalam
ransum hanya berkisar 7-15% dari total ransum, tetapi karena harga tepung ikan
yang tinggi akan memberikan pengaruh
yang besar terhadap harga pakan jadi yang akhirnya dapat mempengaruhi keuntungan
peternak, khususnya peternak unggas.
Tabel 2. Perkembangan Ratio Harga Tepung Ikan Dalam
Negeri (DN) Terhadap
Harga Luar Negeri (LN) Selama Tahun 1980-1984)
Tahun
|
Harga (Rp/ton)
|
Ratio Harga DN/LN
|
|
|
LN*
|
DN
|
|
1980
|
196.000
|
225.000
|
1.15
|
1981
|
263.000
|
310.000
|
1.18
|
1982
|
313.000
|
360.000
|
1.15
|
1983
|
389.000
|
495.000
|
1.27
|
1984
|
418.000
|
510.000
|
1.22
|
* = Harga C&F hasil konversi.
Sumber : Perunggasan Indonesia, 1987.
Ratio harga beli
tepung ikan di luar negeri dan harga jual di dalam negeri setelah diimpor BULOG
pada tahun 1985 dan 1986 yang disajikan pada Tabel 2 tampak ada penurunan
imbangan antara harga beli di luar
negeri dan harga jual di dalam negeri, yakni
dari 1.19-1.21 menjadi
1.07-1.08. Ini berarti BULOG
dapat menekan harga beli
Tabel 3.
Perkembangan Ratio Harga Beli Di Luar Negeri Dengan Harga Jual
Dalam Negeri Pasda Tahun 1985 dan 1986.
Tahun
|
Harga Tepung Ikan (Rp/ton)
|
Ratio Harga
|
|||
|
Luar Negeri
|
Feed Mill
|
ASBIMTI
|
Feed Mill
|
ASBIMTI
|
1985
|
434.220
|
525.000
|
515.000
|
1.21
|
1.19
|
1986
|
528.140
|
560.000
|
555.000
|
1.08
|
1.07
|
tepung ikan di luar negeri dan harga jual di dalam negeri, dan telah
dapat melakukan pengawasan penyaluran tepung ikan ke pasaran sehingga tidak
terdapat peluang bagi pelaku pasar untuk melakukan spekulasi harga, karena
BULOG mempunyai stock yang sewaktu-waktu dapat dilepaskan ke pasar untuk
menghindari hal-hal yang tidak diingini seperti peningkatan harga jual di
pasar. Jika dihubungkan antara harga
beli di luar negeri dan harga jual di dalam negeri tampak bahwa jumlah impor
tepung ikan sedikit sehingga menunjukkan adanya keseriusan BULOG untuk
meningkatkan efektifitas penyaluran tepung ikan, menghemat penggunaan devisa
dan menghindari resiko kerusakan akibat kelebihan suplai.
BULOG menggunakan
dua sistem dalam penyaluran tepung ikan dalam negeri, yaitu melalui industri
pakan (feed mill) dan melalui ASBIMTI.
Harga jual tepung ikan dari BULOG ke ASBIMTI lebih murah dari harga jual
ke industri pakan tidak lain hanya untuk membantu industri pakan skala kecil
yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lemah.
Dalam penyaluran tepung ikan BULOG menghadapi beberapa hambatan antara
lain adanya fluktuasi harga tepung ikan di pasaran dunia karena pangaruh musim
menyebabkan BULOG sulit dalam penanganannya,
dan BULOG membeli tepung ikan dengan harga tinggi tetapi menjualnya
dalam negeri dengan harga yang relatif tetap dengan kontinuitas pengadaan yang
terjamin.
Gambaran impor
tepung ikan dari tahun 1974 sampai tahun 1986 disajikan pada Tabel 4 berikut
ini.
Tabel 4. Impor Tepung Ikan Dari Tahun 1974-1986
Tahun
|
Jumlah (kg)
|
1974
|
18.000.000
|
1975
|
1.292.120
|
1976
|
4..756.552
|
1977
|
9.701.059
|
1978
|
18.948.293
|
1979
|
27.957.406
|
1980
|
34.193.724
|
1981
|
53.033.299
|
1982
|
72.087.709
|
1983
|
51.592.534
|
1984
|
41.852.878
|
1985
|
47.792.147
|
1986
|
44.107.377
|
Sumber : BPS,
1987.
b. Strategi
Pengadaan dan Penyaluran Bahan Pakan Jagung.
Pada tahun 1972 terjadi kemarau panjang sehingga terjadi
krisis pangan di dalam negeri,
menyebabkan BULOG ikut serta dalam menanggulangi masalah pengadaan pangan
dengan jalan menyimpan jagung sebanyak 140.000 ton. Keikutsertaan BULOG pada saat itu sifatnya
hanya membantu maka pengadaan jagung yang dilakukan BULOG sifatnya adalah crash
program. Kemudian pada tahun 1977 BULOG
diberi tugas oleh pemerintah untuk mengendalikan impor jagung baik untuk
keperluan pangan maupun untuk keperluan pakan.
Sejak saat ini yakni tahun 1977, pemerintah dan BULOG mulai merumuskan
langkah-langkah untuk menerapkan harga dasar jagung pada tingkat petani
penghasil dan pada tahun 1978 BULOG mulai dengan program pengadaan jagung di
Jawa Timur dan mulai menerapkan mekanisme buffer stock untuk pengadaan jagung.
Kebutuhan jagung baik untuk pangan maupun untuk pakan
diperoleh BULOG dari hasil produksi dalam negeri dan impor dari luar
negeri. Penyediaan jagung dalam negeri
yang dilakukan BULOG adalah melalui kerja sama dengan KUD yang dikenal dengan
pengadaan secara konvensional, dan menerapkan pola kerjasama antara BULOG dan
industri pakan melalui KUD dan
non-KUD. Pola kerjasama antara BULOG
dengan industri pakan melalui KUD dan non-KUD dimaksudkan agar :
a.
Mendekatkan industri pakan pada
sentra produksi
b.
Menerapkan sistem tanggung
renteng dalam pembayaran
c.
Maksimasi pemanfaatan produksi
dalam negeri untuk stabilisasi harga
d.
Menekan biaya penanganan
Perkembangan pengadaan dan produksi jagung sejak tahun
1978 sampai tahun 1986 disajikan pada Tabel
4, memperlihatkan pengadaan jagung yang dilakukan BULOG hanya rata-rata
sebesar 0.88% dari total produksi dalam negeri.
Tabel 4 juga memperlihatkan produksi jagung terus meningkat tetapi angka
pengadaan jagung oleh BULOG terus menurun dari tahun ke tahun, berarti jumlah
pengadaan jagung yang dilakukan BULOG menurun tetapi pembelian yang dilakukan
oleh industri pakan secara langsung dari pasar bebas terus meningkat.
Penyediaan jagung dari luar negeri yang dilakukan oleh
BULOG sifatnya adalah suplemen terhadap penyediaan dalam negeri dan hanya
dilakukan setelah memper timbangkan harga dan produksi dalam negeri. Perkembangan impor jagung yang dilakukan
BULOG sejak tahun 1978 sampai tahun 1982
disajikan pada Tabel 5.
Data
Pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa impor jagung berfluktuasi dari
tahun ke tahun tergantung pada produksi dan harga jagung dalam negeri.
Sejak tahun
1984, dalam perdagangan internasional
BULOG menerapkan sistem kebijakan ganda, yaitu mengadakan impor dan ekspor pada
tahun yang sama. Hal ini didadasari
bahwa di beberapa daerah yang jauh dari sentra industri pakan seperti Sulawesi
Utara dan Sumatera Utara pada suatu saat mengalami surplus jagung. Setelah dilakukan perhitungan ekonomis bahwa
ekspor jagung menguntungkan maka dilakukanlah ekspor meskipun untuk memenuhi
kebutuhan di daerah konsumen harus dilakukan impor. Pemerintah melalui BULOG mengadakan impor
jagung selalu dikaitkan langsung dengan kebutuhan riel dari industri pakan,
yang dilakukan dengan sistem indent, yaitu suatu sistem dimana industri pakan
dengan dananya sendiri diizinkan melakukan impor jagung melalui BULOG dengan
catatan jumlah dan waktu pemasukkan
Tabel 5. Perkembangan Pengadaan dan Produksi Jagung Dari Tahun 1978
Sampai Tahun 1986 di Indonesia.
Tahun
|
Pengadaan (Ton)
|
Produksi (Ton)
|
% Pengadaan
|
|
|
|
|
1978
|
25.063
|
4.029.000
|
0.62
|
1979
|
0
|
3.305.000
|
0
|
1980
|
36.186
|
3.991.000
|
0.91
|
1981
|
129.082
|
4.509.000
|
2.86
|
1982
|
55.251
|
3.234.000
|
1.71
|
1983
|
56.096
|
5.132.000
|
1.09
|
1984
|
27.723
|
5.288.000
|
0.52
|
1985
|
2.262
|
4.099.000
|
0.10
|
1986
|
8.217
|
5.931.000
|
0.14
|
Rata-rata
0.88
|
Sumber :
Perunggasan Indonesia,
1987.
Tabel 6. Impor Jagung (ton) sejak Tahun 1978 Sampai Tahun 1986 Yang
Dilakukan BULOG
Tahun
|
Jumlah Impor Jagung (ton)
|
|
|
1978
|
20.000
|
1979
|
25.927
|
1980
|
19.828
|
1981
|
0
|
1982
|
196.992
|
1983
|
50.991
|
1984
|
58.951
|
1985
|
49.334
|
1986
|
60.590
|
Sumber : Perunggasan Indonesia,
1987.
ditentukan oleh BULOG.
Walaupun adanya sistem indent namun impor jagung sifatnya tetap
suplemen, artinya impor hanya dilakukan jika produksi dalam negeri tidak
mencukupi.
Dalam hal
penyaluran jagung ke industri pakan yang dilakukan BULOG sifatnya juga
suplemen, artinya BULOG hanya menyalurkan jagung sesuai dengan kemampuan
industri pakan dalam menghimpun jagung dari pasar dalam negeri. Pada musim panen, industri pakan bebas
membeli jagung dari pasar umum asal harganya melebihi harga dasar yang telah
ditetapkan pemerintah. Jika harga beli
dibawa harga dasar maka industri pakan akan bersaing dengan BULOG dalam
melakukan transaksi pembelian jagung dari produksen jagung.
Jika produksi jagung dalam negeri normal maka permintaan
jagung dari BULOG oleh industri pakan adalah dua bulan produksi, tetapi bila
produksi dalam negeri mengalami gangguan maka permintaan meningkat dua kali
lipat. Ini berarti produksi dalam negeri
tidak mencukupi kebutuhan industri pakan sehingga BULOG perlu melepaskan
stocknya atau mengimpor jagung dari luar negeri. Perkembangan jumlah pengeluaran jagung oleh
BULOG sejak tahun 1978 sampai tahun 1986 disajikan pada Tabel 6. Perkembangan penyaluran
jagung tersebut ada kaitannya dengan
perkembangan
peternakan unggas di Indonesia. Dalam kurun waktu 1978 sampai 1985 produksi
ayam pedaging di Indonesia meningkat dengan laju 20.57% per tahun dan produksi
telur meningkat dengan laju 15.28% per tahun.
Dalam kurun waktu yang sama, produksi jagung dalam negeri meningkat
dengan laju 3.95% per tahun dan penyaluran jagung oleh BULOG untuk industri
pakan meningkat rata-rata 20.07% per tahun.
Tabel 7. Jumlah Penyaluran Jagung Oleh Bulog Sejak tahun 1978 Sampai
Tahun 1986.
Tahun
|
Jumlah Penyaluran (Ton)
|
|
|
1978
|
17.341
|
1979
|
11.764
|
1980
|
30.195
|
1981
|
34.330
|
1982
|
182.280
|
1983
|
75.975
|
1984
|
126.778
|
1985
|
50.752
|
1986
|
52.538
|
Sumber : Perunggasan Indonesia,
1987.
c. Strategi
Pengadaan dan Penyaluran Bahan Pakan Bungkil Kedele.
Sampai saat ini pengadaan bahan baku bungkil kedele
untuk industri pakan masih didatangkan atau impor dari luar negeri. Impor bungkil kedele dilakukan oleh industri
pakan skala besar dan oleh importir.
Industri pakan skala besar hanya mengimpor bungkil kedele untuk memenuhi
kebutuhannya sedangkan impor yang dilakukan oleh importir ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan bungkil kedele bagi industri pakan skala kecil. Pembagian pasar yang demikian ditengah-tengah
fluktuasi harga bungkil kedele tingkat internasional menyebabkan tingginya
fluktuasi harga bungkil kedele di dalam negeri sehingga harga pada tingkat
industri pakan sudah cukup tinggi.
Mengingat dalam pakan jadi atau konsentrat bungkil kedele menduduki
tempat kedua setelah jagung maka harga bungkil kedele yang tinggi akan
menyebabkan harga pakan jadi atau konsentrat menjadi tinggi pula.
Berdasarkan kondisi di atas maka pemerintah melalui
surat keputusan menteri perdagangan no 90/M/III/82 tanggal 6 Maret 1982 menetapkan BULOG sebagai badan yang
menangani secara penuh pengadaan dan penyaluran bungkil kedele untuk menjamin
kestabilan harga. Untuk pengadaan dan
penyaluran bungkil kedele BULOG tidak mengubah pola yang sudah ada yakni untuk industri skala besar langsung
mendapat jatah dari BULOG sesuai dengan kebutuhan industri tersebut sedangkan
untuk importer yang mengimpor dan menyediakan bungkil kedele untuk industri
skala kecil dikumpulkan dalam satu wadah yaitu Assosiasi Bahan Baku Impor Makanan
Ternak Indonesia (ASBIMTI). Ini berarti
ada dua mekanisme penyaluran bahan baku
bungkil kedele yang dilakukan BULOG yakni yang pertama ke industri pakan skala
besar dan kedua melalui ASBIMTI untuk industri pakan skala kecil seperti
disajikan pada Bagan 1 berikut ini.
Pengikutsertaan industri pakan skala besar dalam
penyaluran bungkil kedele sesuai dengan
kemampuannya dalam menentukan harga diarahkan untuk mengontrol harga dengan
menjamin kelancaran pengadaan sedangkan penyaluran melalui ASBIMTI dimaksudkan
sebagai pengontrolan harga terhadap harga bungkil kedele di pasaran bebas. Untuk menjamin agar harga bungkil kedele
tetap terkontrol maka BULOG menyalurkan bungkil kedele kepada ASBIMTI dengan
harga yang lebih murah dari harga
Industri
Pakan
Skala
Besar
Impor
BULOG Pakan Jadi/ Agen/Peternak
Konsentrat
ASBIMTI Industri Pakan
Skala Kecil
Bagan 1. Mekanisme
Penyaluran Bungkil Kedele Oleh BULOG
yang diberikan ke industri pakan skala besar, seperti yang disajikan
pada Tabel 8. Data pada Tabel 7
memperlihatkan stabilitas harg bungkil
kedele setelah ditangani BULOG sejak tahun 1983 makin mantap. Harga bungkil kedele sebelum tahun 1982
cendrung meningkat dngan kenaikkan rata-rata 13.7% per tahun tetapi setel;ah
ditangani BULOG kecendrungan kenaikkan harga tersebut hanya sebesar 3.2% per
tahun
Tabel 8. Harga
Bungkil Kedele di Luar Negeri dan Dalam Negeri Sejak Tahun
1977–1988.
Tahun
|
Harga (Rp/kg)
|
Margin %
|
|||
|
Luar Negeri
|
Dalam Negeri
|
|
||
|
|
Industri Pakan
|
|
ASBIMTI
|
|
|
|
|
|
|
|
1977
|
116.8
|
|
170
|
|
45.5
|
1978
|
123.5
|
|
220
|
|
78.1
|
1979
|
179.8
|
|
250
|
|
39.0
|
1980
|
187.1
|
|
270
|
|
44.3
|
1981
|
200.9
|
|
305
|
|
51.8
|
1982
|
|
|
|
|
|
1983
|
227.6
|
258.5
|
|
233.5
|
11.4
|
1984
|
270.2
|
292.0
|
|
287.0
|
6.2
|
1985
|
252.4
|
243.5
|
|
238.6
|
5.5
|
1986
|
287.8
|
305.0
|
|
300.0
|
12.0
|
|
|
|
|
|
|
Sumber :
Suriadiarto dan Koentjoko, 1990.
2.3. PRAKTEK PENGADAAN BAHAN BAKU DI LAPANGAN
Dari penjelasan di atas tampak bahwa pengadaan bahan
baku pakan khususnya jagung, tepung ikan dan bungkil kedele setelah ditangani
BULOG ketersediaan dan harganya menjadi semakin mantap. Namun demikian apakah
kondisi tersebut berjalan tanpa hambatan
dan tidak merugikan semua pihak yang terlibat dalam pengadaan dan
penyaluran bahan baku
tersebut. Kenyataan di lapangan
membuktikan bahwa kibijakan yang ditempuh BULOG masih saja disalahgunakan oleh beberpa pihak
khususnya dari para industri pakan itu sendiri.
Industri pakan skala kecil dalam persaingannya dengan industri pakan
skala besar selalu berada di pihak yang lemah karena kekurangan modal. Kondisi ini memaksa pihak industri pakan
skala kecil menjual jatahnya kepada industri pakan skala besar dan industri
pakan skala besar menerimanya dengan senang hati. Akibatnya industri pakan skala kecil
mengalami kerugian, sebab pada waktu mereka membutuhkan bahan baku mereka harus
membeli kembali dari industri pakan skala besar dengan harga yang lebih mahal
dibandingkan dengan harga sewaktu mereka menjualnya ke industri skala
besar. Praktek demikian telah
berlangsung lama sehingga harga jual pakan jadi atau konsentrat oleh industri
pakan skala kecil akan jauh lebih mahal dari harga pakan jadi atau konsentrat
yang ditawarkan oleh industri pakan skala besar. Oleh karena itu industri pakan pakan skala
kecil ditinjau dari segi pengadaan bahan baku sulit untuk mengembangkan
usahanya sehingga industri pakan skala besar saja yang akan bertahan hidup
dalam usahanya.
3. PENUTUP
3.1. Rangkuman.
Ketersediaan bahan
baku pakan khususnya jagung, tepung ikan, dan bungkil kedele di dalam negeri
masih belum mencukupi kebutuhan. Untuk
pengadaan dan penyaluran ke tiga jenis bahan pakan tersebut ditangani langsung
oleh pemerintah melalui suatu badan yang ditunjuk pemerintah yaitu BULOG untuk menjaga stabilitas harga dan
kontinuitas pengadaannya. Tampaknya
pengadaan bahan pakan setelah ditangani BULOG menjadi semakin mantap baik dari
segi kelancaran pengadaannya maupun dari segi stabilitas harga namun perlu adanya peningkatan usaha-usaha
untuk mengadakan substitusi terhadap penggunaan ke tiga bahan pakan tersebut.
3.2. Latihan.
a.
Diskusikan peranan BULOG pada
saat ini.
b.
Diskusikan ketersediaan jagung
untuk pabrik pakan di Indonesia
dari luar negeri mengingat adanya kebutuhan jagung untuk produksi etanol.
c.
Diskusikan kenapa produksi
jagung dalam negeri mampu mensuplai kebutuhan industri pakan tetapi pada
kenyataannya tidak demikian.
3.3. Tes dan Kunci Jawaban
- Tes :
1.
Dimanakah di luar negeri
pedagang dapat membeli bahan baku
industri pakan.?
2.
Apa saja yang harus diketahui
oleh seorang pedagang perantara dalam menyediakan bahan baku untuk industri pakan.
3.
Berapa jumlah industri pakan di
Indonesia
sejak tahun 2001-2004?
4.
Pada waktu lalu kebutuhan
tepung ikan untuk Industri Pakan ditangani oleh perusahaan apa ?
5.
Dari tahun 1978-1986 pengadaan
jagung oleh BULOG terus berkurang. Untuk
apa BULOG melakukan hal demikian ?
- Kunci Jawaban :
- Di Pasar Biji-bijian.
- Yang harus diketahui oleh seorang pedagang perantara adalah :
a.
Kapan bahan baku yang
dibutuhkan industri pakan tersedia.
b.
Berapa harga bahan baku yang akan dibeli.
c.
Berapa biaya transportasi
d.
Peraturan-peraturan yang
berlaku di pasar bahan baku
tersebut
e.
Peraturan-peraturan tentang
penjualan bahan baku untuk industri pakan yang berlaku di negara dimana pasar
bahan baku
industri pakan berada.
- 56 buah.
- PT Cipta Niaga.
- Memberikan kemungkinan agar industri pakan dapat langsung membeli jagung dari pasar bebas.
DAFTAR PUSTAKA
Bebb, D.L. 1990. Mechanized Livestock Feeding. BSP
Professional Book., Oxford, London.
McEllhiney, R.R. 1985. Feed Manufacturing Technology III. American
Feed Industry Association, Inc., Virginia, USA.
Perry, T.W.
1984. Animal Life-Cycle Feeding
and Nutrition. Academic Prss. New York.
Surisdiarto dan Koentjoko. 1990. Industri Makanan
Ternak. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakanan Universitas
Brawidjaja., Nuffic – Universitas Brawidjaja., Malang.
Trobos No. 86 November 2006 Tahun ke VII.
SENARAI
Asbimti adalah asosiasi bahan baku impor makanan ternak Indonesia
Broker adalah pedagang perantara yang menjembatani
antara industri pakan dengan produksen bahan baku pakan.
BULOG adalah suatu badan usaha yang dibentuk
pemerintah untuk menjamin bahan baku pakan bagi industri pakan baik yang
berskala kecil maupun yang berskala menengah dan besar, menjamin kestabilan
harga, dan menjamin keberlanjutan bahan baku
pakan di dalam negeri.
Konsentrat adalah ransum yang terbuat dari campuran
beberapa bahan pakan dengan kandungan serat kasar tidak boleh melebihi 18%.
Kualitas adalah mutu bahan baku pakan, yang harus
memenuhi criteria tertentu yang dikeluarkan oleh Depertemen Pertanian suatu
negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar